Kamis, 03 Juni 2010

LISTRIK BIOGAS SAPI

Kebun Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM sedang mengembangkan tenaga listrik berbahan bakar biogas yang merupakan hasil fermentasi kotoran sapi secara anaerob dalam wadah digester tertutup.
Sebagai sebuah lembaga pendidikan yang mempunyai konsep Education for Sustainable Development (EfSD) pada berbagai penelitian bidang pertanian secara terpadu, maka konsep 7R diimplementasikan dalam proses pembalajaran. Yang dimaksud dengan 7R adalah reduce, reuse, recycles, Refill, replace, repair, replant yang berarti: pengurangan bahan, pemanfatan kembali, daur ulang, pengisian ulang, penggantian, perbaikan dan penanaman kembali, Salah satu penelitian yang sedang dikembangkan adalah pemurnian biogas yang telah banyak dikenal masyarakat. Biogas tidak hanya dihasilkan dari limbah ternak tetapi biogas juga dihasilkan limbah organik lainnya, seperti sampah organik. KP4 UGM dengan tim peneliti Dr Ambar pertiwiningrum, Dr Wiratni, Iwan setiawan ST, mengembangkan teknologi pemurnian biogas CH4 sampai mempunyai tingkat kemurnian yang tinggi sehingga mampu meningkatkan nilai kalori pembakaran serta menjadikan biogas sebagai pengganti bahan bakar bensin pada mesin generator.
Penelitian yang dikembangkan UGM dibawah koordinasi Riset Unggulan Nasional yang dilakukan di KP4 UGM dengan memanfaatkan limbah-limbah organic yang ada. Dari hasil pemurnian tersebut, biogas digunakan untuk pembangkit listrik bahkan dalam pengembangannya biogas telah dapat dimasukkan ke dalam tabung elpiji 3 kg dan 12 kg. Keunggulan lain dari penelitian ini adalah tingkat kemurnian gas metan yang dihasilkan sudah mencapai 80-85 %. KP4 saat ini mempunyai digester tertutup sebesar 5m3, yang mampu menyuplai energi listrik bagi genset 1000 watt sebesar 3.000 – 5.000 Watt selama 5 jam. Pemurnian biogas ini juga bisa digunakan untuk pengganti bensin, sehingga mesin tidak mudah korosi bahkan mesin menjadi lebih stabil dan awet. Bahan-bahan pemurniannya pun banyak tersedia di alam kita.
Melihat fungsi dan kegunaan dari teknologi biogas ini maka untuk melindungi teknologi pemurnian biogas ini akan dipatenkan dengan nama “GAMA BIOGAS”. Menurut Kepala KP4 UGM, Dr. Ir. Cahyono Agus DK., M.Sc. pendaftaran paten pada sebuah teknologi sangat penting artinya yaitu untuk melindungi teknologi tersebut agar tidak dijiplak oleh pihak lain. Peluang kerjasama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah dilakukan untuk mengembangkan teknologi biogas ini lebih lanjut. (KP4 UGM).
sumber: ugm.ac.id

MENGENAL DRAINASE

Pendahuluan

Drainase berasal dari bahasa Inggris “drainage” yang mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya seperti gorong-gorong, siphon, jembatan air (aquaduct), pelimpah, pintu-pintu air, bangunan terjun, kolam tando, dan stasiun pompa.
Sejarah Perkembangan Drainase Perkotaan
Manusia sudah mulai memikirkan tentang sistem pembuangan limpasan air hujan sejak jaman Romawi kuno. Bangunan drainase perkotaan pertama kali dibuat di Romawi berupa saluran bawah tanah yang cukup besar, yang digunakan untuk menampung dan membuang limpasan air hujan. Pada awalnya, sistem drainase dibangun hanya untuk menerima limpasan air hujan dan membuangnya ke badan air terdekat. Desain dan pembangunannya belum dilakukan dengan baik. Saluran bawah tanah yang terbuat dari batu dan bata mengalami rembesan yang cukup besar, sehingga kapasitasnya jauh berkurang. Pada beberapa kasus, saluran tidak mempunyai kemiringan yang cukup, sehingga air tidak lancar (stagnant) dan terjadi genangan dalam saluran setelah terjadi hujan.
Air buangan dapat merupakan salah satu sumber utama yang dapat mengakibatkan pencemaran. Oleh karena itu sebagai tindakan pencegahan harus dilakukan pengelolaan terhadap air buangan. Pengolahan tersebut meliputi:
·         Collection System, yaitu cara pengumpulan/pengalirannya
·         Treatment System, yaitu cara pengolahannya
·         Final Disposal System yaitu cara pembuangan akhirnya.
Tujuan dibangunnya prasarana saluran drainase perkotaan seperti halnya tujuan penataan lingkungan, diantaranya sbb:
·         Menjamin kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
·         Melindungi alam lingkungan seperti tanah, kualitas udara dan kualitas air (PROKASIH)
·         Menghindarkan bahaya, kerusakan materiil, kerugian dan beban-beban lain yang disebabkan oleh amukan limpasan banjir
·         Memperbaiki kualitas lingkungan
·         Konservasi sumber daya air.
Analisis hidrologi:
Analisis hidrologi dari daerah perencanaan yang meliputi analisis curah hujan harian maksimum dan pembuatan kurva intensitas durasi hujan merupakan langkah awal yang perlu dilakukan dalam perencanaan saluran drainase. Dengan melakukan analisis hidrologi, debit banjir rencana yang akan digunakan sebagai dasar penentuan dimensi saluran dan perlengkapannya dapat diperkirakan. Data curah hujan yang digunakan untuk analisis hidrologi diperoleh dari stasiun pengamat curah hujan yang terdekat dari daerah perencanaan. Pengukuran curah hujan dapat dilakukan dengan alat ukur secara konvensional yang hanya dapat dilakukan dengan alat ukur otomatis dimana dari alat ini diperoleh karakteristik setiap durasi hujan. Secara garis besar analisis curah hujan yang dilakukan meliputi:
·         Penyiapan data curah hujan
·         Tes konsistensi
·         Tes homogenitas
·         Analisis frekuensi curah hujan
·         Analisis intensitas curah hujan
Analisis Frekuensi:
Analisis curah hujan harian maksimum yang akan terjadi selama periode ulang tertentu dapat diperkirakan dengan berbagai macam metode, antara lain metode Gumbel , metode Log Pearson Type III dan metode iwai Kadoya. Dasar pemakaian ketiga metode ini dalam menganalsis besarnya curah hujan harian maksimum mengingat metoda tersebut cocok dipergunakan untuk harga-harga ekstrim.
Pemilihan metoda perhitungan curah huajn maksimum dimaksudkan untuk memilih metoda yang paling sesuai dalam memperkirakan besarnya curah hujan harian maksimum yang terjadi dalam periode ulang hujan tertentu.
Analisis Intensitas Curah Hujan:
Hasil akhir dari analisis curah hujan yang dilakukan adalah mendapatkan intensity duration curve, yaitu suatu kurva yang menunjukkan hubungan antara lamanya waktu pengaliran dengan intensitas hujan. Untuk mengolah data curah hujan menjadi intensitas curah hujan yang terjadi. Apabila tidak dijumpai data untuk setiap durasi hujan yang terjadi. Apabila tidak dijumpai data untuk setiap durasi hujan maka diperlukan pendekatan secara empiris dengan berpedoman kepada durasi 60 menit (1 jam) dan pada curah hujan harian maksimum yang terjadi setiap tahun. Cara lain yang lazim dipakai adalah dengan mempunyai kondisi yang hampir sama. Metode yang dapat digunakan antara lain metode Bell, Van Breen dan Hasper dan Der Weduwen.
Konsep Drainase Kampus Kwala Bekala:
Drainase yang perlu disediakan pada kampus    adalah sebagai berikut:
1.     Sistem Pembuangan air hujan
Prinsip pembuangan air hujan :
a.     Sistem saluran adalah tertutup, yang pada beberapa ruas tutupnya dapat dibuka
b.    Sistem drainage dibuat sependek mungkin, dengan tujuan pengaliran adalah daerah danau
c.     Seminimal mungkin berpotongan dengan sistem air limbah dan jaringan utilitas
d.    Seluruh drainge jalan yang berada di sepanjang koridor luar areal Kampus Kwala Bekala dialirkan juga melalui culvert menuju sistem drainage yang terdapat di dalam kampus.
2.     Sistem Air Limbah
1.     Saluran yang ada merupakan saluran tertutup
2.     Kedalaman saluran ini saat percabangan dengan saluran drainage air hujan adalah dibagian bawah
3.     Pada jarak-jarak tertentu dibuat manhole sebagai tempat pemeliharaan saluran tersebut.
4.     Terminal akhir dari buangan air limbah adalah instalasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), dimana hasil akhir berupa sampah akan dibuang sedangkan air yang telah diolah dapat dimasukkan ke dalam danau.
Sampai saat ini kota-kota di Indonesia masih menggunakan sistem drainase tercampur tanpa dilengkapi dengan fasilitas instalasi pengolah air limbah (IPAL). Hal ini tentu saja mengkhawatirkan untuk masa mendatang mengingat air limbah yang dibuang ke sistem drainase makin meningkat volumenya dengan kualitas yang makin menurun.
sumber: Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan oleh D. Ir. Suripin, M.Eng
sumber:digilib-ampl.net

Biota Tanah

Untuk menjawab pertanyaan ini, fotografer David Liittschwager mengambil rangka logam hijau, berupa kubus bersisi 12 inci, yang ditempatkannya di lingkungan yang berbeda-beda—daratan dan perairan, tropis dan sedang. Di setiap tempat itu, dia memasang kubus dan mulai mengawasi, menghitung, dan memotret dengan bantuan asistennya dan banyak biolog. Sasarannya: mendokumentasikan dan memotret makhluk yang tinggal atau melewati ruang itu. Tim itu kemudian menyortir isi habitat kubusnya, mendaftar semua penduduknya, hingga yang berukuran sekitar satu milimeter. Untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, rata-rata perlu waktu tiga minggu di setiap tempat. Secara keseluruhan, terdapat lebih dari seribu individu organisme yang difoto, dimana keragamannya terlihat dalam kelompok-kelompok di beberapa halaman ini. “Seperti menemukan permata-permata kecil,” ujar Liittschwager.
Saat menghunjamkan sekop ke dalam tanah atau mematahkan sepotong karang, kita membelah dunia laksana dewa. Kita melintasi perbatasan tersembunyi yang jarang sekali diketahui manusia. Tak jauh dari jangkauan, di sekeliling dan di bawah kaki kita, di situlah terletak bagian permukaan bumi yang paling tidak terjelajahi. Bagian yang sejatinya merupakan tempat terpenting di Bumi bagi kehidupan manusia.
Di setiap habitat, baik itu di tanah, tajuk hutan, atau air, yang pertama ditangkap mata kita adalah binatang besar—burung, mamalia, ikan, kupu-kupu. Tetapi berangsur-angsur, penghuni yang lebih kecil, dengan jumlah yang jauh lebih banyak, mulai mendominasi habitat. Ada banyak serangga yang merayap dan berdengung di antara rumput liar, cacing dan makhluk tak bernama yang merayap atau bergegas berlindung saat kita membalik tanah kebun untuk ditanami. Begitu pula akan kita dapati kawanan semut pengganggu yang keluar ketika sarang mereka dibelah terbuka secara tak sengaja dan tempayak kumbang perusak yang bercokol di akar rumput menguning. Ketika kita membalik batu, lebih banyak lagi yang terlihat: laba-laba kecil dan berbagai makhluk pucat tak dikenal yang bermacam-macam bentuknya menyelinap di antara untaian jamur. Kumbang kecil bersembunyi dari cahaya yang tiba-tiba, sementara mengkulum (serangga berbentuk menyerupai armadilo) kecil secara defensif melingkarkan tubuhnya seperti bola. Tak ketinggalan kelabang dan kaki seribu, hingga ular mini yang mengingatkan pada Robocop, menyelip memasuki celah dan lubang cacing terdekat.
Mungkin tampaknya semua makhluk menjijikkan itu, dan miniatur alam yang didiaminya, tidak berkaitan dengan urusan manusia. Tetapi, para ilmuwan menemukan kebalikannya. Bersama bakteri dan mikroorganisme tak kasatmata lainnya yang berenang dan menetap di antara bulir-bulir mineral tanah, penghuni tanah ini sangat penting bagi kehidupan di Bumi.
Medan yang ditempatinya bukanlah sekadar campuran tanah dan kotoran. Bisa dikatakan seluruh habitat tanah itu hidup berkat keberadaan makhluk-makhluk hidup itu yang membuat hampir semua zat bisa mengalir di antara butiran tanah yang lembam.
Jika semua organisme itu menghilang dari salah satu ruang kubik yang digambarkan dalam foto-foto ini, lingkungan di dalamnya akan segera berubah secara dramatis. Molekul di tanah atau dasar sungai akan menjadi lebih kecil dan sederhana. Rasio oksigen, karbon dioksida, dan gas lainnya di udara akan berubah. Secara keseluruhan, sebuah keseimbangan fisik baru akan tercipta, yang mana menjadikan dunia dalam satu kaki kubik itu akan menyerupai lingkungan di sebuah planet yang steril nan jauh.
Bumi merupakan satu-satunya planet yang diketahui memiliki biosfer. Lapisan membran kehidupan yang tipis inilah satu-satunya rumah kita. Hanya lapisan ini yang mampu mempertahankan lingkungan yang kita perlukan untuk bertahan hidup.
Sebagian besar organisme di biosfer, dan sejumlah besar spesiesnya, berada di permukaan tanah atau tepat di bawahnya. Siklus reaksi kimia yang menjadi landasan semua kehidupan di bumi ini terjadi melalui tubuh mereka. Dengan ketelitian yang tak dapat disaingi teknologi kita, beberapa spesies menguraikan tumbuhan mati dan zat hewani yang jatuh ke tanah. Predator khusus dan sejumlah parasit memangsa hewan tersebut, dan pada gilirannya dimangsa oleh hewan yang lebih tinggi. Seluruh ekosistem, bekerja sama dalam siklus kelahiran dan kematian, mengembalikan unsur hara ke tanaman yang memerlukannya untuk melangsungkan fotosintesis. Tanpa kelancaran kerja semua mata rantai ini, biosfer akan punah.
Karenanya, kita memerlukan semua biomassa dan keanekaragaman hayati ini, termasuk semua hewan merayap-melata. Namun, meskipun memiliki peran penting, kehidupan di permukaan tanah relatif tidak diketahui, bahkan di kalangan ilmuwan sekalipun. Misalnya, ada sekitar 60.000 spesies jamur yang telah ditemukan dan dipelajari, termasuk jamur, jamur karat, dan cendawan, tetapi para ahli memperkirakan bahwa sebenarnya ada lebih dari 1,5 juta spesies jamur di Bumi. Selain itu, tanah juga dipenuhi salah satu jenis hewan yang paling banyak di dunia, nematoda, yang juga dikenal sebagai cacing gelang. Termasuk di antaranya cacing kecil putih yang nyaris tak terlihat, yang dapat ditemukan di mana-mana tak jauh di dalam tanah. Tak ketinggalan puluhan ribu spesies cacing gelang yang telah diketahui jenisnya,  sementara jumlah seluruhnya dapat mencapai jutaan. Baik jamur maupun cacing gelang kalah telak oleh organisme yang lebih kecil. Dalam sejumput tanah kebun sekitar satu gram, hidup jutaan bakteri yang terdiri atas beberapa ribu spesies. Sebagian besar masih belum diketahui manusia.
Semut, yang jumlah spesiesnya di dunia lebih dari 12.000 (dan kelompok sejenisnya yang menjadi bidang spesialisasi saya), termasuk serangga yang lebih banyak dipelajari. Namun, diperkirakan bahwa jumlah sebenarnya bisa mencapai dua atau bahkan tiga kali lipat itu. Pada 2003 saya menyelesaikan penelitian tentang “semut berkepala besar” di Belahan Bumi Barat, yaitu genus (jenis) Pheidole yang diketahui memiliki jumlah spesies terbanyak dan merupakan salah satu semut yang paling banyak jumlahnya di dunia. Pada akhir penelitian, setelah upaya 18 tahun yang terputus-putus, saya berhasil mengenali 624 spesies. Sebagian besarnya, 337, baru ditemukan.
Hanya sekitar sepuluh di antara spesies itu telah diteliti dengan seksama. Saya menemukan bahwa salah satu spesies terkecil semut tersebut makan tungau oribatida, yang biasanya berukuran jauh lebih kecil daripada huruf o pada halaman ini dan menyerupai persilangan laba-laba dan kura-kura. Untuk ukuran mereka, oribatida merupakan salah makhluk terbanyak di dalam tanah. Satu kaki kubik mungkin berisi ribuan individu. Namun, saya menemukan bahwa keragaman dan kebiasaannya banyak yang tak diketahui, jauh lebih banyak daripada semut.
Kehidupan di permukaan tanah bukan hanya campuran acak spesies, bukan hanya tebaran jamur, bakteri, cacing, semut, dan makhluk lain. Spesies dalam setiap kelompok hanya ada di kedalaman tanah tertentu. Dilihat dari atas permukaan ke bawah, kondisi lingkungan mikro berubah secara bertahap namun dramatis. Seinci demi seinci terjadi perubahan cahaya dan suhu, jarak antara partikel, kimia udara, tanah, atau air, jenis makanan yang tersedia, dan spesies organisme. Kombinasi sifat-sifat ini, hingga tingkat mikroskopis, menentukan ekosistem permukaan. Setiap spesies memiliki kemampuan khusus untuk hidup dan berkembang biak dengan baik di ceruknya masing-masing.
Penelitian tanah, dan khususnya biologi permukaan tanah, telah berkembang pesat menjadi cabang utama ilmu pengetahuan. Kini bakteri dan bentuk kehidupan mikroskopis lain dapat diidentifikasi secara cepat dengan meneliti DNA-nya. Semakin banyak siklus hidup serangga dan hewan invertebrata lain, yang sebagian besar belum diketahui manusia, kini dieksplorasi di lapangan dan laboratorium. Kebutuhan fisik dan gizinya kini semakin jelas, spesies demi spesies. Perhatian terhadap keberadaan makhluk-makhluk kecil ini bisa dilihat di The Encyclopedia of Life, tersedia di satu alamat (eol.org), yang mengumpulkan semua informasi yang telah diketahui tentang setiap spesies dan menyediakannya secara gratis bagi seluruh dunia.
Sebuah dunia kecil menunggu dieksplorasi. Saat flora dan fauna permukaan tanah diperiksa dengan lebih teliti, mekanisme kehidupan yang saling terkait akan semakin tampak perinciannya yang mengejutkan. Pada waktunya nanti, kita akan menghargai sepenuhnya ekosistem kecil menakjubkan yang menjadi tanggung jawab kita.
Oleh Edward O. Wilson
Foto oleh David Littschwager
sumber:nationalgeographic.co.id