Senin, 05 Januari 2015

TAHUN 2015 MASIH TUNTUTAN PRODUKSI PERTANIAN TANAMAN PANGAN



Tuntutan peningkatan produksi tanaman pangan selalu jadi fokus selama ini. Jika tuntutan peningkatan produksi harus terealisir maka mau tidak mau harus ada prioritas dalam setiap kegiatan dalam pencapaiannya. Hal yang perlu diperhatikan apa saja yang menjadi faktor penentu dalam pencapaian peningkatan produksi tanaman pangan itu. Beberapa hal yang sangat terkait adalah sebagai berikut: 

Produktivitas
 Produktivitas menjadi hal penting untuk peningkatan produksi. Secara ringkas produktivitas merupakan kemampuan tanaman untuk menghasilkan dalam satuan berat terhadap luasan tertentu. Jika produktivitas tinggi maka produksi akan tinggi juga. Banyak hal dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ini seperti poin-poin berikut. 
 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1nAGAHcWKEvOl58eVa9GvrMVX6rxqYRNcY0J88hbkwKvE0uqa2dte1neYX8BKwWXkU05mF5wsDIwCQ3s-0kAorx5_0-Rk-TlLsWFAHbidx0gtnoxU13BjL0o1hCmluVvnarVyKQEcpnA/s1600/Produktivitas+Kerja.jpg
Lahan dan Pengairan
 Sebagai tempat tumbuh kembangnya tanaman, maka lahan sangat menentukan apakah berupa lahan dengan tanah subur atau tanah marginal. Selain itu kondisi pengairan juga akan menentukan tercukupinya kebutuhan air bagi tanaman. Keterpaduan lahan dan air ini tidak bisa dipisahkan. Berbicara lahan, maka ada permasalahan lain yaitu ketersediaan lahan yang semakin menyempit karena banyaknya konversi lahan yang tidak terelakkan walaupun sudah ada UU yang mengatur sehingga produktivitas tinggi menjadi nihil kalau akhirnya ketersediaan lahan semakin menurun. Bukti nyata ini yang memperlihatkan betapa buruk tata ruang di negara kita. Sejalan dengan lahan ternyata permasalahan pengairan khususnya infrastrukturnya yang sudah banyak rusak (52% jaringan irigasi rusak). Kita masih menanti realisasi 15 Triliun yang dianggarkan untuk irigasi sawah dan 8,2 Triliun untuk pembangunan waduk.



    http://www.simantab.com/wp-content/uploads/2013/06/8E60D4A9154BEB1A704F751D28FD72-copy-300x225.jpg


























Benih


Industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional merupakan salah satu industri hulu di sektor pertanian praproduksi, yang berperan sangat menentukan keberhasilan sektor pertanian secara keseluruhan, termasuk industri pasca panen, seperti industri pangan dan lain-lain.
Yang dimaksud dengan industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional adalah seluruh kegiatan dalam menghasilkan benih/bibit unggul baru berproduktivitas tinggi dan berkualitas tinggi dengan daya saing tinggi, memperbanyaknya, mengedarkannya dan memasarkannya, baik dalam satu kelembagaan usaha ataupun bagiannya, seperti: penangkar benih dan lain-lain, yang memanfaatkan potensi sumber daya hayati nasional secara bijak dan lestari. Membangun industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional merupakan upaya mendasar dalam pembangunan sektor pertanian keseluruhan. Sebab benih dan bibit varietas unggul bermutu merupakan penentu batas atas produktivitas dan kualitas produk suatu usaha tani, baik itu usaha tani besar maupun usaha tani kecil. Membangun industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional merupakan landasan yang baik bagi proses produksi dan industri pangan dan industri lainnya yang berbasis produk pertanian.
Produk industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional yang unggul dan berkualitas tinggi serta murah akan menjamin keuntungan dan memperkecil resiko bagi petani produsen, baik itu dari usaha tani kecil ataupun besar (komoditi pangan dan komoditi lainnya). Bagi petani tanaman pangan penggunaan benih/ bibit unggul yang spesifik wilayah dari produk industri benih, akan memberikan jaminan keuntungan bagi usaha taninya. Dengan demikian upaya tersebut meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan para petani di desa-desa, serta membantu mengentaskan kemiskinan di desa-desa.
Namun demikian, khusus untuk komoditi tanaman, sekalipun UU No. 29 Pusat Perlindungan Varietas Tanaman telah bertugas selama kurang lebih 4 tahun terakhir, kenyataan menunjukkan jumlah varietas unggul yang diusulkan untuk dilindungi di Kantor Pusat PVT relatif masih sedikit, sekalipun dalam tahun yang sedang berjalan ini tendensinya menunjukkan adanya peningkatan dalam jumlah varietas yang didaftarkan untuk dilindungi. Sebagian besar varietas yang akan dilindungi tersebut bersal dari industri benih multinasional. Industri perbenihan swasta nasional nampaknya belum bangkit seperti yang diharapkan. Demikian juga varietas unggul produk kelembagaan penelitian milik Pemerintah masih sedikit yang diajukan untuk dilindungi.
Kondisi tersebut tidak menguntungkan bagi pembangunan pertanian dan khususnya para petani produsen, serta menghambat upaya pengentasan kemiskinan di kalangan petani produsen usaha tani kecil. Pembangunan dan pengembangan usaha industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional tingkat menengah dan kecil perlu dipacu. Sementara itu impor benih cenderung meningkat dan industri benih multinasional berupaya mendominasi pasar benih dalam negeri. Belum bangkitnya industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional perlu dicari kendalanya. Demikian juga penyebab masih sedikitnya produk pemuliaan lembaga penelitian pemerintah yang didaftarkan untuk dilindungi. apabila diupayakan sebagaimana mestinya akan terwujud terjadinya pertanian nasional yang maju dengan produk-produk berdaya saing tinggi.

KONDISI SISTEM PERBENIHAN DI INDONESIA
Kondisi sistim benih indonesia berkaitan dengan kebijakan, legislasi dan kelembagaan perbenihan dirangkum dalam 2 hal yaitu:
a. Kekuatan (faktor penghela atau pendorong) dalam aspek kebijakan, legislasi dan kelembagaan antara lain :
• Kebijakan peningkatan ketahanan pangan, pengembangan agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan dan lebih terdesentralisasi, kebijakan multilateral yangmenuntut peningkatan produktivitas,efisiensi dan mutu produk
• Undang-undang system budidaya tanaman (Nomor 12/1992), Peraturan Pemerintah Nomor 44/ 1995 tentang perbenihan, dan peraturan lain yang terkait untuk fasilitas penerapan sertifikat benih
• Perubahan paradigma penelitian dan pengembangan dari lembaga pemerintah (Badan Litbang Pertanian) dengan program pemuliaan tanamannya yang produktif mengarah pada inovasi, komersialisasi dan komunikasi.
• Pembentuk an Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, Pusat Standarisasi & Akreditasi (Pertanian), Direktorat Perbenihan Hortikultura, Balai Pengawasan dan Sertifikat Benih (lab. benih, analis benih, pengawas benih) yang tersebar diseluruh negeri
• Penerapan sertifikat benih berdasarkan OECD Scheme dan ISTA Rules sebagai mekanisme pengendalian mutu dan daya saing produk.
• Akreditasi lab uji benih, pembentukan Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu dalam produksi benih, dan inisiasi sertifikasi system mutu dari perusahaan-perusahaan benih yang membuka alternatif pengawasan mutu melalui penerapan manajemen mutu.
• Perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual (HaKI), perlindungan terhadap varietas tanaman (PVT), pembentukan Direktorat Patent (Ditjen HKI, Deperindag) dan KP-KIAT (Kantor Pengelolaan Kekayaan Intelektualdan Ahli Teknologi) di UPT-UPT yang memacu komersialisasiteknologi
• Pelaksanaan program pembinaan lab dan perlindungan HaKI oleh Kantor Menteri Negara Riset dan eknologi yang membantu pengembangan lab terakreditasi (ISO 17025) dan pengusulan patent untuk hasil-hasil penelitian.
• Peluang bisnis benih yang sangat feasible. Volume permintaan (market size) benih sangat menarik, missal volume pasar untuk benih padi mencapai lebih dari 200.000 ton/tahun (Nugraha, 2000), dan cukup banyak jenis dan volume benih hortikultura yang diimpor setiap tahun.

b. Kelemahan (faktor penghambat) antara lain :

1) Umum
• Terdapat kerancuan persepsi mengenai sertifikat benih, OECD Scheme, ISTA Rules yang menghambat perkembangan industri benih. Beberapa prinsip sertifikat benih tidak diterapkan, reproducibility hasil uji laboratorium belum mendapatkan perhatian yang memadai. Tidak terdapat pemilihan antara mekanisme produksi benih komersial dengan produksi benih untuk rescue programs (missal antisipasi kekeringan, penanggulangan eksplosi hama). Akibatnya, penerapan sertifikat benih belum mampu memberikan jaminan mutu sebagaimana mestinya.
• Belum terdapat kebijakan yang jelas mengenai pemilihan peranan antara sector swasta dengan pemerintah dengan perbenihan. Pemerintah bersaing dengan swasta dalam produksi dan distribusi benih komersial, padahal partisipasi swasta juga ingin ditingkatkan. Inisiasi upaya perbaikan dari kelemahan ini telah mulai tampak.
• Implementasi kebijakan pembangunan pertanian, masih sangat terfokus pada peningkatan kualitas produk. Komitmen terhadap kebijakan yang terkait dengan peningkatan mutu produk pertanian baru mulai tampak jelas dalam beberapa tahun terakhir.
• Perlindungan HAKI (hak atas kekayaan Intelektual), masih lemah, perlindungan varietas tanaman belum efektif menyebabkan partisipasi swasta dalam penelitian (pemuliaan) dan dalam industri benih sangat terbatas.
• Beberapa peraturan perundangan terlalu ketat dan tidak practicable dan kontradiktif. Contoh: dalam Undang-undang no.12/1992 semua benih bina (varietas unggul) yang diperdagangkan harus disertifikasi tanpa memperhatikan skala, komersialisasinya; sertifikat benih (berdasarkan OECD Scheme) merupakan satu-satunya mekanisme pengawasan mutu dalam produksi dan distribusi benih, padahal telah terbit PP 15 1991, Keppres 12/1992, SK Mentan 303/1994 tentang standardisasi yang membuka peluang penerapan manajemen mutu
2) R & D : plasmanutfah dan pelepasan varietas
• Perlindungan dan pengelolaan (terutama karakterisasi, dokumentasi dan konservasi) plasma nutfah masih lemah. Ketersediaan plasma nutfah untuk pemuliaan menjadi lebih terbatas.
• Pengembangan varietas oleh lembaga penelitian milik pemerintah belum banyak berorientasi pasar, sehingga volume permintaan benih dari banyak varietas tidak feasible secara komersial karena varietasnya kurang sesuai dengan preferensi pasar.
• DUS (distinctness, uniformity, stability) test belum diterapkan dalam evaluasi varietas. Tanpa DUS, varietas akan sulit diidentifikasi secara objektif sehingga akan menimbulkan masalah dalam sertifikat benih dan dalam perlindungan varietas tanaman.
• Penyusunan dan revisi berkala terhadap daftar varietas komersial atau varietas yang layak untuk belum dilaksanakan secara efektif. Sertifikasi benih diterapkan terhadap semua varietas (komersial dan non komersial) tanpa memperhatikan kelayakannya, sehingga menimbulkan inefisiensi.
• Kegiatan produksi dan penyimpanan BS (breeder seed) dari varietasvarieats yang telah dilepas sangat lemah, fasilitas sangat tidak memadai sehingga kontinuitas ketersediaan BS bagi produsen benih tidak terjamin.
• Mekanisme pengendalian mutu dalam produksi dan distribusi BS belum mengikuti jalur formal (sertifikasi benih berdasarkan OECD Scheme, ISTA Rules atau system mutu ISO seri 9000), sehingga belum mampu menunjukkan jaminan mutu.
3) Produksi dan pemasaran
• benih bersertifikat masih Efisiensi produksi rendah. Nisbah anatara volume benih lulus uji lab dengan luas tanaman lulus inspeksi lapangan sangat rendah dan beragam. Untuk FS, SS dan ES kedelai di Jawa pada MK 93 dan MH 93/94 berkisar antara 23 kg/ha – 1500 kg/ha dan untuk padi MK 97 dan MH 97/98 berkisar antara 1,10 ton/ha – 5,82 ton/ha (Nugraha, 2000), sehingga belum memadai untuk menghadapi persaingan sehat dalam bisnis.
• Penyebab rendahnya efisiensi adalah produktivitas (seed yield) rendah,
pembatalan kontrak sepihak oleh penangkar karena harga calon benih tidak menarik, penjualan sebagai calon benih untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (khusus kasus di BBI, BBU), dan pengendalian mutu tidak efektif (tingkat ketidak-lulusan tinggi)
• Pada tahun 2000, total produksi benih padi (ES) diperkirakan mencapai 38% dari kebutuhan (lebih dari 90.000 ton/tahun), dan hanya sekitar 8 varietas yang penyerapan pasarnya (annual seed sale) lebih dari 1800 ton/tahun (PT, SHS, 1999)
4) Pengawasan dan pengendalian mutu
• Beberapa prinsip dari sertifikasi berdasarkan OECD Scheme seperti evaluasi kelayakan varietas untuk sertifikasi, penentuan kelas benih, verifikasi varietas dalam produksi benih (BS, FS, SS, dan ES), dan sealing belum diterapkan secara lugas.
• Beberapa prinsip dalam pengujian mutu benih berdasarkan ISTA Rules seperti standardisasi metode (validitas, reproducibility), sealing, standardisasi alat, lab acuan yang terakreditasi, dan efisiensi pengujian belum mendapatkan perhatian yang memadai.
• Penerapan sertifikasi benih tanpa memperhatikan feasibility-nya, dan tanpa dikaitkan dengan kaidahkaidah komersialisasi.
• Efisiensi pengendalian mutu internal masih rendah seperti terlihat dalam tingkat kel ulusan inspeksi lapangan dan kelulusan uji lab yang rendah. Untuk benih padi (kelas ES), kelulusan inspeksi lapangan berkisarantara 78 – 86 %, dan kelulusan uji lab antara 73 – 99 % (Nugraha, 2000).
• Penerapan sistem standardisasi nasional dalam produksi benih, misal sertifikasi sistem mutu berdasarkan ISO seri 9000) belum secara lugas, missal LSSM dan lab uji belum diakreditasi, kompetensi personel dan mutu produk belum teruji, sehingga jaminan mutu belum dapat diharapkan.
 
KELEMBAGAAN BENIH DI INDONESIA
Benih merupakan sarana produksi utama dalam budidaya tanaman, dalam arti penggunaan benih bermutu mempunyai peranan yang menentukan dalam usaha meningkatkan produksi dan mutu hasil. Untuk mendapatkan benih bermutu diperlukan penemuan varietas unggul yang dilakukan melalui usaha pemuliaan tanaman yang diselenggarakan antara lain melalui kegiatan pencarian, pengumpulan, dan pemanfaatan plasma nutfah baik di dalam maupun di luar habitatnya dan atau melalui usaha introduksi dari luar negeri. Benih dari varietas unggul, untuk dapat menjadi benih bina, terlebih dahulu varietasnya harus dilepas.
Produksi benih bina harus melalui proses sertifikasi dan apabila akan diedarkan harus diberilabel. Di Indonesia sebenarnya telah banyak lembaga pemerintah yang bergerak dalam bidang perbenihan. Namun, peran serta dari lembaga pemerintah ini masih harus perlu dipertanyakan. Banyak permasalahan timbul dari lembaga-lembaga berplat merah, walaupun beberapa diantaranya telah berperan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Sekali lagi masalah perbenihan di Indonesia tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Karena peran kelembagaan bidang perbenihan tanaman banyak mendukung keberhasilan pembangunan pertanian di Indonesia diantaranya adalah:
• Beberapa lembaga yang diperlukan untuk menerapkan sertifikasi benih dengan efektif tidak tersedia, missal Lab Acuan yang diakreditasi oleh ISTA, lembaga yang menangani variety maintenance dan foundation seed program. Akibatnya, kontinuitas ketersediaan benih sumberuntuk produksi ES tidak terjamin.
• Beberapa lembaga yang diperlukan untuk mendukung penerapan system standarisasi nasional dalam produksi benih belum terbentuk, missal Lembaga Sertifikasi Personel, Lembaga Sertifikasi Produk, dan Laboratorium Acuan terakreditasi.

Beberapa lembaga perbenihan di indonesia adalah sbb:
1. Lembaga pemerintah
 BPSPB
 BUMN (Balitserial,PT,Sanghiang seri.)
2. Lembaga swasta.
 PT. Pena merah
 PT.Tanindo Subur indonesia
 PT. Singngenta
 PT. Dupon Indonesia
 PT. Inonsanto.
 PT. Bayer.Benih sangat menentukan seberapa besar produktivitas yang akan dihasilkan. Benih yang bermutu dan unggul akan memberikan peningkatan produktivitas yang pasti berimplikasi pada peningkatan produksi. 

Saprodi
Keberadaan saprodi sebagai pendukung dalam peningkatan produktivitas menjadi vital. Hampir sebagian besar petani mengalami keterbatasan dalam pemenuhan saprodi. Selain modal terkadang kelangkaan saprodi juga sering terjadi.

Pendampingan dan Pembinaan
Kelemahan dalam menjalankan kegiatan adalah kurangnya pendampingan ataupun pembinaan sehingga petani selaku pelaku kegiatan dalam kebingungan yang berakibat pada tidak tercapainya target produksi. Fungsi pendampingan dan pembinaan adalah untuk menjembatani teknologi yang baru bagi petani sehingga ada wawasan dan keterampilan yang baru.