Senin, 22 Oktober 2012

Ketahanan Pangan

Target surplus beras 10 juta ton di tahun 2014 telah mengindikasikan bahwa ancaman kerawanan pangan seperti telah terlihat di depan mata. Gaung ketahanan pangan mulai didengungkan lagi. Ancaman gangguan ketahanan pangan disebabkan beberapa hal diantaranya:
1. Konversi lahan pertanian ke non pertanian yang terjadi setiap tahun dan cenderung terus meningkat
2. Pertumbuhan penduduk yang menyebabkan permintaan akan kebutuhan pangan juga ikut naik
3. Diversifikasi pangan yang masih belum berjalan karena masih tergantung beras
4. Perubahan iklim yang turut menyebabkan perubahan produksi tanaman baik kuantitas maupun kualitasnya

Bagaimana solusi dari 4 faktor utama itu?
1. Untuk konversi lahan pertanian ke non pertanian perlu ditegakkan lagi UU No 41 Tahun 2009 tentang  
    Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
    Pernyataan yang sangat memprihatinkan, artinya setiap tahun kita kehilangan 750.000 ton padi per tahun 
    (bila dianggap semuanya lahan sawah dengan produksi 5 (lima) ton produksi gabah per ha per tahun, dan
    setengahnya ber-irigasi baik atau dua kali panen/tahun, serta semua kehilangan lahan tersebut adalah
    penghasil padi). Apa arti kehilangan 750 ribu ton per tahun bagi Indonesia, bila dari gabah tersebut 
    63,2% jadi beras 474 ribu ton maka pemerintah kehilangan kesempatan memberi beras kepada 4.200
    orang penduduk Indonesia dengan anggapan konsumsi 113 kg/orang/tahun.

    Untuk mengganti kehilangan 100.000 ha lahan pertanian bukan hal yang gampang karena desakan
    pemakai lain dengan modal yang besar, dan dalam hal ini Kementerian Pertanian harus segera melakukan
    intensifikasi disamping ekstensifikasi yang diutarakan Mentan dibawah ini.
    Seperti sering disampaikan maka melakukan efisiensi dan efektifitas pertanian sangat diperlukan (harus) 
   dan perlu digalakan oleh Kementrian Pertanian seperti:
   1. Menaikan produksi gabah per hektar dari 5 ton ke 10 ton per ha (sesuatu yang sangat rasionil dicapai).
   2. Pemberian bibit yang cocok dengan cara bertani dan iklim di Indonesia (bukan pemaksaan dengan 
       bibit  dari luar).
  3. Pelatihan penanganan pasca panen yang baik.
  4. Segera melakukan memvariasikan makanan pokok beras dengan bahan lain (seperti ke kentang yang 
      bisa diproduksi 20 ton/ha).

Juga perlu ketegasan (sekali lagi “ketegasan”) dan cepat, baik dari Pemerintah daerah maupun Pemerintah pusat bagi pelarangan pengalihan/konversi lahan pertanian ke pemakaian lain termasuk untuk perkebunan non pangan pokok. Keterbatasan lahan pertanian ini mau tidak mau harus ekspansi ke luar Pulau Jawa yang masih tersedia lahan yang luas, namun kendalanya adalah lahan-lahan tersebut tergolong marginal yang notabene memerlukan input yang besar atau dengan inovasi teknologi budidaya di lahan marginal (penggunaan varietas tanaman yang toleran terhadap cekaman lingkungan pada lahan marginal).

2. Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi memerlukan penyadaran tentang perlunya merencanakan
    keluarga, sektor lain harus juga saling bahu membahu untuk penanganan ini. Bukan zamannya lagi banyak 
   anak banyak rezeki karena sekarang keterbatasan lahan pekerjaan dan lahan untuk hidup semakin sempit.

3. Diversifikasi pangan mau tidak mau harus segera berjalan, pemikiran pemerintah