Kamis, 26 Mei 2011

Korelasi BOD dan COD


BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Alam pada dasarnya mempunyai sifat yang beraneka ragam, namun serasi dan seimbang. Pelaksanaan pembangunan sebagai kegiatan yang makin meningkat telah menimbulkan resiko pencemaran dan perusakan lingkungan, sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat pula rusak karenanya. Ketika lingkungan telah mengalami kerusakan, kita baru menyadari pentingnya pelestarian lingkungan. Kita sadar bahwa apa yang dilakukan pada masa lalu adalah suatu kekeliruan yang besar. Dahulu manusia selalu berpikir apa yang dapat saya ambil dari lingkungan? Manusia merasa seolah-olah dirinya berada di luar lingkungan.
Manusia memang terus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, salah satunya dengan cara mengeksploitasi sumberdaya alam. Salah satu bentuk eksploitasi sumberdaya alam yang sangat rawan terhadap kerusakan alam adalah eksploitasi bahan tambang. Menurut data yang dikumpulkan Pusat Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM) terdapat sekitar 77.000 operasi penambangan kecil yang menghasilkan hampir semua mineral untuk industri dengan nilai sekitar 58 juta dolar AS per tahun. Dari jumlah tersebut ternyata hanya 3% yang memiliki izin. Jadi ada 74.500 operasi penambangan yang menjalankan kegiatannya tanpa izin. Aktivitas  penambangan yang didesak oleh tingkat kebutuhan yang terus meningkat untuk mendukung pembangunan tidak mungkin dihentikan dan berbagai permasalahan yang ada akibat penambangan sudah banyak muncul ke permukaan, baik masalah yang berkaitan dengan degradasi lingkungan maupun konflik sosial baik secara vertikal maupun horizontal. Degradasi lingkungan yang terjadi antara lain adalah terbukanya kawasan hutan, hilangnya hara dan kandungan bahan organik tanah, perubahan topografi, pencemaran dan terganggunya aliran sungai serta hilangnya fungsi lahan sebagai akibat erosi atau tertimbun limbah pada daerah sekitar eksploitasi. Pengembangan sektor pertambangan sebaiknya tidak dipisahkan dengan isu bahkan fakta dari kegiatan atau aktivitas pertambangan itu sendiri. Aktivitas pertambangan selalu berhubungan dengan dampaknya terhadap lingkungan, pembuangan limbah tambang, pencemaran logam berat (air raksa, arsen) dan berbagai dampak lainnya.
Salah satu kegiatan penambangan di Kalimantan Tengah yang dari dulu sampai sekarang masih berkembang sangat pesat dan banyak dilakukan oleh masyarakat adalah usaha penambangan emas tanpa izin (PETI). Menurut hasil penelitian (Yustiawati dkk., 2003) maraknya usaha penambangan emas tanpa izin ini diawali sejak krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997, dimana terjadi penurunan drastis nilai tukar rupiah terhadap dolar yang memicu kenaikan harga emas yang sangat tinggi di pasaran.
Kegiatan penambangan oleh masyarakat ini dilakukan di badan-badan sungai sampai pada daratan. Kegiatan penambangan ini memang secara tradisional sudah dilakukan secara turun temurun di masyarakat Kalimantan Tengah. Perbedaannya kalau dahulu kegiatan menambang emas hanya merupakan usaha sampingan dengan cara gravimetri/dulang (mandulang) dengan cara batabuk (menggali), bapambuk (menyelam dengan berpijak pada sebuah tonggak pancang), balanting (menyelam dengan menggunakan tangga dan rakit sebagai pelampung), kemudian berkembang dengan menggunakan mesin pompa air berkapasitas kecil (mangasbuk atau manyamprot) kondisi sekarang dilakukan dengan cara besar-besaran dengan menggunakan mesin-mesin berkapasitas besar yang popular disebut dengan manyedot, dimana setiap unit mesin sedot mampu menyedot, mengaduk dan mencuci badan tanah sampai ratusan meter kubik dari dasar sungai maupun tebing-tebing sungai dan daratan setiap harinya.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh (Yustiawati dkk., 2003) di sepanjang Sungai Kahayan antara Kota Palangka Raya dan Kuala Kurun ditemukan sebanyak 1.079 unit mesin sedot/ lanting penambangan emas di badan sungai karena kegiatan penambangan dilakukan dihampir seluruh sungai di Kalimantan Tengah maka diperkirakan jumlah penambangan emas di badan-badan sungai daerah ini dapat mencapai sekitar 4.000 unit atau lebih.
Kegiatan penambangan emas yang dilakukan di sungai secara langsung dampaknya menyebabkan pendangkalan. Sungai yang dulunya sebagai sarana transportasi bagi masyarakat kini sulit diandalkan lagi. Bila kemarau maka akan terjadi pendangkalan sungai sehingga angkutan dan transportasi sungai menjadi sulit. Disamping itu besarnya jumlah penambang emas tanpa izin (PETI) ini diprediksikan akan mempercepat terjadinya kerusakan lingkungan khususnya sungai sebagai akibat masuknya bahan berbahaya beracun (B3) berupa logam berat merkuri yang digunakan untuk mengolah hasil produksi (Suara Pembaruan, 1 Juni 2004) yang pada akhirnya menurunkan kualitas air yang selama ini menjadi sumber kebutuhan vital masyarakat sekitar aliran sungai.
Dalam kasus-kasus pencemaran perairan, baik itu laut, sungai, danau maupun waduk, seringkali diberitakan bahwa nilai BOD dan COD perairan telah melebihi baku mutu. Atau sebaliknya, pada kasus pencemaran lainnya yang mendapat protes dari masyarakat sehubungan dengan adanya limbah industri, ditanggapi dengan dalih bahwa nilai BOD dan COD perairan masih memenuhi baku mutu. Dalam salah satu harian (Kompas edisi Senin, 12 Desember 1994) juga terdapat suatu berita dengan judul “Sebaiknya, parameter BOD dan COD tak dipakai penentu baku mutu limbah” yang kurang lebih merupakan pendapat dari salah satu pakar bioremediasi lingkungan dari Universitas Sriwijaya, Palembang. Menurut pakar tersebut, dalam banyak kasus kesimpulan yang hanya didasarkan pada hasil analisis BOD dan COD (juga pH) belum merupakan jawaban ada tidaknya pencemaran lingkungan oleh suatu industri. Di sisi lain, BOD dan COD adalah parameter yang menjadi baku mutu berbagai air limbah industri selain beberapa parameter kunci lainnya. Nampaknya terdapat persepsi pada sementara kalangan yang menempatkan BOD dan COD agak berlebihan dari yang seharusnya. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam tulisan ini akan dikaji apa itu sebenarnya BOD dan COD, bagaimana cara atau prinsip pengukurannya, dan apakah memang ada korelasi antara nilai BOD terhadap COD dari hasil pengujian laboratorium terhadap air dari Sungai Kahayan di Kabupaten Gunung Mas sebagai indicator pencemaran di lingkungan perairan.

B.       PENGERTIAN BOD DAN COD
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991). Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic matter). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dari pengertianpengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan.
COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990). Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat (Boyd, 1990; Metcalf & Eddy, 1991), sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa saja nilai BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih besar dari COD. Jadi COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada.

C.      METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada DAS Kahayan di wilayah Kabupaten Gunung Mas Provinsi Kalimantan Tengah. Penentuan titik pengambilan sampel air adalah guna mengetahui tingkat pencemaran air, pada desa sampel diambil sampel air masing-masing 3 titik yaitu 1 titik pada lokasi pengambilan air bersih dengan kedalaman 0 meter dan 1 meter secara komposit dan 2 titik pada bagian hulu dan hilir aktivitas PETI dengan kedalaman 0 meter. Pengambilan sampel air ini dilakukan pada 14 lokasi.
Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (20oC) yang sering disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (DOi - DO5) merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L).
Pengukuran oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus. Jadi pada prinsipnya dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen, dan dalam suhu yang tetap selama lima hari, diharapkan hanya terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganime, sehingga yang terjadi hanyalah penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5. Yang penting diperhatikan dalam hal ini adalah mengupayakan agar masih ada oksigen tersisa pada pengamatan hari kelima sehingga DO5 tidak nol. Bila DO5 nol maka nilai BOD tidak dapat ditentukan.
Pada prakteknya, pengukuran BOD memerlukan kecermatan tertentu mengingat kondisi sampel atau perairan yang sangat bervariasi, sehingga kemungkinan diperlukan penetralan pH, pengenceran, aerasi, atau penambahan populasi bakteri. Pengenceran dan/atau aerasi diperlukan agar masih cukup tersisa oksigen pada hari kelima.
Secara rinci metode pengukuran BOD diuraikan dalam APHA (1989), Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991) atau referensi mengenai analisis air lainnya. Karena melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan organik, maka analisis BOD memang cukup memerlukan waktu. Oksidasi biokimia adalah proses yang lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik karbon mencapai 95 – 99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 – 70 % bahan organik telah terdekomposisi (Metcalf & Eddy, 1991). Lima hari inkubasi adalah kesepakatan umum dalam penentuan BOD. Bisa saja BOD ditentukan dengan menggunakan waktu inkubasi yang berbeda, asalkan dengan menyebutkan lama waktu tersebut dalam nilai yang dilaporkan (misal BOD7, BOD10) agar tidak salah dalam interpretasi atau memperbandingkan. Temperatur 20oC dalam inkubasi juga merupakan temperatur standard. Temperatur 20oC adalah nilai rata-rata temperatur sungai beraliran lambat di daerah beriklim sedang (Metcalf & Eddy, 1991) dimana teori BOD ini berasal.
Untuk daerah tropik seperti Indonesia, bisa jadi temperatur inkubasi ini tidaklah tepat. Temperatur perairan tropik umumnya berkisar antara 25 – 30oC, dengan temperatur inkubasi yang relatif lebih rendah bisa jadi aktivitas bakteri pengurai juga lebih rendah dan tidak optimal sebagaimana yang diharapkan. Ini adalah salah satu kelemahan lain BOD selain waktu penentuan yang lama tersebut. Metode pengukuran COD sedikit lebih kompleks, karena menggunakan peralatan khusus reflux, penggunaan asam pekat, pemanasan, dan titrasi (APHA, 1989, Umaly dan Cuvin, 1988). Peralatan reflux diperlukan untuk menghindari berkurangnya air sampel karena pemanasan.
Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. Kelemahannya, senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De Santo, 1978), sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit ‘over estimate’ untuk gambaran kandungan bahan organik. Bilamana nilai BOD baru dapat diketahui setelah waktu inkubasi lima hari, maka nilai COD dapat segera diketahui setelah satu atau dua jam. Walaupun jumlah total bahan organik dapat diketahui melalui COD dengan waktu penentuan yang lebih cepat, nilai BOD masih tetap diperlukan. Dengan mengetahui nilai BOD, akan diketahui proporsi jumlah bahan organik yang mudah urai (biodegradable), dan ini akan memberikan gambaran jumlah oksigen yang akan terpakai untuk dekomposisi di perairan dalam sepekan (5 hari) mendatang. Lalu dengan memperbandingkan nilai BOD terhadap COD juga akan diketahui seberapa besar jumlah bahan-bahan organik yang lebih persisten yang ada di perairan.

D.      ANALISIS DATA
Data yang diperoleh dilakukan analisis menggunakan analisis regresi yang meliputi:
1.        Diagram pencar (scater) untuk menggambarkan bentuk hubungan antara variable BOD (X) dan COD (Y).
2.        Persamaan regresi
3.        Koefisien korelasi (r) untuk mengetahui seberapa besar hubungan variable X (BOD) dan Y (COD)
4.        Koefisien determinasi (R) untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah variable X (BOD) terhadap variable Y(COD)
5.        Analisis varians untuk membandingkan efek dari BOD terhadap COD




BAB II
HASIL ANALISIS DATA
A.      Diagram Pencar (Scater Diagram)
Dalam suatu pengukuran nilai BOD dan COD di DAS Kahayan di Kabupaten Gunung Mas dilakukan sampling pada 14 lokasi dengan menghasilkan data sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Pengujian Laboratorium Terhadap BOD dan COD Sungai Kahayan di 
              Kabupaten Gunung Mas Tahun 2009
No
Kode Sampel
Parameter yang diamati (mg/L)
BOD
COD
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
DS 01
DS 02
DS 03
DS 04
DTM 01
DTM 02
DTM 03
DTM 04
DK 01
DK 02
DK 03
DSN 01
DSN 02
DSN 03
5,50
1,51
1,93
1,24
2,47
1,93
4,22
2,35
2,33
2,82
2,13
2,31
2,12
1,92
2,75
3,37
3,21
8,31
4,72
5,32
4,23
7,86
3,18
4,72
7,10
2,61
4,30
7,38
Jumlah
34,78
69,06
Rata-rata
2,48
4,93

Berdasarkan data tersebut di atas dapat kita buat diagram pencar untuk menggambarkan bentuk hubungan antara BOD dan COD.
Kemudian untuk mengetahui hubungan antara BOD dan COD maka dilakukan analisa hubungan linear antara dua variable untuk mengetahui persamaan regresinya sebagai berikut:
Tabel 2. Hubungan antara BOD (X) dan COD (Y)

Berdasarkan Tabel 2, maka diketahui ∑Yi = 69,06;  Ӯ = 4,93; ∑Xi = 34,78 ; X = 2,48 ∑XiYi = 160,12; ∑Xi2 = 102,38; ∑xy = 68,51;  ∑yi2 = 391,10; ∑x2 = 15,98 dan n = 14.

B.       Persamaan Regresi : Y = a + b X
Langkah pertama kita menghitung besarnya b, dimana
a = Y – b X
a = 4,93 – (-0,72) (2,48)  = 6,71
Y = 6,71 – 0,72X

C.      Koefisien Korelasi (r)
Selanjutnya kita bisa mendapatkan koefisien korelasinya dengan menggunakan rumus:   
r =
∑xy
=
-11.45
=
-0.40
√∑x2 √∑y2
√15.98 √50.44

D.      Koefisien Determinasi (R)  
Setelah mendapatkan koefisien korelasi, kita melanjutkan dengan menghitung seberapa besar pengaruh BOD terhadap COD dengan menggunakan rumus;
R  =  r2
R  = (-0,40)2
R  = 0,16

E.       Analisis Keragaman
Untuk membandingkan pengaruh dari variable BOD terhadap COD, maka perlu dicari analisis keragaman (Analysis of variance) dengan membuat table ANOVA sebagai berikut:

Sumber Variasi
db
Jumlah Kuadrat (JK)
Kuadrat Tengah (KT)
F hitung
F tabel
5%
1%
Regresi
1
8,07
8,07
2,29
4,75
9,33
Residu
12
42,37
3,53



Total
13
50,44


























BAB III
PEMBAHASAN
            Berdasarkan visual dari diagram pencar yang dihasilkan, maka terlihat bahwa sebaran data BOD dan COD memiliki hubungan yang bersifat negatif, artinya besarnya nilai BOD mempengaruhi besarnya nilai COD, melalui persamaan regresi yang didapatkan yaitu Y = 6,71 – 0,72 X dimana penambahan 1 nilai X akan berakibat menurunkan nilai Y (5,99).
            Keeratan hubungan antara nilai BOD terhadap nilai COD termasuk kategori lemah, dengan r = -0,4 maka bisa dikatakan hubungan antara nilai BOD dengan nilai COD ini adalah negatif dan lemah. Bahkan seberapa besar pengaruh nilai BOD terhadap nilai COD juga sangat rendah ini terlihat dari nilai Koefisien Determinasi (R) yaitu 0, 16 yang artinya bahwa hanya 16% saja pengaruh yang disumbangkan oleh nilai BOD terhadap perubahan pada nilai COD. Sementara 84% - nya adalah sumbangan dari parameter-parameter lain. Hal ini sejalan dengan prakteknya dalam pengukuran BOD memerlukan kecermatan tertentu mengingat kondisi sampel atau perairan yang sangat bervariasi, sehingga kemungkinan diperlukan penetralan pH, pengenceran, aerasi, atau penambahan populasi bakteri.
Dalam pengukuran COD sendiri ternyata lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran BOD, karena menggunakan peralatan khusus reflux, penggunaan asam pekat, pemanasan, dan titrasi. Peralatan reflux diperlukan untuk menghindari berkurangnya air sampel karena pemanasan. Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel. Kelemahannya, senyawa kompleks anorganiknya yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De Santo, 1978), sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit ’over estimate’ untuk gambaran kandungan bahan organik.
Dari hasil analisis keragaman juga diperoleh nilai yang tidak beda nyata (Fhitung < Ftabel 5%). Ini menunjukkan bahwa antara nilai BOD dan COD sebenarnya cenderung tidak ada perbedaan yang signifikan. Kalaupun ada perbedaan nilai itu hanya sebagai gambaran besarnya bahan organik yang sulit diurai yang ada di perairan. Menurut Boyd (1990) bisa saja nilai BOD sama dengan nilai COD, tetapi BOD tidak bisa lebih besar dari COD. Jadi COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada.
Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang di dalamnya memuat baku mutu air tawar yang dibedakan dalam empat kelas. Juga telah ditetapkan baku mutu air laut melalui Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004. Di dalam baku mutu air tersebut, tercakup semua parameter yang digunakan dalam baku mutu air limbah, termasuk BOD dan COD.
Penggambaran nilai BOD dan COD dari hasil analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa dalam penilaian pencemaran jika bergantung pada kedua nilai ini, maka masih akan banyak kekurangan dalam penilaian pencemaran air terutama yang terdapat dalam baku mutu air. Nilai BOD dan COD akan sangat membantu penilaian terhadap pencemaran di lingkungan perairan jika juga ikut menyertakan parameter yang lain, karena dari keeratan hubungan antara nilai BOD dan COD yang lemah tadi mengindikasikan bahwa ada parameter lain juga yang mempengaruhi besar kecilnya nilai BOD dan COD. Bahkan dalam kondisi perairan yang nilai BOD dan COD-nya masih dalam nilai ambang batas (NAB) dari baku mutu air, belum juga dapat dikatakan bahwa perairan itu belum tercemar.
Meskipun ada kelemahan-kelemahan tersebut, BOD tetap digunakan sampai sekarang. Hal ini menurut Metcalf dan Eddy (1991) karena beberapa alasan, terutama dalam hubungannya dengan pengolahan air limbah, yaitu:
1)        BOD penting untuk mengetahui perkiraan jumlah oksigen yang akan diperlukan untuk menstabilkan bahan organik yang ada secara biologi
2)        Untuk mengetahui ukuran fasilitas unit pengolahan limbah
3)        Untuk mengukur efisiensi suatu proses perlakuan dalam pengolahan limbah
4)        Untuk mengetahui kesesuaiannya dengan batasan yang diperbolehkan bagi pembuangan air limbah
Selain itu dengan melakukan uji BOD secara apa adanya, yakni dengan tidak memperhatikan ada tidaknya kandungan bahan toksik, sedikit atau banyaknya kandungan bakteri, tetapi dengan tetap melakukan pengenceran atau aerasi bilamana diperlukan dan inkubasi pada suhu setara suhu perairan, maka akan diperoleh suatu nilai BOD yang akan memberikan gambaran kemampuan alami perairan dalam mendegradasi bahan organik yang dikandungnya. Dari nilai tersebut akan dapat dilihat apakah kemampuan perairan dalam mendegradasi bahan organik masih cukup baik atau sudah sangat rendah. Bila rendah, berarti kemampuan pulih diri ( self purification) perairan sudah sangat berkurang.













BAB IV
KESIMPULAN
Dari pemaparan dan hasil analisis data yang dilakukan terhadap sampel air dari DAS Kahayan di Kabupaten Gunung Mas untuk parameter BOD dan COD, maka didapatkan beberapa kesimpulan yaitu:
1.             Nilai BOD pada perairan di Sungai Kahayan Kabupaten Gunung Mas memiliki hubungan yang lemah dan negatif terhadap nilai COD-nya
2.             Pengaruh nilai BOD pada DAS Kahayan di Kabupaten Gunung Mas hanya 16% yang mempengaruhi nilai COD, sementara 84% adalah faktor lain yang dapat berupa parameter-parameter lain yang terkait dengan pencemaran perairan
3.             Tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai BOD dengan nilai COD















DAFTAR PUSTAKA


Boyd, C.E. 1990. Water quality in ponds for aquaculture. Alabama agricultural Experiment Station, Auburn University, Alabama. 482 p.

De Santo, R.S. 1978. Concepts of applied ecology. Heidelberg Science Library. Springer-Verlag, New York. 320 p.

Mays, L.W. 1996. Water resources handbook. McGraw-Hill. New York.

Metcalf and Eddy, Inc. 1991. Wastewater Engineering; treatment, disposal, reuse. 
                    McGraw-Hill, Inc. New York, Singapore.

Umaly, R. C. Dan Ma L.A. Cuvin. 1988. Limnology: Laboratory and field guide,
                     Physico-chemical factors, Biological factors. National Book Store, Inc.
                     Publishers. Metro Manila

Yustiawati, Syawal, M. S., Terashima, M., Kimura, T. and Tanaka, S., 2003.
                      Speciation Analysis of Mercury in River Water and Sediment in West-
                      Java and Central Kalimantan Indonesia. Dalam Annual Report for April
                      2003 – March 2004 on Environmental Conservation and Land Use
                      Management of Wetland Ecosystem in Southeast Asia. Graduate School    
                      of  Environmental Earth Science, Hokkaido University.


5 komentar:

  1. minta data diri untuk dijadikan daftar pustaka tentang makalah ini
    bisa kirim ke rizky.abdi@gmail.com
    terimakasih infonya dan bantuannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. data yang dimaksud apakah nama, kalau nama Goalter Zoko

      Hapus
  2. haduh nama asli penulis dong, infonya sangat bermanfaat tp sayang nanti di daftar pustaka saya nama Anda tidak tercantum,trimakasiih GBU

    BalasHapus
  3. Nama saya Goalter Zoko, S.P., M.Si

    BalasHapus
  4. Itu mengukur bod cod nya dimana ya, di lab mana ?

    BalasHapus