PENDAHULUAN
Data statistik BPS menunjukkan, salah satu sektor ekonomi yang tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi adalah sektor pertanian, karena dalam kondisi krisis seperti dewasa ini, sektor ini masih memberikan pertumbuhan yang positif.
Pertumbuhan nilai ekspor komoditi hasil sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif sebesar 0,22% ditahun1998. Sementara pertumbuhan sektor lain negatif, misalnya pertumbuhan sektor pertambangan dan migas negatif 4,16%, dan pertumbuhan sektor industri negatif 12,74%.
Pertumbuhan total pun mengalami penurunan menjadi menjadi 13,68% dalam sepuluh tahun terakhir ini, yang berarti telah terjadinya penurunan produksi total sebesar angka tersebut. Ini memberikan indikasi bahwa sektor pertanian memiliki kekenyalan dalam menghadapi masalah negasi pertumbuhan ekonomi.
Di samping memiliki kekenyalan sektor pertanian pun memberikan manfaat lain -yang lebih primer- di masa krisis ekonomi dewasa ini, yakni berpotensi untuk melepaskan diri dari beban impor untuk bahan pangan rakyat. Seperti telah diketahui bersama, pada masa lalu bahan pangan masih menjadi beban bagi devisa kita. Hal ini sangat ironis dengan identitas sebagai bangsa agraris.
Eksistensi sektor pertanian semakin kuat karena secara nasional krisis ekonomi telah menyebabkan terjadinya pergeseran struktur PDB. Sektor pertanian mengalami kenaikan perannya dari 16,01% menjadi 18,82%. Keadaan ini menjungkirbalikan struktur ekonomi karena dalam beberapa dasa warsa terakhir pertanian mengalami degradasi yang cukup signifikan dalam struktur ekonomi nasional. Maka dari uraian di atas, dapat disimpulkan perlunya reorientasi dalam prioritas pembangunan baik dalam tataran nasional maupun regional.
Pengembangan sektor pertanian termasuk pengembangan industri yang berbasis pertanian merupakan andalan potensial untuk membangkitkan dinamika ekonomi masyarakat di tengah keterpurukan ekonomi ekonomi yang tak terhingga dewasa ini.
Pengembangan sektor pertanian beserta program lanjutannya, dalam hal ini agroindustri, memiliki nilai strategis untuk keluar dari krisis ekonomi. Sekurang-kurangnya terdapat dua alasan penting, yakni: (a) membantu mengendalikan harga pangan dalam negeri serta berpotensi meningkatkan produksi substitusi impor melalui pengembangan secara intensif sekaligus dapat menghemat devisa, (b) sektor pertanian dan agro industri memiliki keuntungan komperatif yang dapat merangsang kelompok investor yang memiliki orientasi ekspor.
Untuk melaksanakan program pengembangan secara efektif sehubungan dengan kedua hal tersebut, dianggap perlu untuk menetapkan komoditas pertanian yang menjadi unggulan. Komoditas unggulan ditetapkan setelah mengkaji berbagai kelayakan baik yang bersifat teknis maupun ekonomi. Diharapkan dalam jangka waktu yang relatif pendek komoditas ini dapat memberikan hasil yang signifikan untuk memperbaiki kondisi kehidupan petani khususnya dan umumnya masyarakat yang terkait dengan jaringan bisnis komoditi ini.
Pertumbuhan nilai ekspor komoditi hasil sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif sebesar 0,22% ditahun1998. Sementara pertumbuhan sektor lain negatif, misalnya pertumbuhan sektor pertambangan dan migas negatif 4,16%, dan pertumbuhan sektor industri negatif 12,74%.
Pertumbuhan total pun mengalami penurunan menjadi menjadi 13,68% dalam sepuluh tahun terakhir ini, yang berarti telah terjadinya penurunan produksi total sebesar angka tersebut. Ini memberikan indikasi bahwa sektor pertanian memiliki kekenyalan dalam menghadapi masalah negasi pertumbuhan ekonomi.
Di samping memiliki kekenyalan sektor pertanian pun memberikan manfaat lain -yang lebih primer- di masa krisis ekonomi dewasa ini, yakni berpotensi untuk melepaskan diri dari beban impor untuk bahan pangan rakyat. Seperti telah diketahui bersama, pada masa lalu bahan pangan masih menjadi beban bagi devisa kita. Hal ini sangat ironis dengan identitas sebagai bangsa agraris.
Eksistensi sektor pertanian semakin kuat karena secara nasional krisis ekonomi telah menyebabkan terjadinya pergeseran struktur PDB. Sektor pertanian mengalami kenaikan perannya dari 16,01% menjadi 18,82%. Keadaan ini menjungkirbalikan struktur ekonomi karena dalam beberapa dasa warsa terakhir pertanian mengalami degradasi yang cukup signifikan dalam struktur ekonomi nasional. Maka dari uraian di atas, dapat disimpulkan perlunya reorientasi dalam prioritas pembangunan baik dalam tataran nasional maupun regional.
Pengembangan sektor pertanian termasuk pengembangan industri yang berbasis pertanian merupakan andalan potensial untuk membangkitkan dinamika ekonomi masyarakat di tengah keterpurukan ekonomi ekonomi yang tak terhingga dewasa ini.
Pengembangan sektor pertanian beserta program lanjutannya, dalam hal ini agroindustri, memiliki nilai strategis untuk keluar dari krisis ekonomi. Sekurang-kurangnya terdapat dua alasan penting, yakni: (a) membantu mengendalikan harga pangan dalam negeri serta berpotensi meningkatkan produksi substitusi impor melalui pengembangan secara intensif sekaligus dapat menghemat devisa, (b) sektor pertanian dan agro industri memiliki keuntungan komperatif yang dapat merangsang kelompok investor yang memiliki orientasi ekspor.
Untuk melaksanakan program pengembangan secara efektif sehubungan dengan kedua hal tersebut, dianggap perlu untuk menetapkan komoditas pertanian yang menjadi unggulan. Komoditas unggulan ditetapkan setelah mengkaji berbagai kelayakan baik yang bersifat teknis maupun ekonomi. Diharapkan dalam jangka waktu yang relatif pendek komoditas ini dapat memberikan hasil yang signifikan untuk memperbaiki kondisi kehidupan petani khususnya dan umumnya masyarakat yang terkait dengan jaringan bisnis komoditi ini.
PENGEMBANGAN PERTANIAN,
USAHATANI DAN PEMASARAN
HASIL PERTANIAN
USAHATANI DAN PEMASARAN
HASIL PERTANIAN
PENGEMBANGAN PERTANIAN
Dalam pengembangan sektor pertanian ke depan masih ditemui beberapa kendala, terutama dalam pengembangan sistem pertanian yang berbasiskan agribisnis dan agroindustri. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan pertanian khususnya petani skala kecil, antara lain: Pertama, lemahnya struktur permodalan dan akses terhadap sumber permodalan. Salah satu faktor produksi penting dalam usaha tani adalah modal. Besar-kecilnya skala usaha tani yang dilakukan tergantung dari pemilikan modal. Secara umum pemilikan modal petani masih relatif kecil, karena modal ini biasanya bersumber dari penyisihan pendapatan usaha tani sebelumnya. Untuk memodali usaha tani selanjutnya petani terpaksa memilih alternatif lain, yaitu meminjam uang pada orang lain yang lebih mampu (pedagang) atau segala kebutuhan usaha tani diambil dulu dari toko dengan perjanjian pembayarannya setelah panen. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan petani sering terjerat pada sistem pinjaman yang secara ekonomi merugikan pihak petani.
Kedua, ketersediaan lahan dan masalah kesuburan tanah. Kesuburan tanah sebagai faktor produksi utama dalam pertanian makin bermasalah. Permasalahannya bukan saja menyangkut makin terbatasnya lahan yang dapat dimanfaatkan petani, tetapi juga berkaitan dengan perubahan perilaku petani dalam berusaha tani. Dari sisi lain mengakibatkan terjadinya pembagian penggunaan tanah untuk berbagai subsektor pertanian yang dikembangkan oleh petani.
Ketiga, pengadaan dan penyaluran sarana produksi. Sarana produksi sangat diperlukan dalam proses produksi untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Pengadaan sarana produksi itu bukan hanya menyangkut ketersediaannya dalam jumlah yang cukup, tetapi yang lebih penting adalah jenis dan kualitasnya. Oleh karena itu pengadaan sarana produksi ini perlu direncanakan sedemikian rupa agar dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan dan dipergunakan pada waktu yang tepat.
Keempat, terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi. Usaha pertanian merupakan suatu proses yang memerlukan jangka waktu tertentu. Dalam proses tersebut akan terakumulasi berbagai faktor produksi dan sarana produksi yang merupakan faktor masukan produksi yang diperlukan dalam proses tersebut untuk mendapatkan keluaran yang diinginkan. Petani yang bertindak sebagai manajer dan pekerja pada usaha taninya haruslah memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan berbagai faktor masukan usaha tani, sehingga mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha yang dilakukan.
Kelima, lemahnya organisasi dan manajemen usaha tani. Organisasi merupakan wadah yang sangat penting dalam masyarakat, terutama kaitannya dengan penyampaian informasi (top down) dan panyaluran inspirasi (bottom up) para anggotanya. Dalam pertanian organisasi yang tidak kalah pentingnya adalah kelompok tani. Selama ini kelompok tani sudah terbukti menjadi wadah penggerak pengembangan pertanian di pedesaan. Hal ini dapat dilihat dari manfaat kelompok tani dalam hal memudahkan koordinasi, penyuluhan dan pemberian paket teknologi.
Keenam, kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia untuk sektor agribisnis. Petani merupakan sumberdaya manusia yang memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan suatu kegiatan usaha tani, karena petani merupakan pekerja dan sekaligus manajer dalam usaha tani itu sendiri.
Ada dua hal yang dapat dilihat berkaitan dengan sumberdaya manusia ini, yaitu jumlah yang tersedia dan kualitas sumberdaya manusia itu sendiri. Kedua hal ini sering dijadikan sebagai indikator dalam menilai permasalahan yang ada pada kegiatan pertanian. Guna mengatasi masalah pengembangan produk pertanian di pedesaan, maka program yang perlu dikembangkan berupa pengembangan komoditas unggulan dan andalan, peningkatan nilai tambah produk pertanian, pengembangan sistem pemasaran, penyediaan sarana pengangkutan dan penyebaran produk, pengembangan kemitraan dan penstruktur-ulangan sistem dan kelembagaan pertanian dan agroindustri, serta memberikan nilai tambah produk pertanian.
Pada dasarnya, nilai tambah bukan diukur dari apa yang sudah dilakukan termasuk segala biaya yang harus dikeluarkan, tetapi dari persepsi nilai pada konsumen. Oleh karena nilai tambah diukur dengan persepsi konsumen, maka peran pemasaran termasuk brand menjadi penting. Apabila persepsi lebih tinggi dapat diberikan melalui value creation dan dilengkapi dengan aplikasi pemasaran yang benar, maka agroindustri akan memberi sumbangan lebih besar (Azfa, 2005).
Pengembangan komoditas unggulan di daerah akan membuka peluang usaha bagi masyarakat terutama di pedesaan. Menurut Basri (2003), suatu peluang usaha akan menjadi sumber pendapatan yang memberikan tambahan penghasilan kepada masyarakat jika mampu menangkap peluang usaha yang potensial dikembangkan menjadi suatu kegiatan usaha yang nyata. Dengan demikian kemampuan masyarakat memanfaatkan peluang yang ada akan dipengaruhi oleh kemampuan masyarakat dalam menangkap peluang itu sendiri. Hal kedua adalah kemampuan mengorganisir sumberdaya yang dimiliki
sedemikian rupa sehingga peluang yang potensial menjadi usaha yang secara aktual dapat dioperasikan.
Menurut Bachrein (2006), untuk mendukung keberhasilan program pengembangan keaneka-ragaman komoditas di tingkat petani dengan pemilikan lahan sempit dan risiko relatif tinggi dalam usahatani, maka pemerintah daerah juga harus berupaya agar komoditas berpotensi untuk diunggulkan dapat menjadi komoditas unggulan dengan meningkatan pengkomersialan komoditas tersebut. Adapun peningkatan pengkomersialan dapat dilakukan melalui beberapa upaya, antara lain 1) peningkatan produktivitas dan kualitas hasil, 2) perluasan areal tanam disertai dengan anjuran penerapan teknologi khusus lokasi, 3) penerapan alat dan mesin pertanian khususnya untuk pengolahan hasil, dan 4) peningkatan promosi agar lebih dikenal oleh masyarakat.
USAHATANIKedua, ketersediaan lahan dan masalah kesuburan tanah. Kesuburan tanah sebagai faktor produksi utama dalam pertanian makin bermasalah. Permasalahannya bukan saja menyangkut makin terbatasnya lahan yang dapat dimanfaatkan petani, tetapi juga berkaitan dengan perubahan perilaku petani dalam berusaha tani. Dari sisi lain mengakibatkan terjadinya pembagian penggunaan tanah untuk berbagai subsektor pertanian yang dikembangkan oleh petani.
Ketiga, pengadaan dan penyaluran sarana produksi. Sarana produksi sangat diperlukan dalam proses produksi untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Pengadaan sarana produksi itu bukan hanya menyangkut ketersediaannya dalam jumlah yang cukup, tetapi yang lebih penting adalah jenis dan kualitasnya. Oleh karena itu pengadaan sarana produksi ini perlu direncanakan sedemikian rupa agar dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan dan dipergunakan pada waktu yang tepat.
Keempat, terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi. Usaha pertanian merupakan suatu proses yang memerlukan jangka waktu tertentu. Dalam proses tersebut akan terakumulasi berbagai faktor produksi dan sarana produksi yang merupakan faktor masukan produksi yang diperlukan dalam proses tersebut untuk mendapatkan keluaran yang diinginkan. Petani yang bertindak sebagai manajer dan pekerja pada usaha taninya haruslah memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan berbagai faktor masukan usaha tani, sehingga mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha yang dilakukan.
Kelima, lemahnya organisasi dan manajemen usaha tani. Organisasi merupakan wadah yang sangat penting dalam masyarakat, terutama kaitannya dengan penyampaian informasi (top down) dan panyaluran inspirasi (bottom up) para anggotanya. Dalam pertanian organisasi yang tidak kalah pentingnya adalah kelompok tani. Selama ini kelompok tani sudah terbukti menjadi wadah penggerak pengembangan pertanian di pedesaan. Hal ini dapat dilihat dari manfaat kelompok tani dalam hal memudahkan koordinasi, penyuluhan dan pemberian paket teknologi.
Keenam, kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia untuk sektor agribisnis. Petani merupakan sumberdaya manusia yang memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan suatu kegiatan usaha tani, karena petani merupakan pekerja dan sekaligus manajer dalam usaha tani itu sendiri.
Ada dua hal yang dapat dilihat berkaitan dengan sumberdaya manusia ini, yaitu jumlah yang tersedia dan kualitas sumberdaya manusia itu sendiri. Kedua hal ini sering dijadikan sebagai indikator dalam menilai permasalahan yang ada pada kegiatan pertanian. Guna mengatasi masalah pengembangan produk pertanian di pedesaan, maka program yang perlu dikembangkan berupa pengembangan komoditas unggulan dan andalan, peningkatan nilai tambah produk pertanian, pengembangan sistem pemasaran, penyediaan sarana pengangkutan dan penyebaran produk, pengembangan kemitraan dan penstruktur-ulangan sistem dan kelembagaan pertanian dan agroindustri, serta memberikan nilai tambah produk pertanian.
Pada dasarnya, nilai tambah bukan diukur dari apa yang sudah dilakukan termasuk segala biaya yang harus dikeluarkan, tetapi dari persepsi nilai pada konsumen. Oleh karena nilai tambah diukur dengan persepsi konsumen, maka peran pemasaran termasuk brand menjadi penting. Apabila persepsi lebih tinggi dapat diberikan melalui value creation dan dilengkapi dengan aplikasi pemasaran yang benar, maka agroindustri akan memberi sumbangan lebih besar (Azfa, 2005).
Pengembangan komoditas unggulan di daerah akan membuka peluang usaha bagi masyarakat terutama di pedesaan. Menurut Basri (2003), suatu peluang usaha akan menjadi sumber pendapatan yang memberikan tambahan penghasilan kepada masyarakat jika mampu menangkap peluang usaha yang potensial dikembangkan menjadi suatu kegiatan usaha yang nyata. Dengan demikian kemampuan masyarakat memanfaatkan peluang yang ada akan dipengaruhi oleh kemampuan masyarakat dalam menangkap peluang itu sendiri. Hal kedua adalah kemampuan mengorganisir sumberdaya yang dimiliki
sedemikian rupa sehingga peluang yang potensial menjadi usaha yang secara aktual dapat dioperasikan.
Menurut Bachrein (2006), untuk mendukung keberhasilan program pengembangan keaneka-ragaman komoditas di tingkat petani dengan pemilikan lahan sempit dan risiko relatif tinggi dalam usahatani, maka pemerintah daerah juga harus berupaya agar komoditas berpotensi untuk diunggulkan dapat menjadi komoditas unggulan dengan meningkatan pengkomersialan komoditas tersebut. Adapun peningkatan pengkomersialan dapat dilakukan melalui beberapa upaya, antara lain 1) peningkatan produktivitas dan kualitas hasil, 2) perluasan areal tanam disertai dengan anjuran penerapan teknologi khusus lokasi, 3) penerapan alat dan mesin pertanian khususnya untuk pengolahan hasil, dan 4) peningkatan promosi agar lebih dikenal oleh masyarakat.
Menurut Soekartawi (1995) bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Menurut Adiwilaga (1982), ilmu usahatani adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan orang melakukan pertanian dan permasalahan yang ditinjau secara khusus dari kedudukan pengusahanya sendiri atau Ilmu usahatani yaitu menyelidiki cara-cara seorang petani sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur dan menjalankan perusahaan itu.
Menurut Mosher (1968) usahatani adalah: suatu tempat atau sebagian dari permukaan bumi di mana pertanian diselenggarakan seorang petani tertentu, apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat pada tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan- perbaikan yang dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan sebagainya.
Menurut Kadarsan (1993), usahatani adalah suatu tempat dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan keterampilan dengan tujuan berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian.
Dapat disimpulkan bahwa Ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumber daya itu adalah lahan, tenaga kerja, modal danmanajemen.
Di Indonesia, usahatani dikategorikan sebagai usaha tani kecil karena mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
a. Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat
b. Mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah
c. Bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten
d. Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan lainnya
Soekartawi, 1986 pada seminar petani kecil di Jakarta pada tahun 1979 menetapkan bahwa petani kecil adalah:
a. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240 kg beras per kapita
b. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 ha lahan sawah di Jawa atau 0,5 ha di luar Jawa. Bila petani tersebut juga memiliki lahan tegal maka luasnya 0,5 ha di Jawa dan 1,0 ha di luar Jawa.
c. Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas.
d. Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamis.
Kesulitan utama dalam menganalisis perekonomian rumah tangga tani di negara berkembang seperti Indonesia karena a) Sifat dwifungsinya : produksi dan konsumsi yang kadang tidak terpisahkan.b) kuatnya peranan desa sebagai unit organisasisosialdanperekonomian.
Menurut Tohir (1983), tingkat pertumbuhan dan perkembangan usahatani dapat diukur dari berbagai aspek. Ciri-ciri daerah pertumbuhan dan perkembangan usaha tani yaitu:
Usaha pertanian atas dasar tujuan dan prinsip social ekonomi yang melekat padanya, usahatani digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:
- Usaha tani yang memiliki cirri-ciri ekonomis kapitalis
- Usaha tani yang memiliki dasar ekonomis-sosialis-komunistis
- Usaha tani yang memiliki cirri-ciri ekonomis
Tingkat pertumbuhan usaha tani berdasarkan teknik atau pengelolaan tanah
- Tingkat pertanian yang ditandai dengan pengelolaan tanah secara dicangkul (dipacul)
- Tingkat pertanian yang ditandai dengan pengelolaan tanah secara membajak
Berdasarkan kekuasaan badan-badan usahatani dalam masyarakat atas besar kecilnya kekuasaan, maka usahatani dapat kita golongkan sebagai berikut:
- Suku sebagai pengusaha atau yang berkuasa dalam pengelolaan usahatani
- Suku sudah banyak kehilangan kekuasaannya dan perseorangan nampak mulai memegang peranan dalam pengelolaan usahataninya
- Desa, marga, atau negari sebagai pengusaha usaha tani atau masih memiliki pengaruh dalam pengelolaan usahatani
- Famili sebagai pengusaha atau masih memiliki pengaruh dalam pengelolaan usahatani
- Perseorangan sebagai pengusaha tani
- Persekutuan adat sebagai pengusaha atau pembina usahatani
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan usahatani dapat dilihat dari
(a) kedudukan structural atau fungsi dari petani dalam usahatani dan
(b) kedudukan social ekonomi dari petani dalam masyarakat.
Pola usahatani terdapat dua macam pola usahatani, yaitu lahan basah atau sawah dan lahan kering. Ada beberapa sawah yang irigasinya dipengaruhi oleh sifat pengairannya, yaitu:
Sawah dengan pengairan teknis
Sawah dengan pengairan setengah teknis
Sawah dengan pengairan sederhana
Sawah dengan pengairan tadah hujan
Sawah pasang surut, umumnya di muara sungai
Tipe usahatani menunjukkan klasifikasi tanaman yang didasarkan pada macam dan cara penyusunan tanaman yang diusahakana. Macam tipe usahatani :
Usahatani padi
Usahatani palawija (serelia, umbi-umbian, jagung)
Usahatani sayuran
Cara penyusunan tanaman dikenal dengan dua cara yaitu usahatani monokultur, dimana hanya ada satu jenis tanaman. Cara ini biasanya dilakukan oleh petani sayuran yang memiliki lahan khusus. Cara lain adalah tanaman tumpangsari, dimana merupakan penanaman campuran dari dua atau lebih jenis sayuran dalam suatu luasan lahan. Prinsip tumpangsari lebih banyak menyangkut tanaman diantaranya:
Tanaman yang ditanam mempunyai umur yang tidak sama
Apabila umur hampir sama sebaiknya fase pertumbuhan berbeda
Terdapat perbedaan kebutuhan air, cahaya dan unsure hara
Memiliki perbedaan perakaran
Beberapa keuntungan dari pola tanam tumpangsari ini adalah sebagai berikut:
Mengurangi resiko kerugian yang disebabkan fluktuasi harga pertanian
Menekan biaya operasional seperti tenaga kerja dan pemeliharaan tanaman
Meningkatkan produktivitas sekaligus sifat tanah
Struktur usahatani menunjukkan bagaimana suatu komoditi diusahakan. Cara pengusahaan dapat dilakukan secara khusus (1 lokasi), tidak khusus (berganti-ganti lahan atau varietas tanaman) dan campuran (2 jenis atau lebih varietas tanaman, misal tumpangsari dan tumpang gilir). Ada pula yang disebut dengan “Mix Farming” yaitu manakala pilihannya antara dua komoditi yang berbeda polanya,misalnya hortikultura dan sapi perah. Pemilihan khusus atau tidak khusus ditentukan oleh:
a) Kondisi lahan
b) Musim/ iklim setempat
c) Pengairan
d) Kemiringan lahan
e) Kedalaman lahan
Corak usahatani berdasarkan tingkatan hasil pengelolaan usahatani ditentukan oleh berbagai kriteria antara lain:
Nilai umum, sikap dan motivasi
Tujuan produksi
Pengambilan keputusan
Tingkat teknologi
Derajat komersialisasi dari produksi usahatani
Derajat komersialisasi dari input usahatani
Proporsi penggunaan faktor produksi dan tingkat keuntungan
Pendayagunaan lembaga pelayanan pertanian setempat
Tersedianya sumber yang sudah digunakan dalam usahatani
Tingkat dan keadaan sumbangan pertanian dalam keseluruhan tingkat ekonomi
Bentuk usahatani dibedakan atas penguasaan faktor produksi oleh petani, yaitu faktor produksi dimiliki atau dikuasai oleh seseorang, maka hasilnya juga akan ditentukan oleh seseorang. Untuk faktor produksi dimiliki secara bersama, maka hasilnya digunakan dibagi berdasar kontribusi dari pencurahan faktor yang lain.
Menurut Mosher (1968) usahatani adalah: suatu tempat atau sebagian dari permukaan bumi di mana pertanian diselenggarakan seorang petani tertentu, apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat pada tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan- perbaikan yang dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan sebagainya.
Menurut Kadarsan (1993), usahatani adalah suatu tempat dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan keterampilan dengan tujuan berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian.
Dapat disimpulkan bahwa Ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumber daya itu adalah lahan, tenaga kerja, modal danmanajemen.
Di Indonesia, usahatani dikategorikan sebagai usaha tani kecil karena mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
a. Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat
b. Mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah
c. Bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten
d. Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan lainnya
Soekartawi, 1986 pada seminar petani kecil di Jakarta pada tahun 1979 menetapkan bahwa petani kecil adalah:
a. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240 kg beras per kapita
b. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 ha lahan sawah di Jawa atau 0,5 ha di luar Jawa. Bila petani tersebut juga memiliki lahan tegal maka luasnya 0,5 ha di Jawa dan 1,0 ha di luar Jawa.
c. Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas.
d. Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamis.
Kesulitan utama dalam menganalisis perekonomian rumah tangga tani di negara berkembang seperti Indonesia karena a) Sifat dwifungsinya : produksi dan konsumsi yang kadang tidak terpisahkan.b) kuatnya peranan desa sebagai unit organisasisosialdanperekonomian.
Menurut Tohir (1983), tingkat pertumbuhan dan perkembangan usahatani dapat diukur dari berbagai aspek. Ciri-ciri daerah pertumbuhan dan perkembangan usaha tani yaitu:
Usaha pertanian atas dasar tujuan dan prinsip social ekonomi yang melekat padanya, usahatani digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:
- Usaha tani yang memiliki cirri-ciri ekonomis kapitalis
- Usaha tani yang memiliki dasar ekonomis-sosialis-komunistis
- Usaha tani yang memiliki cirri-ciri ekonomis
Tingkat pertumbuhan usaha tani berdasarkan teknik atau pengelolaan tanah
- Tingkat pertanian yang ditandai dengan pengelolaan tanah secara dicangkul (dipacul)
- Tingkat pertanian yang ditandai dengan pengelolaan tanah secara membajak
Berdasarkan kekuasaan badan-badan usahatani dalam masyarakat atas besar kecilnya kekuasaan, maka usahatani dapat kita golongkan sebagai berikut:
- Suku sebagai pengusaha atau yang berkuasa dalam pengelolaan usahatani
- Suku sudah banyak kehilangan kekuasaannya dan perseorangan nampak mulai memegang peranan dalam pengelolaan usahataninya
- Desa, marga, atau negari sebagai pengusaha usaha tani atau masih memiliki pengaruh dalam pengelolaan usahatani
- Famili sebagai pengusaha atau masih memiliki pengaruh dalam pengelolaan usahatani
- Perseorangan sebagai pengusaha tani
- Persekutuan adat sebagai pengusaha atau pembina usahatani
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan usahatani dapat dilihat dari
(a) kedudukan structural atau fungsi dari petani dalam usahatani dan
(b) kedudukan social ekonomi dari petani dalam masyarakat.
Pola usahatani terdapat dua macam pola usahatani, yaitu lahan basah atau sawah dan lahan kering. Ada beberapa sawah yang irigasinya dipengaruhi oleh sifat pengairannya, yaitu:
Sawah dengan pengairan teknis
Sawah dengan pengairan setengah teknis
Sawah dengan pengairan sederhana
Sawah dengan pengairan tadah hujan
Sawah pasang surut, umumnya di muara sungai
Tipe usahatani menunjukkan klasifikasi tanaman yang didasarkan pada macam dan cara penyusunan tanaman yang diusahakana. Macam tipe usahatani :
Usahatani padi
Usahatani palawija (serelia, umbi-umbian, jagung)
Usahatani sayuran
Cara penyusunan tanaman dikenal dengan dua cara yaitu usahatani monokultur, dimana hanya ada satu jenis tanaman. Cara ini biasanya dilakukan oleh petani sayuran yang memiliki lahan khusus. Cara lain adalah tanaman tumpangsari, dimana merupakan penanaman campuran dari dua atau lebih jenis sayuran dalam suatu luasan lahan. Prinsip tumpangsari lebih banyak menyangkut tanaman diantaranya:
Tanaman yang ditanam mempunyai umur yang tidak sama
Apabila umur hampir sama sebaiknya fase pertumbuhan berbeda
Terdapat perbedaan kebutuhan air, cahaya dan unsure hara
Memiliki perbedaan perakaran
Beberapa keuntungan dari pola tanam tumpangsari ini adalah sebagai berikut:
Mengurangi resiko kerugian yang disebabkan fluktuasi harga pertanian
Menekan biaya operasional seperti tenaga kerja dan pemeliharaan tanaman
Meningkatkan produktivitas sekaligus sifat tanah
Struktur usahatani menunjukkan bagaimana suatu komoditi diusahakan. Cara pengusahaan dapat dilakukan secara khusus (1 lokasi), tidak khusus (berganti-ganti lahan atau varietas tanaman) dan campuran (2 jenis atau lebih varietas tanaman, misal tumpangsari dan tumpang gilir). Ada pula yang disebut dengan “Mix Farming” yaitu manakala pilihannya antara dua komoditi yang berbeda polanya,misalnya hortikultura dan sapi perah. Pemilihan khusus atau tidak khusus ditentukan oleh:
a) Kondisi lahan
b) Musim/ iklim setempat
c) Pengairan
d) Kemiringan lahan
e) Kedalaman lahan
Corak usahatani berdasarkan tingkatan hasil pengelolaan usahatani ditentukan oleh berbagai kriteria antara lain:
Nilai umum, sikap dan motivasi
Tujuan produksi
Pengambilan keputusan
Tingkat teknologi
Derajat komersialisasi dari produksi usahatani
Derajat komersialisasi dari input usahatani
Proporsi penggunaan faktor produksi dan tingkat keuntungan
Pendayagunaan lembaga pelayanan pertanian setempat
Tersedianya sumber yang sudah digunakan dalam usahatani
Tingkat dan keadaan sumbangan pertanian dalam keseluruhan tingkat ekonomi
Bentuk usahatani dibedakan atas penguasaan faktor produksi oleh petani, yaitu faktor produksi dimiliki atau dikuasai oleh seseorang, maka hasilnya juga akan ditentukan oleh seseorang. Untuk faktor produksi dimiliki secara bersama, maka hasilnya digunakan dibagi berdasar kontribusi dari pencurahan faktor yang lain.
PEMASARAN HASIL PERTANIAN
Pemasaran dalam kegiatan pertanian dianggap memainkan peran ganda. Peran pertama merupakan peralihan harga antara produsen dengan konsumen. Peran kedua adalah transmisi fisik dari titik produksi (petani atau produsen) ke tempat pembelian (konsumen). Namun untuk memainkan kedua peran tersebut petani menghadapi berbagai kendala untuk memasarkan produk pertanian, khususnya bagi petani berskala kecil. Masalah utama yang dihadapi pada pemasaran produk pertanian meliputi, antara lain:
1. Kesinambungan produksi
Salah satu penyebab timbulnya berbagai masalah pemasaran hasil petanian berhubungan dengan sifat dan ciri khas produk pertanian, yaitu: Pertama, volume produksi yang kecil karena diusahakan dengan skala usaha kecil (small scale farming). Pada umumnya petani melakukan kegiatan usaha tani dengan luas lahan yang sempit, yaitu kurang dari 0,5 ha. Di samping itu, teknologi yang digunakan masih sederhana dan belum dikelola secara intensif, sehingga produksinya belum optimal.
Kedua, produksi bersifat musiman sehingga hanya tersedia pada waktu-waktu tertentu. Kondisi tersebut mengakibatkan pada saat musim produksi yang dihasilkan melimpah sehingga harga jual produk tersebut cenderung menurun. Sebaliknya pada saat tidak musim produk yang tersedia terbatas dan harga jual melambung tinggi, sehingga pedagang-pedagang pengumpul harus menyediakan modal yang cukup besar untuk membeli produk tersebut. Bahkan pada saat-saat tertentu produk tersebut tidak tersedia sehingga perlu didatangkan dari daerah lain.
Ketiga, lokasi usaha tani yang terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam proses pengumpulan produksi. Hal ini disebabkan karena letak lokasi usaha tani antara satu petani dengan petani lain berjauhan dan mereka selalu berusaha untuk mencari lokasi penanaman yang sesuai dengan keadaan tanah dan iklim yang cocok untuk tanaman yang diusahakan. Kondisi tersebut menyulitkan pedagang pengumpul dalam hal pengumpulan dan pengangkutan, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan produk yang dihasilkan petani. Kondisi tersebut akan memperbesar biaya pemasaran;
Keempat, sifat produk pertanian yang mudah rusak, berat dan memerlukan banyak tempat. Hal ini menyebabkan ada pedagang-pedagang tertentu yang tidak mampu menjual produk pertanian, karena secara ekonomis lebih menguntungkan menjual produk industri (agroindustri).
2. Kurang memadainya pasar
Kurang memadainya pasar yang dimaksud berhubungan dengan cara penetapan harga dan pembayaran. Ada tiga cara penetapan harga jual produk
pertanian yaitu: sesuai dengan harga yang berlaku; tawar-menawar; dan borongan.
Pemasaran sesuai dengan harga yang berlaku tergantung pada penawaran dan permintaan yang mengikuti mekanisme pasar. Penetapan harga melalui tawar-menawar lebih bersifat kekeluargaan, apabila tercapai kesepakatan antara penjual dan pembeli maka transaksi terlaksana. Praktek pemasaran dengan cara borongan terjadi karena keadaan keuangan petani yang masih lemah. Cara ini terjadi melalui pedagang perantara.
Pedagang perantara ini membeli produk dengan jalan memberikan uang muka kepada petani. Hal ini dilakukan sebagai jaminan terhadap produk yang diingini pedagang bersangkutan, sehingga petani tidak berkesempatan untuk menjualnya kepada pedagang lain.
3. Panjangnya saluran pemasaran
Panjangnya saluran pemasaran menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan (marjin pemasaran yang tinggi) serta ada bagian yang dikeluarkan sebagai keuntungan pedagang. Hal tersebut cenderung memperkecil bagian yang diterima petani dan memperbesar biaya yang dibayarkan konsumen. Panjang pendeknya saluran pemasaran ditandai dengan jumlah pedagang perantara yang harus dilalui mulai dari petani sampai ke konsumen akhir.
4. Rendahnya kemampuan tawar-menawar
Kemampuan petani dalam penawaran produk yang dihasilkan masih terbatas karena keterbatasan modal yang dimiliki, sehingga ada kecenderungan produk-produk yang dihasilkan dijual dengan harga yang rendah. Berdasarkan keadaan tersebut, maka yang meraih keuntungan besar pada umumnya adalah pihak pedagang. Keterbatasan modal tersebut berhubungan dengan: Pertama, sikap mental petani yang suka mendapatkan pinjaman kepada tengkulak dan pedagang perantara. Hal ini menyebabkan tingkat ketergantungan petani yang
tinggi pada pedagang perantara, sehingga petani selalu berada dalam posisi yang lemah; Kedua, fasilitas perkreditan yang disediakan pemerintah belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Ada beberapa faktor yang menyebabkannya antara lain belum tahu tentang prosedur pinjaman, letak lembaga perkreditan yang jauh dari tempat tinggal, tidak mampu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Di samping itu khawatir terhadap risiko dan ketidakpastian selama proses produksi sehingga pada waktunya tidak mampu mengembalikan kredit. Ini menunjukkan pengetahuan dan pemahaman petani tentang masalah perkreditan masih terbatas, serta tingkat kepercayaan petani yang masih rendah.
5. Berfluktuasinya harga
Harga produksi hasil pertanian yang selalu berfluktuasi tergantung dari perubahan yang terjadi pada permintaan dan penawaran. Naik turunnya harga
dapat terjadi dalam jangka pendek yaitu per bulan, per minggu bahkan per hari
atau dapat pula terjadi dalam jangka panjang. Untuk komoditas pertanian yang cepat rusak seperti sayur-sayuran dan buah-buahan pengaruh perubahan permintaan pasar kadang-kadang sangat menyolok sekali sehingga harga yang berlaku berubah dengan cepat. Hal ini dapat diamati perubahan harga pasar yang berbeda pada pagi, siang dan sore hari. Pada saat musim produk melimpah harga rendah, sebaliknya pada saat tidak musim harga meningkat drastis. Keadaan tersebut menyebabkan petani sulit dalam melakukan perencanaan produksi, begitu juga dengan pedagang sulit dalam memperkirakan permintaan.
6. Kurang tersedianya informasi pasar
Informasi pasar merupakan faktor yang menentukan apa yang diproduksi, di mana, mengapa, bagaimana dan untuk siapa produk dijual dengan keuntungan terbaik. Oleh sebab itu informasi pasar yang tepat dapat mengurangi resiko usaha sehingga pedagang dapat beroperasi dengan margin pemasaran yang rendah dan memberikan keuntungan bagi pedagang itu sendiri, produsen dan konsumen. Keterbatasan informasi pasar terkait dengan letak lokasi usaha tani yang terpencil, pengetahuan dan kemampuan dalam menganalisis data yang masih kurang dan lain sebagainya. Di samping itu, dengan pendidikan formal masyarakat khususnya petani masih sangat rendah menyebabkan kemampuan untuk mencerna atau menganalisis sumber informasi sangat terbatas. Kondisi tersebut menyebabkan usaha tani dilakukan tanpa melalui perencanaan yang matang. Begitu pula pedagang tidak mengetahui kondisi pasar dengan baik, terutama kondisi makro.
7. Kurang jelasnya jaringan pemasaran
Produsen dan/atau pedagang dari daerah sulit untuk menembus jaringan pemasaran yang ada di daerah lain karena pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan pemasaran tersebut dan tempat kegiatan berlangsung tidak diketahui. Di samping itu, tidak diketahui pula aturan-aturan yang berlaku dalam sistem tersebut. Hal ini menyebabkan produksi yang dihasilkan mengalami hambatan dalam hal perluasan jaringan pemasaran. Pada umumnya suatu jaringan pemasaran yang ada antara produsen dan pedagang memiliki suatu kesepakatan yang membentuk suatu ikatan yang kuat. Kesepakatan tersebut merupakan suatu rahasia tidak tertulis yang sulit untuk diketahui oleh pihak lain.
8. Rendahnya kualitas produksi
Rendahnya kualitas produk yang dihasilkan karena penanganan yang dilakukan belum intensif. Masalah mutu ini timbul karena penanganan kegiatan mulai dari pra panen sampai dengan panen yang belum dilakukan dengan baik. Masalah mutu produk yang dihasilkan juga ditentukan pada kegiatan pasca panen, seperti melalui standarisasi dan grading. Standarisasi dapat memperlancar proses muat-bongkar dan menghemat ruangan. Grading dapat menghilangkan keperluan inspeksi, memudahkan perbandingan harga, mengurangi praktek kecurangan, dan mempercepat terjadinya proses jual beli. Dengan demikian kedua kegiatan tersebut dapat melindungi barang dari kerusakan, di samping itu juga mengurangi biaya angkut dan biaya penyimpanan. Namun demikian kedua kegiatan tersebut sulit dilakukan untuk produksi hasil pertanian yang cepat rusak. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi antara lain mutu produk dapat berubah setelah berada di tempat tujuan, susut dan/atau rusak karena pengangkutan, penanganan dan penyimpanan. Hal ini menyebabkan produk yang sebelumnya telah diklasifikasikan berdasarkan mutu tertentu sesuai dengan permintaan dapat berubah sehingga dapat saja ditolak atau dibeli dengan harga yang lebih murah.
9. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia
Masalah pemasaran yang tak kalah pentingnya adalah rendahnya mutu sumberdaya manusia, khususnya di daerah pedesaan. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini tidak pula didukung oleh fasilitas pelatihan yang memadai, sehingga penanganan produk mulai dari pra panen sampai ke pasca panen dan pemasaran tidak dilakukan dengan baik. Di samping itu, pembinaan petani selama ini lebih banyak kepada praktek budidaya dan belum mengarah kepada praktek pemasaran. Hal ini menyebabkan pengetahuan petani tentang
pemasaran tetap saja kuarang, sehingga subsistem pemasaran menjadi yang paling lemah dan perlu dibangun dalam sistem agribisnis (Syahza. A, 2002a). Kondisi yang hampir sama juga terjadi di perkotaan, yaitu kemampuan para pedagang perantara juga masih terbatas. Hal ini dapat diamati dari kemampuan melakukan negosiasi dengan mitra dagang dan mitra usaha yang bertaraf modern (swalayan, supermarket, restoran, hotel) masih langka. Padahal pasar modern merupakan peluang produk.
2.4. PARADIGMA BARU PEMASARAN PRODUK PERTANIAN
Untuk mengatasi masalah pemasaran produk pertanian yang dialami oleh petani, maka perlu dipikirkan paradigma baru dalam mengatasi masalah tersebut. Salah satu alternatif pemecahannya adalah memberdayakan lembaga ekonomi pedesaan yaitu koperasi.
Untuk mengembangkan usaha agribisnis skala kecil perlu dibentuk koperasi. Tanpa koperasi tidak mungkin agribisnis kecil dapat berkembang. Koperasi inilah yang akan berhubungan dengan pengusaha besar. Dari sisi lain Wijaya. S (2002) mengungkapkan, manfaat berkoperasi: 1) membantu meningkatkan standar sosial ekonomi di daerah dengan memanfaatkan potensi dan penyerapan tenaga kerja; 2) bermanfaat langsung, karena sesuai dengan kehidupan masyarakat pedesaan; dan 3) ekonomi pedesan bisa tumbuh karena koperasi berakar kuat di pedesaan.
Koperasi merupakan badan usaha di pedesaan dan pelaksana penuh subsistem agribisnis. Dari sisi lain koperasi juga merupakan pedagang perantara dari produk pertanian yang dihasilkan oleh anggotanya. Koperasi berfungsi sebagai lembaga pemasaran dari produk pertanian. Dalam koperasi dilakukan pengolahan hasil (sortiran, pengolahan, pengepakan, pemberian label, dan penyimpanan) sesuai dengan permintaan dan kebutuhan pasar.
Koperasi juga berperan sebagai media informasi pasar, apakah menyangkut dengan peluang pasar, perkembangan harga, dan daya beli pasar. Melalui informasi pasar koperasi harus dapat menciptakan peluang pasar produkproduk pertanian, sehingga petani tidak ragu untuk melakukan kegiatan usaha tani mereka karena ada jaminan dari koperasi bahwa produk mereka akan ditampung.
Kegiatan ini akan merangsang partisipasi anggota terhadap koperasi, yang pada hakikatnya terjadi kesinambungan usaha koperasi. Melalui koperasi masalah yang dihadapi oleh petani dapat teratasi. Paradigma baru pemasaran produk pertanian yang berbasis agribisnis dapat dilihat pada gambar peraga yang disajikan (Gambar 1). Investasi yang dilakukan oleh koperasi berupa transportasi, mesin pengolah produk pertanian (agroindustri) di pedesaan, mesin dan alat pertanian harus berupa penanaman modal atas nama anggota. Artinya setiap anggota mempunyai saham kepemilikan aset koperasi. Dengan demikian konsep agroestat di pedesaan dapat berkembang (Syahza. A, 2002b).
Koperasi juga berperan sebagai penyedia kredit yang diperoleh dari lembaga perkreditan dan pengusaha. Pemberian kredit ini didasarkan kepada bentuk usaha pertanian yang mengembangkan komoditi unggulan dan punya peluang pasar. Tingkat pengembalian kredit oleh petani dapat dilakukan melalui pemotongan penjualan hasil pertanian kepada koperasi. Kegiatan unit usaha ini akan menimbulkan multiplier effect ekonomi dalam kehidupan masyarakat. Pada hakikatnya agribisnis sebagai unit usaha dapat menciptakan peluang usaha dalam kegiatan ekonomi sehingga menyebabkan naiknya pendapatan mayarakat yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakatpedesaan.
Gambar 1. Aliran uang, barang dan jasa
Selain yang diungkapkan di atas, koperasi juga berfungsi sebagai:
Pertama, mencarikan alternatif pemecahan masalah pertanian seperti penyediaan kredit, pembentukan modal bersama melalui tabungan, penyediaan
sarana produksi, pengendalian hama terpadu, pelaku agroindustri, memasarkan produk pertanian dan sebagainya; Kedua, memberikan kemudahan berupa pelatihan dan pembinaan kepada petani dalam usaha-usaha yang dilakukannya; dan ketiga, petani perlu diorganisir untuk memperkuat posisi tawar-menawarnya dalam menghadapi persaingan dan melakukan kemitraan dengan pihak lain. Dalam era globalisasi pada saat ini dan masa-masa mendatang untuk
menyongsong liberalisasi perdagangan peranan pemerintah makin kecil, bahkan kebijaksanaan pajak impor dan subsidi akan dihapuskan bila sampai waktunya.
Dengan demikian peran serta pihak swasta, yaitu perusahaanperusahaan besar sangat diperlukan untuk mengisi dan melengkapi berbagai program pemerintah. Pihak pengusaha yang berada pada posisi yang kuat dapat membantu petani pada posisi yang lemah dalam bentuk jaringan kemitraan. Hubungan ini dapat memberikan keuntungan kepada petani, yaitu: Pertama, transfer teknologi dan penyediaan masukan sehingga petani mampu bersaing dengan produk lain yang dihasilkan dengan menggunakan masukan dan teknologi yang lebih unggul; Kedua, dapat memperoleh informasi dan peluang pasar secara cepat; Ketiga, dapat membuka akses terhadap modal dan pasar; dan keempat, adanya jaminan dan kepastian pasar bagi produk pertanian.
2.5. KAITAN USAHATANI DENGAN PEMASARAN
Dalam upaya penguatan ekonomi rakyat, industrialisasi pertanian merupakan syarat keharusan (necessary condition), yang menjamin iklim makro yang kondusif bagi pengembangan ekonomi rakyat yang sebagian besar berada pada kegiatan ekonomi berbasis pertanian.
Untuk penguatan ekonomi rakyat secara nyata, diperlukan syarat kecukupan (sufficient condition) berupa pengembangan organisasi bisnis petani yang dapat merebut nilai tambah yang tercipta pada setiap mata rantai ekonomi dalam industrialisasi pertanian (Saragih. B, 2001). Organisasi bisnis di pedesaan ini berfungsi sebagai lembaga pemasaran produk pertanian.
Sistem pemasaran pertanian merupakan satu kesatuan urutan lembaga-lembaga pemasaran. Tugasnya melakukan fungsi-fungsi pemasaran untuk memperlancar aliran produk pertanian dari produsen awal ke tangan konsumen akhir. Begitu pula sebaliknya memperlancar aliran uang, nilai produk yang tercipta oleh kegiatan produktif yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran, baik dari tangan konsumen akhir ke tangan produsen awal dalam suatu sistem komoditas (Gumbira. E. dan A. Harizt Intan, 2001).
Pengembangan agribisnis di daerah, pada umumnya juga ditentukan oleh akses pemasaran. Masalah pemasaran yang tak kalah pentingnya adalah rendahnya mutu sumberdaya manusia, khususnya di daerah pedesaan. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini tidak pula didukung oleh fasilitas pelatihan yang memadai, sehingga penanganan produk mulai dari pra panen sampai ke pasca panen dan pemasaran tidak dilakukan dengan baik.
Disamping itu, pembinaan petani selama ini lebih banyak kepada praktek budidaya dan belum mengarah kepada praktik pemasaran. Hal ini menyebabkan pengetahuan petani tentang pemasaran tetap saja kurang, sehingga subsistem pemasaran menjadi yang paling lemah dan perlu dibangun dalam sistem agribisnis (Syahza. A, 2004).
Biaya dalam cabang usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai disini merupakan pengeluaran dalam bentuk uang yang dikeluarkan oleh petani sendiri. Pengeluaran usahatani ini secara umum meliputi fixed cost atau biaya tetap dan variabel cost atau biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang sifatnya berubah sesuai dengan besarnya produksi. Biaya tetap terdiri dari pajak lahan, penyusutan alat, tenaga kerja keluarga dan sewa lahan. Sedangkan biaya variabel terdiri dari biaya sarana produksi dan upah tenaga kerja. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dibebankan kepada usahatani untuk penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat-alat pertanian dan biaya imbangan sewa lahan. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika sewa lahan dan nilai tenaga kerja dalam keluarga diperhitungkan. Ukuran yang sangat berguna untuk menilai penampilan usahatani kecil ialah penghasilan bersih usahatani. Angka ini diperoleh dari pendapatan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman jika petani tersebut meminjam modal dari pelepas uang. Apabila penghasilan bersih usahatani ditambah dengan pendapatan rumah tangga yang berasal dari luar usahatani, seperti upah, dalam bentuk uang atau benda, maka diperoleh penghasilan keluarga. Bila untuk keperluan perumusan kebijakan atau perencanaan diperlukan penilaian terhadap kemiskinan atau sebaran pendapatan, maka ini harus didasarkan kepada penghasilan keluarga.
Analisis efisiensi Revenue-Cost Ratio (R/C Ratio) atau imbangan Penerimaan dan biaya dihitung dengan cara membandingkan penerimaan total dengan biaya total. Apabila diperoleh nilai lebih dari satu berarti usahatani yang dilakukan efisien, tetapi bila diperoleh nilai kurang dari satu berarti yang dilakukan belum efisien.
Adanya perbedaan harga pada tingkat produsen dan konsumen disebabkan oleh adanya perbedaan kegiatan dari setiap lembaga pemasaran. Dampak dari adanya perbedaan pada setiap kegiatan menyebabkan biaya tataniaga dan keuntungan tataniaga yang didapat oleh masing-masing lembaga pemasaran menjadi berbeda. Agar lebih jelas gambaran mengenai marjin tataniaga dan nilai marjin tataniaganya maka dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Margin tataniaga
B/C Ratio, merupakan alat analisa untuk mengukur tingkat keuntungan teknologi baru di dalam proses produksi usahatani, dimana jika B/C ratio >0 maka usahatani menguntungkan, jika B/C ratio <0 maka usahatani tidak menguntungkan sementara dikatakan impas jika B/C ratio = 0 . R/C Ratio, merupakan alat analisa untuk mengukur biaya dari suatu produksi, dimana jika R/C ratio >0 maka usahatani layak dikembangkan, R/C ratio <0 maka usahatani tidak layak dikembangkan dan dikatakan impas jika R/C ratio = 0.
PROFIL
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
3.1. GAMBARAN UMUM WILAYAH
Berdasarkan letak wilayahnya, Propinsi Kalimantan Tengah secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, yaitu antara 0°45’ Lintang Utara -3°30’ Lintang Selatan dan 111°00’-116°00’ Bujur Timur. Wilayah ini berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat di sebelah Barat, Kalimantan Timur dan Barat di sebelah Utara, Kalimantan Selatan dan Timur di sebelah Timur, dan Laut Jawa di bagian sebelah Selatan.
Pembagian wilayah administrasi sejak tahun 2002, dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002, telah berlangsung pemekaran wilayah, yang semula 5 kabupaten ditambah 8 (delapan) Kabupaten baru, sehingga jumlahnya saat ini menjadi 13 Kabupaten dan satu Kota yaitu:
1. Kabupaten Murung Raya dengan ibukotanya Puruk Cahu.
2. Kabupaten Barito Timur dengan ibukotanya Tamiyang Layang
3. Kabupaten Pulang Pisau ibukotanya Pulang Pisau
4. Kabupaten Gunung Mas ibukotanya Kuala Kurun
5. Kabupaten Katingan ibukotanya Kasongan
6. Kabupaten Seruyan ibukotanya Kuala Pembuang
7. Kabupaten Sukamara ibukotanya Sukamara
8. Kabupaten Lamandau ibukotanya Nanga Bulik
9. Kabupaten Kotawaringin Barat ibukotanya Pangkalan Bun
10. Kabupaten Kotawaringin Timur ibukotanya Sampit
11. Kabupaten Kapuas ibukotanya Kuala Kapuas
12. Kabupaten Barito Selatan ibukotanya Buntok
13. Kabupaten Barito Utara ibukotanya Muara Teweh
14. Kota Palangka Raya
Batas pembagian wilayah administrasi tersaji pada Tabel 1 dan Gambar 3.
Gambar 3. Peta Wilayah Administrasi Prov. Kalteng
Tabel 1. Nama Kabupaten dan Kota berikut luas wilayah administrasi
No Kabupaten Luas
Wilayah
(Ha) Persentase Terhadap Luas Provinsi
1 Murung Raya 2.389.000 15,46
2 Barito Utara 999.000 6,46
3 Kotawaringin Timur 1.566.000 10,13
4 Katingan 1.994.000 12,9
5 Gunung Mas 1.032.000 6,68
6 Seruyan 1.660.000 10,74
7 Kotawaringin Barat 962.600 6,23
8 Kapuas 1.654.000 10,70
9 Lamandau 622.800 4,03
10 Barito Timur 266.300 1,72
11 Sukamara 335.800 2,17
12 Barito Selatan 692.000 4,48
13 Kodya Palangkaraya 247.000 1,60
14 Pulang Pisau 1.033.000 6,68
TOTAL 15.453.500 100,00
3.2. KEADAAN PERTANIAN
3.2.1. Bentuk Wilayah
Bentuk wilayah (landform)Kalimantan Tengah terbagi menjadi 7 grup yaitu Aluvial, Teras, Gambut, Marin, Karst, Intrusi, angkatan dan lipatan. Grup Aluvial terbagi menjadi sub grup yaitu jalur aliran sungai, dataran banjir, rawa belakang, dan lembah-lembah, sedangkan grup marin terbagi menjadi beting pantai dan dataran pasang surut.
Berdasarkan penampakan dari foto udara, wilayah Kalimantan Tengah terdiri atas daerah pantai dan rawa-rawa dengan ketinggian 0-50 m dari permukaan laut dan kemiringan 0% - 8%, daerah perbukitan dengan ketinggian 50-100 m dan kemiringan rata-rata 25%. Daerah pantai dan rawa terdapat di wilayah bagian selatan, sedangkan dataran dan perbukitan berada di wilayah bagian tengah dan pegunungan di bagian utara dan barat daya.
Hampir seluruh wilayah ini dialiri oleh sungai besar dan kecil yang mengalir dari utara ke selatan dengan bermuara di Laut Jawa. Terdapat 11 buah sungai besar yang berfungsi selain jalur transportasi dan lokasi permukiman, aliran sungai juga untuk kepentingan usaha pertanian.
Sistem jaringan hidrologi yang terbentuk dari sungai dan anak sungainya, banyak dimanfaatkan untuk berusaha tani padi dan hortikultura sayuran di wilayah bagian selatan yang banyak dipengaruhi pasang surut. Sistem irigasi pasang surut memanfaatkan aliran sungai untuk pengairan sawah yang diatur pergerakannya dengan menggunakan pintu-pintu air. Pada lahan kering, sungai-sungai ini banyak dimanfaatkan untuk kegiatan usaha perkebunan dan peternakan (penggembalaan).
Berdasarkan kemiringan lahannya, wilayah Kalimantan Tengah terbagi menjadi 4 bagian dengan masing-masing kelas kelerengan: < 8%, 8-15%, 15-40%, dan >40%. Berdasarkan kesesuaian lahannya, maka hanya maksimal kelerengan 40% yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian dan perkebunan, sementara kelerengan di atas 40% diarahkan untuk kehutanan.
Wilayah Kalimantan Tengah didominasi oleh kelas kelerengan <8% dengan luas 6.912.100 ha atau 45% dari seluruh luas wilayah.
3.2.2. Kondisi Iklim
Kalimantan Tengah beriklim tropis dengan suhu udara berkisar antara 21oC – 33oC, wilayah ini rata-rata mendapat penyinaran matahari lebih dari 50% sepanjang tahun. Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.732 mm dengan rata-rata hari hujan 120 hari. Bulan basah (BB) terjadi pada bulan Oktober hingga April dan bulan kering/lembab (BK) terjadi pada bulan Juni sampai September. Periode bulan basah berturut-turut (curah hujan <200 mm/bulan) berkisar antara 2-3 bulan. Menurut tipe hujan Schmidt dan Ferguson, maka Kalimantan Tengah termasuk tipe hujan A (10-12 BB dan 0-2 BK) sedangkan menurut penggolongan iklim Koppen tergolong dalam tipe iklim Afa yaitu tipe iklim tropis dengan suhu rata-rata tahunan pada bulan terdingin >18oC dan pada bulan terkering, curah hujan >600 mm/bulan. Berdasarkan klasifikasi zona agroklimat menurut Oldeman, zona A (10-12 BB, 0-2 BK), B1 (7-9 BB dan 0-1 BK), dan B2 (7-9 BB dan 2-3 BK) banyak mendominasi wilayah Kalimantan Tengah.
3.2.3. Tipologi Lahan dan Jenis Tanah
Wilayah Kalimantan Tengah secara umum dibagi menjadi 2 tipologi lahan yaitu tipologi lahan kering dengan luas mencapai 11.668.300 ha (77%) yang terdapat di bagian tengah dan utara berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat sedangkan tipologi lahan basah (rawa gambut dan pasang surut) dengan luas mencapai 3.575.800 ha (24%), umumnya menyebar ke selatan.
Kawasan-kawasan dengan tipologi lahan kering sebagian besar terdiri dari tanah-tanah tua dan telah mengalami pencucian yang tinggi serta diperberat dengan ketiadaan bahan pembaru seperti abu vulkan sehingga memiliki kesuburan yang rendah. Penciri lain dari lahan kering adalah peka erosi dan bersifat masam.
Kawasan lahan kering di Kalimantan sebelum dibuka, sebetulnya memiliki kesuburan yang cukup pada lapisan atasnya (topsoil)karena diperkaya dengan humus hasil dekomposisi dari vegetasi alami yang ada. Kesuburan lapisan tanah ini tidak mantap dan menurun dengan cepat bila dalam pengelolaan tanah dan tanaman tidak memperhatikan daur ulang bahan organik pada tahap pasca pembukaan hutan.
Kawasan dengan tipologi lahan kering sebaiknya diarahkan untuk tanaman keras maupun rumput ternak dan agroforestry atau wanatani. Untuk tipologi lahan basah diarahkan pada padi dan beberapa tanaman hortikultura.
Jenis-jenis tanah yang terdapat di Kalimantan Tengah terdapat 8 ordo yaitu Histosols, Entisols, Inceptisols, Mollisols, Ultisols, Alfisols, Spodosols dan Oxisols.
3.2.4. Penggunaan Lahan
Berdasarkan sistem pertaniannya, penggunaan lahan wilayah Kalimantan Tengah terdiri dari hutan, belukar, ladang dan kebun campuran, perkebunan, dan persawahan. Ladang, tegalan dan kebun campuran merupakan penggunaan lahan terletak di sepanjang jalur aliran sungai atau di sekitar permukiman. Ladang umumnya diusahakan secara periodik atau dengan rotasi tertentu (5 tahun sekali). Umumnya ladang ditanami dengan tanaman semusim secara tumpang sari seperti jagung, padi ladang, kacang-kacangan. Tegalan diusahakan secara terus-menerus dengan pola tanaman tertentu, di samping menanam tanaman pangan seperti jagung, padi, kacang-kacangan juga menanam karet dan buah-buahan.
Kebun campuran merupakan kebun yang ditanami berbagai macam tanaman buah-buahan dan tanaman tahunan seperti durian, rambutan, nangka, pisang, dan sebagainya.
Persawahan sendiri terdiri dari sawah pasang surut, sawah tadah hujan dan sawah irigasi sederhana. Umumnya lahan sawah ini ditanami hanya satu kali setahun dan sebagian palawija. Persawahan pasang surut terjadi akibat adanya desakan air pasang dari hilir ke hulu sungai. Penanaman padi bisa dilakukan dua kali setahun. Persawahan tadah hujan dan persawahan irigasi sederhana merupakan persawahan yang hanya mengandalkan air hujan pada waktu musim hujan dengan satu kali tanam setahun atau sebagian dengan palawija. Terdapat di sekitar pemukiman atau pada daerah perlembahan antar perbukitan. Penyebaran persawahan ini hampir merata di seluruh Kalimantan Tengah dengan luasan yang relatif masih sedikit.
USAHATANI DAN PEMASARAN
HASIL PERTANIAN
DI KALIMANTAN TENGAH
4.1. Kota Palangkaraya
Kota Palangka Raya atau Palangkaraya adalah sebuah kota sekaligus merupakan ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah.
Kota ini memiliki luas wilayah 2.678,51 km² dan berpenduduk sebanyak 220.223 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 62,89 jiwa tiap km² (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010). Sebelum otonomi daerah pada tahun 2001, Kota Palangka Raya hanya memiliki 2 kecamatan, yaitu: Pahandut dan Bukit Batu. Kini secara administratif, Kota Palangka Raya terdiri atas 5 kecamatan, yakni: Pahandut, Jekan Raya, Bukit Batu, Sebangau, dan Rakumpit.
Ditengah kota Palangka Raya dibelah oleh 1 buah sungai besar, yaitu Sungai Kahayan. Sebagai sarana transportasi dapat menggunakan kapal kecil, seperti jukung, getek dan kelotok. Juga terdapat 3 buah sungai buatan, yaitu Pangaringan I, Pangaringan II dan Pangaringan III.
Saat ini terdapat jalan darat antar provinsi yang menghubungkan antara kota Palangka Raya dengan kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, melalui jembatan Tumbang Nusa dan jembatan Barito yang dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 3-4 jam secara nyaman. Sedangkan jalan darat antar provinsi ke kota Pontianak, Kalimantan Barat, merupakan jalan rintisan melewati kabupaten Sukamara. Disamping itu jalan darat dengan 13 kabupaten di Kalimantan Tengah belum semuanya dapat dilalui dengan baik karena kondisi struktur tanah, kondisi jalan dan curah hujan.
Usahatani yang berkembang didominasi oleh jagung manis dan padi dengan sentranya di daerah Kalampangan. Berikut merupakan hasil analisis usahatani untuk dua komoditi yaitu padi dan jagung manis.
Tabel 2. Analisa usahatani Padi VUB Palangka Raya
Tabel 3. Analisa usahatani Jagung Manis di Palangka Raya
4.2. Kabupaten Pulang Pisau
Kabupaten Pulang Pisau adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah. Ibu kota kabupaten ini terletak di Pulang Pisau. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 8.977 km² dan berpenduduk sebanyak 119.630 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010). Semboyan kabupaten ini adalah "Handep Hapakat".
Kabupaten Pulang Pisau mempunyai wilayah seluas 8.997 km2 atau 899.700 ha (5.85% dari luas Kalimantan Tengah sebesar 153.564 km2). Kabupaten Pulang Pisau pada umumnya termasuk daerah beriklim tropis dan lembap. Temperatur berkisar antara 26,5–27,5 derajat Celcius dengan suhu udara rata-rata maksimum mencapai 32,5 derajat Celcius dan suhu udara rata-rata minimum 22,9 derajat Celcius. Kelembapan nisbi udara relatif tinggi dengan rata-rata tahunan di atas 80%.
Sebagai daerah yang beriklim tropis, wilayah Kabupaten Pulang Pisau rata-rata mendapat penyinaran matahari di atas 50%. Berdasarkan klasifikasi Oldeman (1975), tipe iklim di wilayah Kabupaten Pulang Pisau termasuk tipe iklim B1, yaitu wilayah dengan bulan basah terjadi antara 7–9 bulan (curah hujan di atas 200 mm/bulan) dan bulan kering (curah hujan kurang dari 100 mm/bulan) kurang dari 2 bulan. Hujan terjadi hampir sepanjang tahun dan curah hujan terbanyak jatuh pada bulan Oktober-Desember serta Januari-Maret yang berkisar antara 2.000–3.500 mm setiap tahun, sedangkan bulan kering jatuh pada bulan Juni–September.
Jenis tanah yang ada di wilayah Kabupaten Pulang Pisau juga mengikuti pola kondisi topografinya. Di bagian selatan jenis tanah yang dominan adalah tanah gambut dan tanah aluvial, terutama pada bagian selatan Kabupaten Pulang Pisau dengan kondisi drainase yang kurang bagus. Sedangkan jenis tanah yang ada di sebelah utara didominasi tanah podsol dan aluvial. Pada daerah-daerah pinggir sungai umumnya didominasi oleh tanah aluvial yang berasal dari endapan sungai.
Komoditi padi menjadi salah satu andalan kabupaten ini dalam usahatani khususnya tanaman pangan, berikut merupakan analisa usahatani padi.
Tabel 4. Analisa usahatani Padi di Pulang Pisau
4.3. Kabupaten Kapuas
Kabupaten Kapuas adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah. Ibukota kabupaten ini terletak di Kuala Kapuas. Terdiri dari 17 kecamatan dan berpenduduk 329.406 jiwa dengan klasifikasi 167.945 laki-laki dan 161.461 perempuan (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010).
Wilayah ini memiliki luas 14.999 km2 atau 1.499.900 ha dengan tingkat kepadatan penduduk 21,96 jiwa/km2.
Ibukota Kabupaten Kapuas adalah Kuala Kapuas. Kuala sendiri berarti delta. Kuala Kapuas adalah kota yang indah, karena berada pada tepi sungai pada simpang tiga. Ketiga sungai tersebut adalah Sungai Kapuas Murung dengan panjang 66,38 km, Sungai Kapuas dengan panjang 600,00 km dan Daerah Pantai/Pesisir Laut Jawa dengan panjang 189,85 km. Pada malam hari, lampu-lampu dari pemukiman penduduk di tepian sungai yang amat luas (lebar mencapai 2 km) berkerlap-kerlip dipantulkan oleh sungai disertai sapuan angin yang sejuk yang membawa nuansa magis.
Kota ini dibangun sejak lama sebelum adanya Palangka Raya, Ibukota Kalimantan Tengah. Kota ini berasal dari pelabuhan perdagangan skala kecil antar pulau dan antar daerah. Dewasa ini jalan lintas Kalimantan membuka isolasi Kabupaten Kapuas ke wilayah lainnya di Kalimantan. Pembangunan Kota Kuala Kapuas cukup intensif khususnya kawasan pemukiman dan wilayah kota baru yang mencakup gedung pemerintahan dan infrastruktur pendukung lainnya. Kuala Kapuas adalah pintu gerbang sisi selatan bagi Provinsi Kalimantan Tengah.
Kabupaten Kapuas pada umumnya termasuk daerah beriklim tropis dan lembap dengan temperatur berkisar antara 21-23 derajat Celcius dan maksimal mencapai 36 derajat Celcius. Intensitas penyinaran matahari selalu tinggi dan sumber daya air yang cukup banyak sehingga menyebabkan tingginya penguapan yang menimbulkan awan aktif/tebal. Curah hujan terbanyak jatuh pada bulan Maret, berkisar di antara 223-604 mm tiap tahun, sedangkan bulan kering/kemarau jatuh pada bulan Juli sampai dengan Desember.
Sektor pertanian dengan komoditi utama padi merupakan salah satu andalan kabupaten yang merupakan lumbung pangan Kalimantan Tengah ini. Tak kurang dari 65 persen produksi beras Kalimantan Tengah dipasok oleh Kabupaten Kapuas. Kabupaten ini memang didukung lahan pertanian seluas 76,80 ribu ha dari potensi lahan 277 ribu ha. Prospek perluasan areal persawahan di daerah ini masih terbuka lebar. Misalnya di Kecamatan Selat, Kapuas Hilir, Kapuas Murung, Pulau Petak, Basarang, Kapuas Barat dan Kecamatan Mantangai. Inilah kawasan yang termasuk dalam program Proyek Lahan Gambut Sejuta Hektar tempo dulu yang kini tengah dibangkitkan lagi.
Tabel 5. Analisa usahatani Padi Ciherang di Kapuas
Tabel 6. Analisa usahatani Inpara 3 di Kapuas
Tabel 7. Analisa usahatani Padi Siam Unus di Kapuas
Tabel 8. Analisa usahatani Padi Siam Karang Dukuh di Kapuas
Tabel 9. Analisa usahatani Padi Inpara 1 di Kapuas
Tabel 10. Analisa usahatani Jagung Manis di Kapuas
Tabel 11. Analisa usahatani Ubikayu di Kapuas
Tabel 12. Analisa usahatani Nenas di Kapuas
Tabel 13. Analisa usahatani Kedelai di Kapuas
4.4. Kabupaten Katingan
Kabupaten Katingan adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kasongan. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 17.800 km² dan berpenduduk sebanyak 141.205 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010). Semboyan kabupaten ini adalah "Penyang Hinje Simpei". Kabupaten ini terdiri dari 13 kecamatan.
Hingga tahun 2003, pemanfaatan lahan utama di Kabupaten Katingan terdiri dari perkampungan, industri, sawah, tanah kering, kebun campuran, perkebunan, hutan, hutan kosong dan rusak, perairan dan lainnya. Sekitar 60% wilayah Kabupaten Katingan masih berupa hutan belukar dan hutan lebat. Perkebunan menempati porsi terbesar nomor 2 (dua), yaitu sekitar 11% sehingga penggunaan lahan lainnya tidak sampai 10%. Lokasi pengembangan tambak seluas 2.000 ha di Kabupaten Katingan, yaitu di Kecamatan Katingan Kuala, termasuk dalam wilayah lahan hutan belukar (mangrove).
Tabel 14. Analisa usahatani benih sebar tanggu/duku
Tabel 15. Analisa usahatani Tanggu/duku benih pokok di Katingan
Tabel 16. Analisa usahatani Tanggu/duku benih dasar di Katingan
Tabel 17. Analisa usahatani Padi di Katingan
Tabel 18. Analisa usahatani Durian Benih Sebar di Katingan
Tabel 19. Analisa usahatani Durian Benih Pokok di Katingan
Tabel 20. Analisa usahatani Durian Benih Dasar di Katingan
4.5. Kabupaten Kotawaringin Timur
Kabupaten Kotawaringin Timur adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah. Ibu kota kabupaten ini terletak di Sampit. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 16.496 km² dan berpenduduk kurang lebih sebanyak 373.842 jiwa pada tahun 2010.
Wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur memiliki topografi yang bervariasi, pada ketinggian antara 0-60 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar merupakan dataran rendah yang meliputi bagian selatan sampai bagian tengah memanjang dari timur ke barat, sedangkan bagian utara merupakan dataran tinggi yang berbukit. Jenis tanah yang mendominasi wilayah ini adalah tanah jenis podsolik merah kuning, walaupun ada beberapa bagian juga ditemui jenis tanah lainnya seperti aluvial, organosol, litosol dan lain-lain.
Iklim merupakan salah satu pendukung dalam keberhasilan produksi, unsur-unsur iklim tersebut antara lain curah hujan, suhu dan kelembaban. Suhu rata-rata bulanan di Kabupaten Kotawaringin Timur diperkirakan berkisar antara 27 °C – 35 °C. Curah hujan per bulan di Sampit pada tahun (2007) berkisar antara 12 mm (bulan September) hingga 790 mm (April). Bulan-bulan kering di Sampit berkisar antara Juni hingga Oktober.
Tabel 21. Analisa usahatani Padi Sawah di Kotawaringin Timur
Tabel 22. Analisa usahatani Cabai Keriting Merah di Kotawaringin Timur
Tabel 23. Analisa usahatani Jagung Manis di Kotawaringin Timur
Tabel 24. Analisa usahatani Nenas di Kotawaringin Timur
4.6. Kabupaten Kotawaringin Barat
Kabupaten Kotawaringin Barat adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah. Ibu kota kabupaten ini terletak di Pangkalan Bun. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 10.759 km² dan berpenduduk sebanyak 235.274 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010). Semboyan kabupaten ini adalah Marunting Batu Aji yang artinya Menuju Kejayaan.
Kotawaringin Barat berasal dari Kata “Kutawaringin” dan "Barat". Kuta berarti Gapura, Waringin berarti Pohon Beringin yang bermakna Pengayoman, sedangkan Barat berasal dari pembagian tempat. Secara keseluruhan Kotawaringin Barat berarti “Gapura Pengayoman di Sebelah Barat”
Tabel 25. Analisa usahatani Padi Sawah di Kotawaringin Barat
Tabel 26. Analisa usahatani Cabai Keriting Merah di Kotawaringin Barat
Tabel 27. Analisa usahatani Jagung Hibrida di Kotawaringin Barat
4.7. Kabupaten Gunung Mas
Kabupaten Gunung Mas adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kapuas provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan UU Nomor 5 tahun 2002.
Motto kabupaten ini adalah "Habangkalan Penyang Karuhei Tatau", berasal dari bahasa Sangiang yang mempunyai arti Secara lengkap "Habangkalan Penyang Karuhei Tatau" berarti: Kumpulan, himpunan cita-cita yang menyatu atas dasar tekad dengan semangat yang tinggi dengan didasari agama dan keimanan dalam upaya bersama untuk membangun yang bertujuan mensejahterakan, membahagiakan dan kejayaan seluruh masyarakat di wilayah Kabupaten Gunung Mas.
Luas wilayah kabupaten Gunung Mas adalah 10.804 km² dan merupakan kabupaten terluas keenam dari 14 kabupaten yang ada di Kalimantan Tengah (7,04% dari luas Provinsi Kalimantan Tengah). Jumlah penduduk Kabupaten Gunung Mas sekitar 96.838 jiwa dengan klasifikasi 51.385 laki-laki dan 45.453 perempuan serta jumlah Rumah Tangga sebanyak 22.933 KK (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010). Wilayah Gunung Mas termasuk dataran tinggi yang memiliki potensi untuk dijadikan daerah perkebunan. Daerah utara merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian antara ± 100-500 meter dari permukaan air laut dan mempunyai tingkat kemiringan ± 8-15° serta mempunyai daerah pegunungan dengan tingkat kemiringan ± 15-25°. Pada daerah tersebut terdapat pegunungan Muller dan pegunungan Schwanner dengan puncak tertinggi (Bukit Raya) mencapai 2.278 meter dari permukaan laut. Bagian selatan terdiri dari dataran rendah dan rawa-rawa yang sering mengalami banjir pada musim hujan. Kabupaten Gunung Mas juga memiliki wilayah perairan yang meliputi danau, rawa-rawa dan terdapat 4 jalur sungai yang melintasi wilayah ini, yaitu:
• Sungai Manuhing dengan panjang ± 28,75 km
• Sungai Rungan dengan panjang ± 86,25 km
• Sungai Kahayan dengan panjang ± 600 km
• Sungai Miri
Tabel 28. Analisa usahatani Padi Ciherang di Gunung Mas
Tabel 29. Analisa usahatani Padi Ladang Garagai di Gunung Mas
Tabel 30. Analisa usahatani Jagung di Gunung Mas
Tabel 31. Analisa usahatani Kedelai Anjasmoro di Gunung Mas
4.8. Kabupaten Murung Raya
Kabupaten Murung Raya adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah. Ibu kota kabupaten ini terletak di Puruk Cahu. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Barito Utara pada tahun 2002 dengan luas wilayah 38.617 km².
Jumlah penduduk sebanyak 97.029 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010). Semboyan kabupaten ini adalah "Tira Tangka Balang".
Sebagian besar wilayahnya terletak pada ketinggian 100-200 m di atas permukaan laut dan sisanya pada ketinggian 400-500 m di atas permukaan laut. Potensi terbesar wilayah ini ada pada sektor kehutanan dan pertambangan. Sektor kehutanan sudah cukup lama turut menyumbang pemasukan bagi negara sedangkan sektor pertambangan seperti tambang emas juga memberi andil yang cukup besar. Tambang batu bara mulai diproduksi yang nantinya diharapkan akan dapat memberikan pemasukan yang cukup besar bagi negara dan daerah.
Kabupaten ini terdiri atas 10 kecamatan, 124 desa dan 9 kelurahan:
1. Murung
2. Tanah Siang
3. Laung Tuhup
4. Permata Intan
5. Sumber Barito
6. Sungai Babuat
7. Tanah Siang Selatan
8. Barito Tuhup Raya
9. Seribu Riam
10. Uut Murung
Tabel 32. Analisa usahatani Padi di Murung Raya
Tabel 33. Analisa usahatani Jagung di Murung Raya
Tabel 33. Analisa usahatani Kedelai di Murung Raya
Tabel 34. Analisa usahatani Kacang Tanah di Murung Raya
Tabel 35. Analisa usahatani Ubi Kayu di Murung Raya
4.9. Kabupaten Lamandau
Kabupaten Lamandau adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah. Ibu kota kabupaten ini terletak di Nanga Bulik. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 6.414 km² dan berpenduduk sebanyak 62.776 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010).
Lamandau adalah salah satu kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) berdasarkan UU No. 5 Tahun 2002, yang di resmikan pada tanggal 4 Agustus 2002 dengan ibukota Nanga Bulik. Kabupaten ini merupakan satu-satunya kabupaten pemekaran yang berawal dari sebuah kecamatan atau tidak melalui perubahan status Kabupaten Administratif. Keadaan topografi Kabupaten Lamandau terdiri dari rawa, dataran rendah, dataran tinggi dan perbukitan, juga dialiri oleh sungai-sungai besar maupun kecil yang menjadi urat nadi perekonomian di daerah ini.
Tabel 36. Analisa usahatani Padi Gogo di Lamandau
Tabel 37. Analisa usahatani Padi Sawah di Lamandau
Tabel 38. Analisa usahatani Jagung Komposit/lokal di Lamandau
Tabel 39. Analisa usahatani Kedelai di Lamandau
4.10. Kabupaten Barito Utara
Kabupaten Barito Utara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Muara Teweh. Kabupaten ini berdiri pada tanggal 29 Juni 1950. Semboyan kabupaten ini adalah "Iya Mulik Bengkang Turan".
Wilayah Barito Utara meliputi pedalaman daerah aliran Sungai Barito yang terletak pada ketinggian sekitar 200-1.730 m dari permukaan laut. Bagian selatan merupakan dataran rendah dan bagian utara merupakan dataran tinggi dan pegunungan.
Jumlah penduduk Kabupaten Barito Utara sekitar 120.607 jiwa dengan klasifikasi 62.439 laki-laki dan 58.168 perempuan serta jumlah Rumah Tangga sebanyak 30.445 KK (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010).
Kabupaten ini terdiri atas 6 kecamatan, 93 desa dan 10 kelurahan, yaitu:
1. Gunung Purei
2. Gunung Timang
3. Lahei
4. Montalat
5. Teweh Tengah
6. Teweh Timur
Potensi terbesar kawasan ini ada pada sektor kehutanan, pertambangan (batubara dan emas), sedangkan untuk sektor perkebunan adalah kelapa sawit dan karet. Sektor kehutanan dan perkebunan karet sudah cukup lama turut menyumbang pemasukan bagi negara sedangkan sektor pertambangan seperti tambang emas juga memberi andil yang cukup besar. Tambang batu bara dan perkebunan kelapa sawit saat ini sudah mulai berproduksi yang nantinya diharapkan dapat memberikan pemasukan yang cukup besar bagi negara dan daerah.
Tabel 40. Analisa usahatani Padi di Barito Utara
Tabel 41. Analisa usahatani Jagung di Barito Utara
Tabel 42. Analisa usahatani Kedelai di Barito Utara
4.11. Kabupaten Barito Selatan
Kabupaten Barito Selatan adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah. Ibu kota kabupaten ini terletak di Buntok. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 12.664 km² dan berpenduduk kurang lebih sebanyak 123.796 jiwa.
Motto kabupaten ini adalah "Dahani dahanai tuntung tulus". Jumlah penduduk Kabupaten Barito Selatan dengan klasifikasi 62.990 laki-laki dan 60.806 perempuan serta jumlah Rumah Tangga sebanyak 31.459 KK (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010). Kabupaten Barito Selatan mempunyai 6 kecamatan, yaitu:
1. Dusun Selatan
2. Dusun Utara
3. Karau Kuala
4. Gunung Bintang Awai
5. Jenamas
6. Dusun Hilir
Tabel 43. Analisa usahatani Padi di Barito Selatan
4.12. Kabupaten Barito Timur
Kabupaten Barito Timur adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia yang beribu kota di Tamiang Layang. Barito Timur adalah nama yang secara resmi ditetapkan bagi daerah ini setelah terbentuk menjadi kabupaten otonom sejak tahun 2002.
Sebelumnya, daerah ini masih bergabung dengan Kabupaten Barito Selatan. Barito Selatan dikenal dengan nama Barito Hilir untuk wilayah dengan luas 8.287,57 km² sepanjang kiri dan kanan aliran Sungai Barito dan untuk Barito Timur dengan luas 3.013 km² yang meliputi daratan sebelah timur Sungai Barito. Seiring dengan semangat otonomi daerah, maka masyarakat Barito Timur mengusulkan dibentuknya kembali Kabupaten Barito Timur.
Berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan pada waktu itu, Wilayah Barito Hilir dan Barito Timur adalah Wilayah Kewedanaan dari Kabupaten Barito yang pusat pemerintahannya berkedudukan di Muara Teweh.
Kedua wilayah Kewedanaan tersebut adalah :
• Kewedanaan Barito Hilir dengan ibu kotanya Buntok
• Kewedanaan Barito Timur dengan ibu kotanya Tamiang Layang
Jumlah penduduk Kabupaten Barito Timur sekitar 96.820 jiwa dengan klasifikasi 49.845 laki-laki dan 46.975 perempuan serta jumlah Rumah Tangga sebanyak 25.697 KK (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010). Wilayah Kabupaten Barito Timur dibagi menjadi 10 kecamatan, yaitu:
1. Awang
2. Benua Lima
3. Dusun Tengah
4. Dusun Timur
5. Karusen Janang
6. Paju Epat
7. Paku
8. Patangkep Tutui
9. Pematang Karau
10. Raren Batuah
Tabel 44. Analisa usahatani Padi di Barito Timur
Tabel 45. Analisa usahatani Jagung di Barito Timur
Tabel 46. Analisa usahatani Kedelai di Barito Timur
Tabel 47. Analisa usahatani Kacang Tanah di Barito Timur
Tabel 48. Analisa usahatani Kacang Hijau di Barito Timur
Tabel 49. Analisa usahatani Ubi Kayu di Barito Timur
Tabel 50. Analisa usahatani Ubi Jalar di Barito Timur
4.13. Kabupaten Sukamara
Kabupaten Sukamara adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah. Ibu kota kabupaten ini terletak di Sukamara. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 3.827 km² dan berpenduduk sebanyak 44.838 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010).
Kabupaten Sukamara dapat dikatakan termasuk daerah rendah dengan ketinggian berkisar antara 0-100 m serta kemiringan 0-15 derajat. Sebagian besar wilayahnya berada disekitar laut dan sungai. Terdapat 2 Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Jelai sepanjang 200 km dan DAS Maram.
Kabupaten Sukamara termasuk yang paling sedikit jumlah penduduknya di Provinsi Kalimantan Tengah. Dengan luas wilayah 3.827 km², jumlah penduduknya hanya 44.838 jiwa atau kepadatan hanya 11 jiwa/km2.
Komoditi pertanian unggulan daerah ini adalah padi, palawija dan hortikultura. Sementara untuk usaha perkebunan adalah kelapa sawit dan karet. Potensi perkebunan daerah ini masih cukup besar dan terbuka bagi investor. Disamping itu potensi usaha budidaya perikanan masih tersedia 19 ribu ha dan tambak udang bandeng 13 ribu ha (yang telah digarap baru 913 ha). Sedangkan hasil pertambangan terutama adalah batu kecubung, pasir kuarsa yang berkadar 98% sebagai bahan baku industri gelas dan kaca yang terdapat di Kecamatan Jelai dengan total cadangan yang diperkirakan mencapai 1.191.840.000 m³. Berdasarkan Perda No.2/2006, Kabupaten Sukamara terdiri dari lima buah kecamatan, yaitu:
1. Kecamatan Balai Riam, memiliki 8 desa.
2. Kecamatan Jelai, memiliki 5 desa.
3. Kecamatan Pantai Lunci, memiliki 4 desa.
4. Kecamatan Permata Kecubung, memiliki 7 desa.
5. Kecamatan Sukamara, memiliki 8 desa.
Tabel 51. Analisa usahatani Jeruk di Sukamara
Tabel 52. Analisa usahatani Padi di Sukamara
4.13. Kabupaten Seruyan
Kabupaten Seruyan adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kuala Pembuang. Luas lahan pertanian secara keseluruhan di Kabupaten Seruyan adalah 104.981 Ha, yang terdiri dari :
Ø Lahan pasang surut 1.744 Ha
Ø Lahan rawa dan lebak 63.677 Ha
Ø Lahan kering 35.196 Ha; dan
Ø Lahan huma 4.364 Ha
Untuk komoditi buah-buahan di Kabupaten Seruyan cukup beragam seperti sawo, pepaya, pisang, nanas, cimpedak, macam-macam jambu mente, rambutan, durian, jeruk, sukun, dan duku.
Tabel 53. Analisa usahatani Padi Sawah di Seruyan
Tabel 54. Analisa usahatani Jagung Hibrida di Seruyan
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan paparan yang sudah terdapat di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan:
a. Dari 14 Kabupaten/kota yang terdapat di Kalimantan Tengah terlihat bahwa setiap daerah memiliki keunikan tersendiri dalam pengembangan komoditi unggulan daerah.
b. Semua usahatani yang dilakukan di 14 Kabupaten/kota memperlihatkan usahatani sudah menguntungkan hal ini ditunjukkan dengan nilai B/C ratio yang semuanya di atas 0.
c. Untuk kelayakan usahatani terlihat semua usahatani di 14 Kabupaten/kota layak untuk dikembangkan karena nilai R/C ratio > 0.
d. Perbedaan nilai B/C ratio serta R/C ratio antar daerah dipengaruhi oleh input yang diberikan karena karakteristik lahan yang berbeda kesuburannya berakibat adanya perbedaan output yang dihasilkan. Selain itu faktor tenaga kerja juga berbeda antar satu daerah hal ini bisa dilihat dalam satuan HOK antar kabupaten/kota yang menunjukkan adanya perbedaan satuan HOK setiap daerah.
5.2. SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas terlihat bahwa untuk wilayah Kalimantan Tengah memiliki komoditi unggulan daerah serta karakteristik wilayah yang berbeda. Melihat kondisi ini, maka dapatlah diberikan beberapa masukan sebagai saran yaitu:
a. Pengembangan usahatani terutama tanaman pangan dan hortikultura agar lebih difokuskan pada komoditi unggulan daerah karena secara teknis masyarakat sudah terbiasa dengan komoditi tersebut.
b. Karakteristik wilayah yang berbeda merupakan indikator yang juga bisa dipakai untuk menentukan kebijakan pembangunan pertanian di daerah tersebut tanpa harus dilakukan pemaksaan komoditi tertentu.
c. Kelayakan usahatani yang ada di Kalimantan Tengah merupakan salah satu bukti bahwa sektor pertanian masih dapat diandalkan sebagai alternatif lapangan pekerjaan yang menjanjikan, untuk itu sudah waktunya diimbangi dengan pelatihan kewirausahaan tanpa mengurangi pelatihan teknis budidaya.
d. Perkembangan pemasaran komoditi pertanian sangat fluktuatif sehingga perlu terus dilakukan pendataan analisa usahatani dan biaya pemasaran hasil di setiap kabupaten/kota tiap tahun sehingga dihasilkan database yang bisa memperlihatkan trend usahatani dan pemasaran di Kalimantan Tengah.
RUJUKAN
Azfa, M. (2005). Strategi Pemberdayaan Industri Kecil Berbasis Agroindustri di
Pedesaan.(On-line).http://www.bung-hatta.info/content.php?article.91. Diakses 31 Nopember 2011.
Bachrein, S. 2006. Penetapan Komoditas Unggulan Propinsi. (On-line). http://bp2tp.litbang.deptan.go.id/file/wp04_06_sinkom.pdf. Diakses 25 Oktober 2011.
Badan Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah. 2009. Potensi Pengembangan Wilayah untuk Pertanian, Perkebunan, Hortikultura, dan Peternakan di Kalimantan Tengah
Basri, Y.Z., (2003). Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, dalam Usahawan Indonesia, No. 03/TH XXXII Maret 2003: Lembaga Manajemen FE UI, Jakarta, halaman 49-55.
EDCELftAoJ:www.bni.co.id/Document/16%2520Agribisnis.pdf+Economic + Review+Jurnal,+Gumbira&hl=id&ct=clnk&cd= 1&gl=id, diakses pada 11 Desember 2011.
Gumbira. E. dan A. Harizt Intan, (2001), Manajemen agribinis, Jakarta, Penerbit Ghalia Indonesia.
Gumbira.E. dan L. Febriyanti. (2005). Prospek dan Tantangan Agribisnis Indonesia. Economic Review Journal 200. (On-line). http://209.85.135.104/search?q=cache:3-
id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Barito Selatan
id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Barito Timur
id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Barito Utara
id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Gunung Mas
id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kapuas
id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Katingan
id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_ Kotawaringin Barat
id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_ Kotawaringin Timur
id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lamandau
id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Murung Raya
id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Pulang Pisau
id.wikipedia.org/wiki/Kota_Palangka Raya
id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Seruyan
id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sukamara
Syahza. A, (2002a). Potensi Pengembangan Desa Tertinggal dan Mobilitas Penduduk di Kabupaten Bengkalis Riau, dalam Kependudukan, Vol 4 No 2, Juli 2002, Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Penelitian Unpad, Bandung. Hal 136-149.
Syahza. A,, (2002b). Potensi Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Daerah Riau, dalam Usahawan Indonesia, No. 04/TH XXXI April 2002, Lembaga Manajemen FE UI, Jakarta. Halaman 45-51.
Syahza. A,, (2003). Analisis Ekonomi Usahatani Hortikultura Sebagai Komoditi Unggulan Agribisnis Di Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. Perspektif VIII(01):101-112.
Syahza. A., (2004). Kelapa Sawit dan Kesejahteraan Petani di Pedesaan, dalam Perspektif, Vol 9 No 2, Desember 2004, hal 95-103. FE Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Syahza. A,, (2007). Model Pemberdayaan Masyarakat Dalam Upaya Percepatan Pembangunan Ekonomi Pedesaan Berbasis Agribisnis Di Daerah Riau, Lembaga Penelitian Universitas Riau, Pekanbaru.
Saragih. B, (2001), Agribisnis: Paradigma baru pembangunan ekonomi berbasis pertanian, Bogor, Yayasan USESE.
Suyono. H. (2007). Gerakan Nasional Pemberdayaan Masyarakat. (On-line). http://www.hupelita.com/baca.php?id=27511, diakses pada 31 Desember 2011
Wijaya. S. (2002), Membangun Koperasi dari Mimpi Buruknya, dalam Usahawan Indonesia XXXI (07):28-34.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar