Senin, 14 Januari 2013

PERTANIAN INDONESIA 2013

Memasuki tahun yang baru tahun yang dikatakan banyak orang merupakan tahun yang sarat politisisasi karena di sebagian besar daerah terjadi PILKADA yang juga merupakan momentum untuk PEMILU 2014. Tapi terlepas dengan prediksi yang disampaikan banyak orang, maka mari kita melihat secara sepintas dan dalam cuplikan yang kecil untuk dunia Pertanian Indonesia sendiri.
Pembangunan pertanian di Indonesia dengan prinsip kemandirian dan berkelanjutan senantiasa harus diwujudkan dari waktu ke waktu, sebagai prasyarat bagi keberlanjutan eksistensi bangsa dalam mengatasi ancaman kelangkaan pangan dunia yang dampaknya semakin terlihat nyata. Berkaca dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Vladivostok, Rusia, 8-9 September lalu, yang mengangkat tema ancaman krisis pangan global, perhatian terhadap masalah krisis pangan harus lebih ditingkatkan.
Tema krisis pangan kembali mengemuka setelah jumlah penduduk dunia diperkirakan akan melonjak menjadi 9 miliar pada tahun 2050, naik sebelumnya 7 miliar pada tahun 2011. Perhatian terhadap masalah tersebut semakin bertambah menguat akibat ancaman krisis pangan kini semakin membesar, terutama setelah Organisasi Pangan dan Pertanian pada Agustus lalu mengeluarkan laporan kenaikan harga-harga pangan dan Departemen Pertanian Amerika Serikat kembali merevisi angka estimasi penurunan produksi pangan, terutama biji-bijian. Bahkan, FAO secara serius mengingatkan Indonesia tentang ancaman krisis pangan ini.
Laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menyebutkan bahwa kenaikan harga pangan biji-bijian dunia telah mencapai 17 persen (38 poin dalam indeks harga) dibandingkan dengan harga bulan Juni 2012. Departemen Pertanian AS (USDA) juga telah merevisi estimasi produksi jagung, yang diperkirakan menurun 17 persen pada Agustus 2012 karena kekeringan yang sangat dahsyat. Harga jagung di tingkat internasional juga telah meningkat sampai 23 persen. Bahkan, kenaikan harga jagung tercatat 46 persen jika dibandingkan dengan harga pada Mei 2012. Kenaikan harga jagung masih akan terus berlangsung karena sekitar 42 persen jagung dunia dihasilkan oleh AS, terutama di daerah Midwest, yang kini bermasalah karena kekeringan hebat.
Kekeringan hebat yang melanda Rusia, sebagai salah satu produsen gandum dunia, sehingga telah menaikkan harga gandum sampai 19 persen. Stok gandum dunia diperkirakan menurun menjadi 179 juta ton sehingga volume yang diperdagangkan pun akan menurun, yang akan mengerek harga gandum lebih tinggi lagi. Dengan ketergantungan 100 persen pada gandum impor, dan total impor gandum Indonesia yang mencapai 6,6 juta ton (naik 6,2 persen), kenaikan harga tepung terigu di dalam negeri akan memiliki dampak berantai yang pasti berpengaruh terhadap kinerja sektor riil di Indonesia.
Tingkat produksi Rusia pada tahun 2012 diperkirakan angkanya akan mencapai 70-75 juta ton gandum dibandingkan pada tahun sebelumnya sebesar 94 juta ton. Kondisi ini ternyata mengindikasikan bahwa krisis pangan kini telah menjadi ancaman serius bagi sebagian besar penduduk dunia.
Indonesia sebenarnya memiliki pengalaman yang baik dalam merumuskan respons kebijakan dalam meredam dampak krisis pangan global 2008-2009. Kebetulan juga musim hujan cukup bersahabat sehingga produksi beras, sebagai pangan pokok, juga meningkat bahkan di atas 6 persen. Perum Bulog juga mampu melakukan manajemen logistik beras dan penyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin). Kini, musim hujan di Indonesia diperkirakan masih akan terlambat sehingga kinerja produksi pangan tak sebaik tahun 2008-2009.
Secara hakikat, sejarah tak akan pernah dapat diulang secara sama persis sehingga respons kebijakan yang harus segera diambil pemerintah juga perlu lebih inovatif. Benar bahwa Kementerian Pertanian telah melakukan rapat koordinasi dengan seluruh kepala dinas pertanian. Begitu pula konsep dan strategi telah disusun dengan sejumlah perencanaan akan menambah jumlah anggaran produksi pangan, membuka akses pada daerah-daerah yang terisolasi, serta meningkatkan pendapatan para petani. Namun langkah nyata dan pelaksanaan kebijakan di tingkat lapangan sangat ditunggu segera karena ancaman krisis pangan tidak akan dapat diselesaikan hanya di ruang rapat.

5 (lima) Masalah Pembangunan Pertanian

Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang dihadapi, masalah Pertama yaitu penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya lahan pertanian. Dari segi kualitas, faktanya lahan dan pertanian kita sudah mengalami degradasi yang luar biasa, dari sisi kesuburannya akibat dari pemakaian pupuk an-organik. Berdasarkan Data Katalog BPS, Juli 2012, Angka Tetap (ATAP) tahun 2011, untuk produksi komoditi padi mengalami penurunan produksi Gabah Kering Giling (GKG) hanya mencapai  65,76 juta ton dan lebih rendah 1,07 persen dibandingkan tahun 2010. Jagung sekitar 17,64 juta ton pipilan kering atau 5,99 persen lebih rendah tahun 2010, dan kedelai sebesar 851,29 ribu ton biji kering atau 4,08 persen lebih rendah dibandingkan 2010, sedangkan kebutuhan pangan selalu meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk Indonesia.
Berbagai hasil riset mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif di Indonesia, terutama di Pulau Jawa telah menurun produktivitasnya, dan mengalami degradasi lahan terutama akibat rendahnya kandungan C-organik dalam tanah yaitu kecil dari 2 persen. Padahal, untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan kandungan C-organik lebih dari 2,5 persen atau kandungan bahan organik tanah > 4,3 persen. Berdasarkan kandungan C-organik tanah/lahan pertanian tersebut menunjukkan lahan sawah intensif di Jawa dan di luar Jawa tidak sehat lagi tanpa diimbangi pupuk organik dan pupuk hayati, bahkan pada lahan kering yang ditanami palawija dan sayur-sayuran di daerah dataran tinggi di berbagai daerah. Sementara itu, dari sisi kuantitasnya konfeksi lahan di daerah Jawa memiliki kultur dimana orang tua akan memberikan pembagian lahan kepada anaknya turun temurun, sehingga terus terjadi penciutan luas lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi lahan bangunan dan industri.
Masalah kedua yang dialami saat ini adalah terbatasnya aspek ketersediaan infrastruktur penunjang pertanian yang juga penting namun minim ialah pembangunan dan pengembangan waduk. Pasalnya, dari total areal sawah di Indonesia sebesar 7.230.183 ha, sumber airnya 11 persen (797.971 ha) berasal dari waduk, sementara 89 persen (6.432.212 ha) berasal dari non-waduk. Karena itu, revitalisasi waduk sesungguhnya harus menjadi prioritas karena tidak hanya untuk mengatasi kekeringan, tetapi juga untuk menambah layanan irigasi nasional. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, 42 waduk saat ini dalam kondisi waspada akibat berkurangnya pasokan air selama kemarau. Sepuluh waduk telah kering, sementara 19 waduk masih berstatus normal. Selain itu masih rendahnya kesadaran dari para pemangku kepentingan di daerah-daerah untuk mempertahankan lahan pertanian produksi, menjadi salah satu penyebab infrastruktur pertanian menjadi buruk.
Selanjutnya, masalah ketiga adalah adanya kelemahan dalam sistem alih teknologi. Ciri utama pertanian modern adalah produktivitas, efisiensi, mutu dan kontinuitas pasokan yang terus menerus harus selalu meningkat dan terpelihara. Produk-produk pertanian kita baik komoditi tanaman pangan (hortikultura), perikanan, perkebunan dan peternakan harus menghadapi pasar dunia yang telah dikemas dengan kualitas tinggi dan memiliki standar tertentu. Tentu saja produk dengan mutu tinggi tersebut dihasilkan melalui suatu proses yang menggunakan muatan teknologi standar. Indonesia menghadapi persaingan yang keras dan tajam tidak hanya di dunia tetapi bahkan di kawasan ASEAN. Namun tidak semua teknologi dapat diadopsi dan diterapkan begitu saja karena pertanian di negara sumber teknologi mempunyai karakteristik yang berbeda dengan negara kita, bahkan kondisi lahan pertanian di tiap daerah juga berbeda-beda. Teknologi tersebut harus dipelajari, dimodifikasi, dikembangkan, dan selanjutnya baru diterapkan ke dalam sistem pertanian kita. Dalam hal ini peran kelembagaan sangatlah penting, baik dalam inovasi alat dan mesin pertanian yang memenuhi kebutuhan petani maupun dalam pemberdayaan masyarakat. Lembaga-lembaga ini juga dibutuhkan untuk menilai respon sosial, ekonomi masyarakat terhadap inovasi teknologi, dan melakukan penyesuaian dalam pengambilan kebijakan mekanisasi pertanian
Hal lainnya sebagai masalah keempat, muncul dari terbatasnya akses layanan usaha terutama di permodalan. Kemampuan petani untuk membiayai usaha taninya sangat terbatas sehingga produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial. Mengingat keterbatasan petani dalam permodalan tersebut dan rendahnya aksesibilitas terhadap sumber permodalan formal, maka dilakukan pengembangkan dan mempertahankan beberapa penyerapan input produksi biaya rendah (low cost production) yang sudah berjalan ditingkat petani. Selain itu, penanganan pasca panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan langsung kepada para petani sebagai pembiayaan usaha tani cakupannya diperluas. Sebenarnya, pemerintah telah menyediakan anggaran sampai 20 Triliun untuk bisa diserap melalui tim Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Bank BRI khusus Kredit Bidang Pangan dan Energi.
Yang terakhir menyangkut, masalah kelima adalah masih panjangnya mata rantai tata niaga pertanian, sehingga menyebabkan petani tidak dapat menikmati harga yang lebih baik, karena pedagang telah mengambil untung terlalu besar dari hasil penjualan.  
Pada dasarnya komoditas pertanian itu memiliki beberapa sifat khusus, baik untuk hasil pertanian itu sendiri, untuk sifat dari konsumen dan juga untuk sifat dari kegiatan usaha tani tersebut, sehingga dalam melakukan kegiatan usaha tani diharapkan dapat dilakukan dengan seefektif dan seefisien mungkin, dengan memanfaatkan lembaga pemasaran baik untuk pengelolaan, pengangkutan, penyimpanan dan pengolahannya. Terlepas dari masalah-masalah tersebut, tentu saja sektor pertanian masih saja menjadi tumpuan harapan, tidak hanya dalam upaya menjaga ketahanan pangan nasional tetapi juga dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan masyarakat dan penyumbang devisa bagi negara.
 Menurut BIN sendiri ada prediksi mengenai sektor Pertanian di Tahun 2013, dimana sektor pertanian nampaknya masih menjadi primadona perekonomian di Indonesia, meskipun telah terjadi transformasi struktur ekonomi, dimana perekonomian negara lebih ditopang pada sektor industri dan jasa. Selain dibutuhkan sebagai penyedia pangan nasional, sektor pertanian juga menyerap sebagian besar tenaga kerja. Pertanyaannya bagaimana situasi sektor pertanian pada tahun 2013?
Sektor pertanian mencakup sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, pertanian, perikanan dan kehutanan. Hingga saat ini sektor pertanian  menyumbang penyerapan tenaga kerja baru setiap tahunnya dan masih menjadi tumpuan hidup bagi sebagian besar angkatan kerja di Indonesia. Bahkan kebutuhan akan pangan nasional, masih menumpukan harapan kepada sektor pertanian.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka tetap (ATAP) produksi padi tahun 2011 sebesar 65,78 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau turun 0,71 juta ton (1,07%) dibandingkan produksi tahun 2010. Penurunan produksi terjadi di Pulau Jawa, yaitu sebesar 1,97 juta ton. Namun, di luar Pulau Jawa justru terjadi peningkatan sebesar 1,26 juta ton. Sementara itu, angka ramalan (ARAM) I tahun 2012 memperkirakan adanya peningkatan produksi sebesar 2,84 juta ton (4,31%) dibandingkan tahun 2011, menjadi sebesar 68,62 juta ton GKG. Kenaikan tersebut diperkirakan terjadi di Pulau Jawa sebesar 1,59 juta ton dan di luar Pulau Jawa sebesar 1,25 juta ton, yang disebabkan oleh adanya peningkatan luas panen sebesar 237.297 Ha (1,8%) dan produktivitas sebesar 1,23 kuintal/Ha (2,47%).
Mencermati terjadinya penurunan produksi padi di tahun 2011 yang mencapai 1,07%, target kenaikan angka produksi tahun 2012 sebesar 4,31% dinilai terlalu optimis. Hal itu didasarkan kenyataan bahwa sampai bulan Oktober 2012 di berbagai daerah belum turun hujan dan menyebabkan kekeringan waduk serta irigasi, sehingga sekitar 80.000 Ha sawah mengalami puso. Sementara itu, produksi padi Januari-Apil 2012 yang diklaim Kementan dan BPS mengalami kenaikan 4,7% dari tahun sebelumnya, juga diragukan keakuratan datanya karena Bulog sebagai pihak yang menyerap beras petani memperkirakan produksi padi pada periode tersebut hanya naik sebesar 1,3%. Di sisi lain, data peningkatan luas panen pada tahun 2012 dari BPS juga diragukan, karena data faktual tentang ketersediaan lahan pertanian tidak jelas dan laju alih fungsi lahan tidak terkendali.
Salah satu indikator yang menunjukkan masih kurangnya produksi beras dalam negeri, yakni adanya impor beras dan kenaikan harga beras. Hingga bulan Agustus 2012, jumlah impor beras sudah mencapai 1.033.794,255 ton. Sementara itu, rata-rata harga beras September 2012 naik 0,22% dibanding Agustus 2012 dan naik 7,98% dibandingkan September 2011. Pada komoditas jagung, data BPS menunjukkan ATAP produksi jagung tahun 2011 sebesar 17,64 juta ton pipilan kering atau turun sebanyak 684,39 ribu ton (3,73%) dibandingkan tahun 2010. Penurunan produksi tersebut terjadi di Pulau Jawa sebesar 477,290 ton dan di luar Pulau Jawa sebesar 207.100 ton. Data ARAM I tahun 2012 memperkirakan produksi jagung meningkat sebesar 18,95 juta ton pipilan kering atau 1,30 juta ton (7,38%) dibandingkan tahun 2011. Peningkatan produksi diperkirakan terjadi di Pulau Jawa sebesar 0,80 juta ton dan di luar Pulau Jawa sebesar 0,51 juta ton, yang disebabkan oleh peningkatan luas panen seluas 132,78 ribu Ha (3,44%) dan produktivitas sebesar 1,74 kuintal/Ha (3,81%).
Pada komoditas kedelai, data BPS menunjukkan ATAP produksi kedelai tahun 2011 sebesar 851.290 ton biji kering atau turun sebesar 55.740 ton (6,15%) dibandingkan tahun 2010. Penurunan produksi terjadi di Pulau Jawa sebesar 59.090 ton, namun sebaliknya di luar Pulau Jawa meningkat sebesar 3.350 ton. Sementara itu, pada ARAM I tahun 2012 produksi kedelai diperkirakan sebesar 779.740 ton biji kering atau turun 71.550 ton (8,4%) dibanding tahun 2011. Penurunan produksi diperkirakan terjadi di Pulau Jawa sebesar 41.770 ton dan di luar Pulau Jawa sebesar 29.780 ton, yang diperkirakan sebagai akibat penurunan luas panen sekitar 55.560 Ha (8,93%) meskipun ada peningkatan produktivitas sebesar 0,8 kuintal/Ha (0,58%).
Tantangan yang diperkirakan akan dihadapi oleh sektor pertanian pada tahun 2013, pertama, musim kemarau tahun 2012 di beberapa daerah diperkirakan masih akan berlangsung hingga bulan November. Sementara itu, pada tahun 2013 diperkirakan ada pengaruh El Nino yang menyebabkan kekeringan akan terus berlanjut. Hal ini merupakan siklus dua tahun setelah La Nina. Kemarau panjang yang akan terjadi dapat menggeser musim tanam, sehingga akan mempengaruhi produksi. Kedua, diperkirakan masih akan terjadi permasalahan pada ketersediaan benih padi dan komoditas pertanian. Hal ini didasarkan pada kejadian di tahun 2010 dan 2011, dimana selalu terjadi keterlambatan pengadaan benih padi, sehingga menyebabkan ketergantungan pada produsen benih impor.
Dalam menyikapi kondisi sektor pertanian di tahun 2012 dan perkiraan tantangan yang akan dihadapi di tahun 2013, hal-hal yang dapat dilakukan, antara lain meningkatkan pengetahuan dan teknologi pertanian, terutama terkait perubahan cuaca dengan mengintensifkan pelaksanaan program Sekolah Lapang-Iklim bagi petani, menambah jumlah penyuluh pertanian sebagai pihak yang mendampingi petani melakukan penanaman, dan meningkatkan jumlah anggaran pertanian secara signifikan, terutama anggaran yang digunakan untuk membangun sarana dan prasarana irigasi.