Sabtu, 28 Januari 2012

TENTANG TPA


PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
        Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang baik agar dapat melaksanakan aktivitasnya, sebaliknya kondisi lingkungan yang baik tergantung pada aktivitas manusia terhadap lingkungan. Perkotaan sebagai pusat aktivitas telah berkembang dengan pesat dan berperan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, kebudayaan, pariwisata, transportasi maupun industri.
Perkembangan industri dan pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, meningkatkan sampah industri dan sampah domestik yang dihasilkan oleh penduduk sehingga semakin membebani tanah, udara dan sungai yang mengalir dalam wilayah perkotaan. Akibat pertambahan jumlah penduduk yang setiap tahunnya mengalami peningkatan, jarang sekali dalam suatu wilayah kota di temukan ruang terbuka yang dapat digunakan untuk daerah pemukiman yang layak.
Ini disebabkan karena ruang terbuka tersebut berubah fungsi menjadi tempat pembuangan berbagai macam sampah dari hasil aktivitas manusia,berupa sampah dari kegiatan rumah tangga, perkantoran, lembaga (instansi), pasar, terminal, restoran serta industri. Secara garis besar, sampah perkotaan berasal dari pencemaran yang disebabkan oleh industri dan sektor domestik yang menghasilkan limbah domestik (sampah domestik).
Sampah domestik ini terdiri dari sampah organik dan sampah non organik. Sampah organik berasal dari mahluk hidup yang dapat terdegradasi sedangkan sampah non organik yang tidak dapat terdegradasi misalnya: plastik, kaleng, kaca, dan lain-lain. Selain sampah organik dan sampah non organik terdapat juga yang disebut sampah berbahaya misalnya: baterai, jarum suntik, dan lain-lain. Sementara sampah industri terdiri dari emisi dari proses pembakaran, limbah cair (sampah cair), limbah padat (sampah padat).
Volume sampah dan jenis yang dihasilkan tergantung dari pola komsumsi suatu masyarakat dalam suatu wilayah. Semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat tersebut maka semakin tinggi pula volume sampah yang dihasilkan dan semakin banyak jenis sampah yang dihasilkan.Tetapi pada umumnya sebagian besar sampah yang di hasilkan adalah jenis sampah organik (sampah basah), yaitu mencakup 60-70 % dari total volume sampah (Kementerian Lingkungan Hidup, 2008).
          Pengelolaan persampahan di perkotaan merupakan suatu sistem yang saling berinteraksi membentuk kesatuan dan mempunyai tujuan. Pengolahan sampah suatu kota bertujuan untuk melayani penduduk terhadap sampah domestik rumah tangga yang dihasilkannya secara tidak langsung memelihara kesehatan masyarakat serta menciptakan suatu lingkungan yang baik, bersih dan sehat. Sampah padat dari pemukiman merupakan bagian terbesar dari sampah yang timbul di Indonesia.
          Kota Palangka Raya adalah sebuah kota sekaligus merupakan ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah. Kota ini memiliki luas wilayah 2.678,51 km² dan berpenduduk sebanyak 220.223 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 82 jiwa tiap km² (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010). Sebelum otonomi daerah pada tahun 2001, Kota Palangka Raya hanya memiliki 2 kecamatan, yaitu: Pahandut dan Bukit Batu. Kini secara administratif, Kota Palangka Raya terdiri atas 5 kecamatan, yakni: Pahandut, Jekan Raya, Bukit Batu, Sebangau, dan Rakumpit. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Palangka Raya adalah penanganan masalah Persampahan.
          Pertambahan penduduk Kota Palangkaraya telah menyebabkan semakin tingginya volume sampah yang harus dikelola setiap hari. Kondisi volume sampah di Kota Palangkaraya, baik sampah organik maupun non organik rata-rata setiap hari berkisar 500 m3 baik yang dihasilkan pemukiman maupun pasar, dan dari jumlah tersebut hanya 75 persen dapat diangkut ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA), selebihnya belum dapat terangkut, dan sebagian lainnya dikelola masyarakat.
          Hal tersebut pula yang menyebabkan Kota Palangka Raya tidak lolos dalam penilaian tahap pertama (P1) untuk mendapatkan pengahargaan Adipura tahun 2011. Palangka Raya hanya menduduki peringkat ke-7 se-Kalimantan Tengah dangan nilai 58,19. Ternyata penilaian yang nilainya terendah adalah Pengelolaan Sampah yaitu 45,07 danTempat Pembuangan Akhir (TPA) yaitu 45,48.  
          Pengelolaan sampah yang belum maksimal inilah yang juga menjadi tantangan pemerintah Kota Palangka Raya.

B.   RUMUSAN MASALAH
          Pengelolaan sampah khususnya di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) km 14 Kota Palangka Raya merupakan rumusan masalah yang terdapat dalam Laporan ini.

C.   TUJUAN DAN MANFAAT
        Laporan ini memiliki beberapa tujuan dan manfaat khususnya pengelolaan sampah di TPA km 14. Adapun tujuan yang ingin didapat adalah:
1.   Mengetahui sistem pengelolaan sampah di TPA km 14 Palangka Raya
2.  Mengetahui dampak positif dan negatif keberadaan lokasi TPA km 14 Palangka Raya
3.  Mengetahui bagaimana tantangan persoalan sampah di masa yang akan datang
      Laporan ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengelolaan sampah yaitu:
1.   Sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan sampah khususnya di TPA km 14 Palangka Raya
2.  Sebagai informasi kepada masyarakat tentang TPA km 14 Palangka Raya
         

GAMBARAN UMUM TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH
A.   INDONESIA
          Sampah merupakan sumber pencemaran. Permasalahan sampah timbul karena tidak seimbangnya produksi sampah dengan pengolahannya dan daya dukung alam sebagai tempat pembuangan sampah yang semakin menurun. Paradigma lama yang masih banyak dianut yaitu sampah harus secepatnya dikumpulkan, diangkut dan dibuang ke Tempat pembuangan Akhir (TPA). Banyak persepsi keliru tentang TPA yang dianggap hanya merupakan tempat pembuangan terakhir sampah.      
Tempat pembuangan akhir (TPA) atau tempat pembuangan sampah (TPS) ialah tempat untuk menimbun sampah dan merupakan bentuk tertua perlakuan sampah. TPA dapat berbentuk tempat pembuangan dalam (di mana pembuang sampah membawa sampah di tempat produksi) begitupun tempat yang digunakan oleh produsen. Dahulu, TPA merupakan cara paling umum untuk limbah buangan terorganisir dan tetap begitu di sejumlah tempat di dunia.
Di Indonesia proses penimbunan limbah kota umumnya berupa ruang terbuka yang dalam proses degradasinya belum menggunakan teknologi bioremediasi. Kegiatan jasad alami (indegeneous) menghasilkan bahan terlarutkan dan bahan padatan (organik dan non organik) yang dapat berengaruh terhadap lingkungan. Keberadaan bahan terlarutkan (leachate) yang berhubungan langsung dengan tanah akan dapat bergerak secara lateral maupun vertikal yang kecepatannya ditentukan oleh watak fisika tanah. Komposisi bahan terlarut juga akan berubah selama bergerak, baik melalui perombakan lanjutan maupun dijerap oleh koloidal tanah. Beberapa tempat pembuangan akhir (TPA) terkenal di Indonesia seperti dalam daftar berikut:
Gambar 1. Proses Perjalanan Sampah ke TPA  Bantar Gebang
B.   PALANGKA RAYA
         Pengelolaan sampah di Palangka Raya khususnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah berada di km 14 Palangka Raya. Dinas Pasar dan Kebersihan Kota Palangka Raya menjadi Instansi Pemerintah yang mengkoordinir pengelolaan sampah ini termasuk keberadaan TPA km 14 Palangka Raya. Dengan luas 10 hektar (100.000 m2) terbagi untuk 2 kegiatan yaitu TPA dan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT).
    
    
Gambar 2. Lokasi TPA km 14 Palangka Raya

         Sampah menjadi permasalahan serius seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk akibat arus urbanisasi, migrasi, dan aktivitas ekonomi. Akibat dari hal tersebut, timbunan sampah Kota Palangka Raya saat ini mencapai 564 m3 per hari atau 213.972 m3 per tahun. Dari timbunan sampah yang tertanggulangi oleh Pemerintah Kota Palangka Raya sebesar 384 m3 per hari atau 77%, sedangkan sisanya sebanyak 23% menjadi sampah liar (oleh masyarakat dibuang sembarangan ke sungai atau dibakar).
Gambar 3. Kondisi Sampah di TPA km 14 Palangka Raya
     
      Secara umum keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) km 14 Palangka Raya ini juga menjadi tempat bagi para pemulung dalam mencari penghasilan mereka. Keberadaan pemulung menjadi warna tersendiri bahwa TPA turut berpengaruh pada social ekonomi sekitarnya.

       






ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A.   SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH
Berbicara mengenai pengelolaan sampah khususnya sampah kota, maka perlu diketahui teknis pengelolaan sampah kota itu sendiri. Berdasarkan SNI 19-2454-2002, maka teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan terdiri dari kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah harus bersifat terpadu dengan melakukan pemilahan sejak dari sumbernya. Skema teknik operasional pengelolaannya dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Skema teknik operasional pengelolaan sampah

Dari skema di atas, maka dalam teknis pengelolaan sampah kota di Palangka Raya masih bermasalah dalam pemilahan dan pengolahan di sumber. Selain itu permasalahan timbul setelah dikumpulkan sebelum diangkut juga tidak dilakukan pemilahan dan pengolahan sehingga sampai di TPA tetap dalam kondisi yang tercampur.
Pada prinsipnya, pembuangan akhir sampah harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dan kelestarian lingkungan. Teknik yang saat ini dilakukan adalah dengan open dumping (gambar 5), di mana sampah yang ada hanya di tempatkan di tempat tertentu, hingga kapasitasnya tidak lagi memenuhi. Teknik ini sangat berpotensi untuk menimbulkan gangguan terhadap lingkungan. Teknik yang direkomendasikan adalah dengan sanitary landfill seperti pada gambar 6. Di mana pada lokasi TPA dilakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mengolah timbunan sampah.

Gambar 5. Sistem TPA Open Dumping di km 14

Gambar 6. Sistem Sanitary Landfill

    Pada TPA km 14 Palangka Raya masih menggunakan sistem open dumping ini, tetapi saat ini juga sedang dicobakan sistem sanitary landfill atas bantuan anggaran dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah.
    Setelah menyoroti masalah teknis, maka perlu juga melihat ketersediaan sumberdaya manusia dalam struktur pengelolaan ini. Untuk angkutan sampah dan TPA terlihat ada 113 personil yang terlibat (tabel 1). Jika berdasarkan informasi langsung di lokasi kunjungan bahwa ada 22 dump truck dimana 3-5 personil untuk setiap armada, maka sebenarnya tidak ada masalah dengan jumlah personil hanya mungkin sistem shift yang masih belum berjalan sebagaimana mestinya sehingga kadangkala pengangkutan sampah lewat dari jam semestinya.

Tabel 1. Jumlah Tenaga Pengelola Kebersihan/ persampahan
No
Jenis Pekerjaan
Status
Jumlah (orang)
1
Struktural bidang kebersihan/ manajerial
PNS
5
2
Angkutan sampah dan TPA
PNS/Kontrak
113
3
Kebersihan jalan dan lingkungan
PNS/Kontrak
121
4
IPLT dan Workshop
PNS/Kontrak
14
Total
253
Sumber : Dinas Pasar dan Kebersihan Kota Palangka Raya (2011)

Peralatan dalam mengelola sampah yang dimiliki oleh Dinas Pasar dan Kebersihan Kota Palangka Raya juga dalam keadaan yang memprihatinkan baik dari segi jumlah maupun kondisinya (tabel 2). Untuk standar peralatan sendiri di TPA berdasarkan SNI 19-2454-2002 adalah:
1.     Buldoser untuk perataan, pengurugan dan pemadatan
2.    Crawl/ track dozer untuk pemadatan pada tanah lunak
3.    Wheel dozer untuk perataan, pengurugan
4.    Loader dan powershowel untuk penggalian, perataan, pengurugan dan pemadatan
5.    Dragline untuk penggalian dan pengurugan
6.    Scraper untuk pengurugan tanah dan perataan
7.    Kompaktor (landfril compactor) untuk pemadatan timbunan sampah pada lokasi dalam
Tabel 2. Sarana dan Prasarana Kebersihan
Sumber : Dinas Pasar dan Kebersihan Kota Palangka Raya (2011)

          Dari tabel 2 di atas terlihat secara standar peralatan yang dimiliki TPA km 14 Palangka Raya secara jenis maupun jumlahnya belum memadai ditambah lagi dengan kondisi sarana dan prasarana yang rusak jika dibandingkan dengan yang dalam keadaan baik.
          Berdasarkan uraian di atas, jika kita menilik sistem pengelolaan sampah di TPA km 14 Palangka Raya belumlah memenuhi standar operasional standar khususnya SNI 19-2454-2002.
          Satu hal lagi yang mungkin tidak boleh terlewatkan dalam sistem pengelolaan di TPA ini adalah masih belum adanya uji laboratorium limbah cair yang dihasilkan dari timbunan sampah tadi. Hal ini pastilah menimbulkan tanda tanya besar bagaimana TPA km 14 bisa melihat pengelolaan mereka sudah berhasil.
B.   DAMPAK TPA TERHADAP LINGKUNGAN
Sejumlah dampak negatif dapat ditimbulkan dari keberadaan TPA. Dampak tersebut bisa beragam: polusi udara berupa bau (bangkai yang terkubur di bawah timbunan sampah); kerusakan infrastruktur (kerusakan ke akses jalan oleh kendaraan berat); pencemaran lingkungan setempat (seperti pencemaran air tanah oleh kebocoran dan pencemaran tanah sisa selama pemakaian TPA, begitupun setelah penutupan TPA); pelepasan gas metana yang disebabkan oleh pembusukan sampah organik (metana adalah gas rumah kaca yang berkali-kali lebih potensial daripada karbon dioksida, dan dapat membahayakan penduduk suatu tempat); melindungi pembawa penyakit seperti tikus dan lalat, khususnya dari TPA yang dioperasikan secara salah.
Pada TPA km 14 Palangka Raya, melalui wawancara singkat dengan warga sekitar merasa belum mengalami dampak negative tersebut. Kemungkinan tidak terasanya dampak negative tersebut dikarenakan warga sekitar juga didominasi oleh pemulung yang notabene sudah terbiasa dengan lingkungan sampah. Bagi mereka dampak positif yang dirasakan yaitu TPA sebagai ladang kerja mereka untuk mengais rezeki bagi pemenuhan kebutuhan hidup mereka.
Dampak negative yang timbul sebenarnya sudah dapat kita rasakan ketika berkunjung ke TPA km 14 Palangka Raya terutama polusi udara berupa bau, keberadaan binatang seperti lalat yang dapat menjadi vector penyakit. Kelemahan sistem pengelolaan yang tidak pernah melakukan uji laboratorium rutin terhadap tanah dan air tanah membuat tidak adanya data pembanding bahwa dampak negative telah timbul.





C.   PERSOALAN SAMPAH DI MASA YANG AKAN DATANG
Permasalahan Pemerintah Kota Palangka Raya dalam pengelolaan sampah sangat menentukan keberlangsungan lingkungan di Kota Palangka Raya. Beberapa permasalahan yang masih dirasakan adalah:
1.   Sarana prasarana kebersihan yang ada masih kurang serta kondisinya semakin rusak/tua, sementara jumlah timbunan sampah semakin meningkat dan luas wilayah pemukiman semakin melebar.
2.  Masyarakat Kota Palangka Raya sebagai sumber sampah partisipasinya dalam pengelolaan sampah masih rendah. Ini tercermin dari perilaku membuang sampah sembarangan
3.  Tertibnya UU no 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menjadi beban Pemerintah Kota Palangka Raya untuk melaksanakannya mengingat keterbatasan anggaran kebersihan selama ini.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup, setiap orang rata-rata menghasilkan sampah 2,6 liter per hari. Jika penduduk Kota Palangka Raya yang berjumlah 220.223 jiwa maka dihasilkan 572 m3 per hari sampah, jika menilik data dari Dinas Pasar dan Kebersihan bahwa timbulan sampah kota Palangka Raya saat ini adalah 564 m3/hari (213.972 m3/tahun) maka rata-rata setiap orang di Kota Palangka Raya menghasilkan sampah 2,56 liter. Dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk 3,1% per tahun, maka bisa diperkirakan untuk 10-20 tahun maka akan terdapat 298.847 jiwa pada tahun 2020 dan 405.542 jiwa pada tahun 2030. Hal ini berarti akan menghasilkan  sampah per hari 10 tahun ke depan adalah 768 m3 dan 1.042 m3 20 tahun ke depan, padahal kemampuan TPA km 14 hanya 77% dari timbulan sampah per hari. Bisa dibayangkan jika tahun 2011 saja hanya mampu menangani 384 m3 maka untuk 10-20 tahun ke depan TPA ini sudah tidak mampu lagi menampung sampah per harinya.
Dari sisi anggaran yang selalu menjadi alasan Pemerintah Kota Palangka Raya kesulitan dalam pengelolaan sampah dapat terlihat pada tabel 3 serta retribusi dapat terlihat pada tabel 4.

Tabel 3. Anggaran
Sumber : Dinas Pasar dan Kebersihan Kota Palangka Raya (2011)

Tabel 4. Retribusi
Sumber : Dinas Pasar dan Kebersihan Kota Palangka Raya (2011)

Berdasarkan data di atas terlihat anggaran per tahun 5,1 milyar sementara pemasukan dari retribusi masih minus 148 juta.  Jika mencontoh rancangan biaya untuk TPA di Jawa (tabel 5) dimana dirancang dengan perkiraan 8-40 tahun.
Tabel 5. Rancangan biaya untuk TPA di Jawa
Sumber : ERC (2011)

            Berdasarkan rancangan biaya di atas, maka untuk 1 tahun pertama akan menghabiskan dana 8,4 M untuk modal jika kita menggunakan asumsi sampah yang dihasilkan per tahun kota Palangka Raya yang bisa ditangani (140.160 m3 adalah 77% dari 213.972 m3 per tahun) berarti ada deficit 3,3 M. Gambaran ini sebagai perbandingan bahwa pengelolaan TPA sangat menentukan seberapa kemungkinan bisa bertahannya TPA dari sisi anggaran. Sayangnya dalam penganggaran ini tidak diperoleh data modal awal TPA km 14 sehingga kurang lengkap dalam memprediksikannya.
          Dari paparan di atas, maka terlihat bahwa bagaimana mengatasi sampah di masa yang akan datang adalah tanggung jawab bersama bukan hanya pemerintah. Adapun beberapa solusi yang bisa dikembangkan untuk mengatasi sampah ini adalah:
1.   Minimalisir sampah dari sumbernya, yaitu komitmen setiap orang untuk mengurangi 2,6 liter sampah per hari
2.  4R (reduce, reuse, recycle and replace).
Reduce (Metode Penghindaran dan Pengurangan Sampah) atau dikenal juga dengan “pengurangan sampah” merupakan bentuk pengolahan sampah dengan cara melakukan minimalisasi barang atau material yang dipergunakan sehari-hari, semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
Reuse (menggunakan kembali) adalah memproses limbah untuk memperoleh kembali salah satu atau lebih materi komponen yang terkandung di dalamnya.
Recycle (Metode Daur Ulang) merupakan salah satu alternatif dalam mengolah limbah secara fisik atau kimiawi untuk menghasilkan produk yang sama atau produk yang lain sehingga barang-barang yang sudah tidak berguna lagi bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain. Ada beberapa cara daur ulang, seperti mengambil bahan sampahnya untuk diproses lagi atau mengambil kalori dari bahan yang bisa dibakar untuk membangkitkan listrik, seperti  Pengolahan Kembali Secara Fisik metode ini adalah aktivitas paling populer dari daur ulang , yaitu mengumpulkan dan menggunakan kembali sampah yang dibuang , contohnya botol bekas pakai yang dikumpulkan kembali untuk digunakan kembali. Pengumpulan bisa dilakukan dari sampah yang sudah dipisahkan dari awal (kotak sampah/kendaraan sampah khusus), atau dari sampah yang sudah tercampur . Sampah yang biasa dikumpulkan adalah kaleng minum aluminum ,kalengbajamakanan/minuman, Botol HDPE dan PET , botol kaca , kertas karton, koran, majalah, dan kardus. Jenis plastik lain seperti (PVC, LDPE, PP, dan PS) juga bisa di daur ulang. Daur ulang dari produk yang komplek seperti komputer atau mobil lebih susah, karena harus bagian bagiannya harus diurai dan dikelompokan menurut jenis bahannya. Pengolahan Biologis material sampah organik , seperti zat tanaman , sisa makanan atau kertas , bisa diolah dengan menggunakan proses biologis untuk kompos, atau dikenal dengan istilah pengkomposan.Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagi pupuk dan gas methana yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik. Pemulihan Energi kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa diambil langsung dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak langsung dengan cara mengolahnya menajdi bahan bakar tipe lain. Daur-ulang melalui cara "perlakuan panas" bervariasi mulai dari menggunakannya sebakai bahan bakar memasak atau memanaskan sampai menggunakannya untuk memanaskan boiler untuk menghasilkan uap dan listrik dari turbin-generator. 
Replace (mengganti) adalah menggunakan barang-barang yang tahan lama. Menghindari penggunaan barang-barang yang bersifat disposable (sekali pakai). Misalnya ganti kantong keresek kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan Stryrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa diurai secara kembali.
3.  Standarisasi pengelolaan sampah khususnya di TPA akan memperpanjang umur TPA dan turut meminimalisir dampak negative terhadap lingkungan sekitarnya
4.  Adanya edukasi di setiap lapisan masyarakat tentang bahayanya sampah jika tidak bisa tertangani sehingga menimbulkan kesadaran masyarakat.

PENUTUP
A.  KESIMPULAN
1.   Pengelolaan sampah di Kota Palangka Raya belum berjalan dengan baik karena hanya mampu mengatasi 77% dari sampah yang ada
2.  TPA km 14 belum memiliki pengelolaan sampah yang terstandarisasi khususnya SNI 19-2454-2002.
3.  Keterbatasan anggaran dan kondisi sarana prasarana yang belum memadai membuat TPA km 14 tidak akan mampu untuk bertahan dalam 10-20 tahun ke depan

B.        SARAN
Pengelolaan sampah merupakan tanggung jawab bersama, baik pemerintah sebagai pengelola maupun masyarakat sebagai sumbernya. Kebersamaan dalam memikul tanggung jawab inilah yang nantinya akan berdampak pada konservasi sumberdaya alam yang kita miliki. Berbagi peran dalam tanggung jawab inilah yang turut memerlukan komitmen, dimana pemerintah harus komitmen untuk menganggarkan dan memfasilitasi sesuai standar yang berlaku, sementara masyarakat berkomitmen untuk mengurangi sampah pribadi serta turut menjaga fasilitas yang sudah disediakan.















RUJUKAN
Badan Standardisasi Nasional. 2002. Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan.
Dinas Pasar dan Kebersihan Kota Palangka Raya. 2011. Profil Dinas Pasar dan Kebersihan Kota Palangka Raya 2011.
emissionreductionco.com/information-faq/. Diakses pada 26 Januari 2012
http://www.infogue.com/viewstory/2010/05/05/sistem_pengolahan_sampah_kota_yang_efektif_7363/?url=http://avidcho.blog.uns.ac.id/2010/04/28/penelitian-uns-pkm-gt-pengelolaan-sampah-kota/.diakses pada 26 Januari 2012
http://sacafirmansyah.wordpress.com/2010/02/17/angkut-buang-angkut-buang-pengelolaan-sampah-masih-jalan-di-tempat/ diakses 26 Januari 2012
penataankota.blogspot.com/.../sistem-pengelolaan-sampah-terpadu.html. diakses pada 25 Januari 2012
www.bps.go.id/hasilSP2010/kalteng/6200.pdf. diakses pada 26 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar