Kamis, 26 Mei 2011


KOMUNITAS FITOPLANKTON SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN

Goalter Zoko
Mahasiswa Program Pasca Sarjana Program Studi PSAL UNPAR 2010


Dalam ekologi kita mengenal tingkatan organisasi ekologi, dimana organisme memulainya, dilanjutkan oleh terbentuknya populasi, kemudian berkembang komunitas dan membentuk ekosistem yang semuanya terdapat dalam satu wadah yaitu biosfir. Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi. Nama komunitas harus dapat memberikan keterangan mengenai sifat-sifat komunitas tersebut. Cara yang paling sederhana, memberi nama itu dengan menggunakan kata-kata yang dapat menunjukkan bagaimana wujud komunitas seperti padang rumput, padang pasir, hutan jati. Komunitas fitoplankton adalah salah satu contohnya yang terdapat pada ekosistem perairan.
Secara sederhana plankton diartikan sebagai hewan dan tumbuhan renik yang terhanyut di laut. Nama plankton berasal dari akar kata Yunani “planet”yang berarti pengembara. Istilah plankton pertama kali diterapkan untuk organisme di laut oleh Victor Hensen direktur Ekspedisi Jerman pada tahun 1889, yang dikenal dengan “Plankton Expedition” yang khusus dibiayai untuk menentukan dan membuat sitematika organisme laut (Charton dan Tietjin,1989). Plankton terdiri dari dua kelompok besar organisme akuatik yang berbeda yaitu organisme fotosintetik atau fitoplankton dan organisme non fotosintetik atau zooplankton.
Fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopik (bersel tunggal, berbentuk filamen atau berbentuk rantai) yang menempati bagian atas perairan (zona fotik) laut terbuka dan lingkungan pantai. Nama fitoplankton diambil dari istilah Yunani, phyton atau "tanaman" dan “planktos” berarti "pengembara" atau "penghanyut”. Walaupun bentuk uniseluler/bersel tunggal meliputi hamper sebagian besar fitoplankton, beberapa alga hijau dan alga biru-hijau ada yang berbentuk filamen (yaitu sel-sel yang berkembang seperti benang). Koloni diatom dan dan alga biru-hijau juga memproduksi rangkaian sel yang saling berhubungan. Tidak seluruh organisme fotosintetik pelagis bersifat mikroskopi, sebagai contohnya adalah alga multiseluler makroskopoik Sargassum spp, yang merupakan hasil biomasa utama di Laut Sargasso di Atlantik Utara. Pada ekosistem perairan organisme utama yang mampu memanfaatkan energi cahaya adalah tumbuhan hijau terutama fitoplankton. Fitoplankton merupakan organisme autotrop yaitu organisme yang mampu menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik melalui proses fotosintesis dengan bantuan cahaya. Sebagai organisme autotrop fitoplankton berperan sebagai produser primer yang mampu mentransfer energi cahaya menjadi energi kimia berupa bahan organik pada selnya yang dapat dimanfaatkan oleh organisme lain pada tingkat tropis diatasnya. Fitoplankton merupakan produser terbesar pada ekosistem laut. Pada ekosistem akuatik sebagian besar produktivitas primer dilakukan oleh fitoplankton (Parsons dkk, 1984). Steeman-Nielsen (1975) menyatakan bahwa kurang lebih 95% produksi primer di laut berasal dari fitoplankton.
Berbagai bencana perairan yang terjadi di Indonesia, mulai dari bencana fisik yang terkait dengan air seperti banjir, kekeringan, sampai pada penurunan kualitas serta masuknya bahan pencemar, pada bagian terakhir inilah yang sering menjadi perhatian terutama dalam kaitannya dengan kualitas perairan. Peranan komunitas fitoplankton dalam suatu perairan sangat penting (seperti pada artikel penelitian yang terlampir), fungsi ekologinya sebagai produsen primer dan awal mata rantai dalam jaring makanan menyebabkan fitoplankton sering dijadikan skala ukuran kesuburan suatu perairan.
Pada artikel ke-1 (Kualitas Perairan Teluk Jakarta), untuk menilai kualitas perairannya adalah dengan pendekatan komunitas fitoplankton sebagai bio-indikatornya, dimana ternyata ada pengaruh struktur komunitas fitoplankton yang meliputi kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi dan fase saprobitas terhadap tingkat pencemaran di perairan sungai, muara dan Teluk Jakarta. Ketika mengetahui bahwa hasil analisis indeks keanekaragaman kita dapat mengetahui apakah komunitas fitoplankton berada dalam kondisi stabil atau labil, kelabilan komunitas fitoplankton berindikasi bahwa kualitas air sudah mengalami pencemaran dengan kategori sedang sampai berat. Kelabilan komunitas dapat diketahui juga dengan mengetahui indeks keseragaman yang juga berimplikasi pada indeks dominansi dimana ada jenis fitoplankton yang dominan (mampu bertahan terhadap tekanan ekologis/pencemaran). Berdasarkan koefisien saprobik cenderung menunjukkan perairan berada pada kategori tercemar sedang sampai sangat berat dengan didominasi oleh bahan-bahan pencemar jenis pencemar organik. Dalam artikel ke-1 ini kelemahannya adalah tidak menyebutkan jenis pencemar organik yang ternyata menjadi penyebab utama pencemaran  di Teluk Jakarta, selain itu belum ada rekomendasi dari hasil mengetahui struktur komunitas fitoplankton untuk memperbaiki kualitas perairan.
Hubungan keragaman fitoplankton dengan kualitas air di Pulau Bauluang, kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan (artikel ke-2) ini coba dipaparkan untuk tujuan perikanan. Hampir mirip dengan artikel-1, struktur komunitas fitoplankton digunakan sebagai indikator dimana dilakukan perhitungan indeks keragaman, keseragaman, dan dominansi tetapi tidak menghitung koefisien saprobik. Hasil analisis keragaman fitoplankton menunjukkan bahwa kondisi perairan termasuk stabil moderat, sementara keseragaman fitoplankton tergolong tinggi yang juga berarti bahwa tidak terjadi dominansi (indeks dominansi rendah, mendekati 0) berarti di dalam struktur komunitas tidak terdapat spesies yang secara ekstrim mendominasi spesies lainnya. Hal menarik lain parameter kualitas air dihubungkan langsung dengan hasil perhitungan struktur komunitas fitoplankton. Adapun keterkaitan itu diantaranya adalah hubungan antara keragaman fitoplankton dengan parameter kualitas air dimana keragaman fitoplankton di perairan Bauluang memiliki keterkaitan dengan kandungan alkalinitas dan bahan organik terlarut (BOT). Secara umum hasil studi cenderung menunjukkan bahwa perairan di pulau Bauluang sesuai untuk organisme budidaya walaupun tidak secara tegas dinyatakan. Kelemahan artikel ini adalah tidak mencantumkan penyebab tingginya kandungan PO4-P dan besi pada perairan ini sehingga agak sulit untuk bisa menanganinya. Selain itu alasan tidak diperhitungkannya koefisien saprobik pada penilaian struktur komunitas fitoplankton juga tidak diungkapkan padahal nilai koefisien saprobik inilah yang nantinya dapat menunjukkan bahan pencemar termasuk organik atau anorganik.
Teknik pengamatan kualitas air dan plankton di reservat danau Arang-Arang Jambi (artikel ke-3) hampir sama dengan di Bauluang ditujukan untuk melihat kualitas air yang mendukung kehidupan ikan. Plankton yang ada di suaka perikanan Danau Arang- Arang terdiri atas 26 jenis fitoplankton dan 5 jenis zooplankton. Jumlah plankton ternyata dipengaruhi musim hujan dan kemarau, dimana musim hujan jumlahnya lebih rendah dibandingkan dengan musim kemarau. Rendahnya plankton di musim hujan karena meningkatnya kekeruhan dan terhambatnya pertumbuhan akibat arus aliran air meningkat. Jumlah plankton pada danau ini tergolong rendah. Beberapa faktor yang menentukan perkembangan hidup fitoplankton adalah kekeruhan, proses fotosintesis, serta penyediaan hara yang memadai. Kelemahan artikel ini adalah kualitas perairan lebih menitikberatkan pada parameter fisika dan kimia, sementara pengamatan untuk plankton (fitoplankton secara khusus) hanya pendukung saja, bahkan tidak dijelaskan hubungan jumlah fitoplankton pada danau tersebut dengan parameter fisika dan kimia sehingga kesannya keberadaan fitoplankton diabaikan, padahal pada dua artikel sebelumnya struktur komunitas fitoplankton menjadi pusat penentuan kualitas perairan.
Berdasarkan pemaparan dari ke-3 artikel di atas, maka beberapa hal yang bisa kita petik adalah:
1.    Keberlangsungan ekosistem perairan sangat bergantung pada faktor-faktor yang memberi tekanan pada lingkungan, dalam hal ini pencemaran perairan salah satunya
2.    Suatu organisasi ekologi yang lebih tinggi (ekosistem) ternyata dipengaruhi oleh keberadaan organisasi ekologi di bawahnya, dalam hal ini komunitas fitoplankton menentukan kualitas ekosistem perairan
3.    Pemahaman akan struktur komunitas sangat menolong dalam hal pengelolaan ekosistem, memahami struktur komunitas fitoplankton membuat kita memahami gangguan dan penyebabnya dalam pengelolaan perairan  
4.    Kelimpahan komunitas fitoplankton bukan hanya banyaknya, tetapi juga keragaman, keseragaman, dan indeks dominansi
5.    Penelitian dan studi komunitas fitoplankton baru sebatas mengetahui kualitas perairan, tetapi penerapan praktis dari hasil penelitian dan studi tersebut belum jelas.
Perairan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia sangatlah perlu kita jaga kelestariannya. Setelah kita mengetahui bagaimana peranan komunitas fitoplankton dalam menentukan baik buruknya kualitas perairan, maka perlu juga dipahami dan disadari bahwa keberadaaan komunitas ini juga bisa dalam kondisi yang terancam sehingga terjadilah kelabilan komunitas fitoplankton. Beberapa faktor penyebab kelabilan komunitas fitoplankton adalah karena pencemaran yang dipicu oleh aktivitas manusia yang tidak bijaksana, maka haruslah ada upaya dan tindakan seperti berikut ini:
Ø  meningkatkan kesadaran pribadi lepas pribadi sehingga muncul kesadaran masyarakat yang terpadu tentang pentingnya bersikap bijaksana terhadap lingkungan, khususnya perairan dengan tidak melakukan tindakan pencemaran
Ø  pencapaian ekonomi harus mempertimbangkan lingkungan sebagai bagian investasi ekonomi sehingga pengurasan dan perusakan Sumber Daya Alam bisa efisien dan minimal
Ø  pemanfaatan teknologi bukan hanya sebatas pengetahuan tetapi juga sudah dalam tataran untuk diterapkan dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan
Ø  prinsip berkelanjutan, dimana pemenuhan kebutuhan masa kini tidak sedang mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi mendatang
Ø  keberadaan kelembagaan yang mengelola lingkungan juga diperlengkapi produk-produk hukum yang menjamin adanya tindakan bagi pencemar lingkungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar