Senin, 27 Juli 2009

Mengenal Pb

Timah hitam atau timbal dikenal dengan lambang Pb, merupakan salah satu logam berat yang mendapat perhatian karena kaitannya dengan pencemaran.



Paparan timah hitam atau timbal (Pb) ternyata bisa menimbulkan masalah kesehatan gigi. Padahal, selama ini penggunaan timbal sangat luas sehingga kemungkinan seseorang terpapar logam berat toksik itu sangat tinggi seiring dengan buruknya kualitas lingkungan sekitar.Bagaimana kadar timbal dalam darah dan pengaruhnya bagi kesehatan dapat dilihat pada gambar berikut:


Puji Lestari, dosen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung mengungkapkan hasil survei terbaru, di 2008, yang menunjukkan seperempat persen dari 400 responden (siswa SD), di darahnya terdapat kadar timbal yang di ambang batas.

Memang, ada penurunan dari sebelum tahun 2006 , ketika kampanye anti-bensin timbal digalakkan. Tahun 2005, 65 persen dari siswa SD, kadar timbalnya di atas batas, ucapnya. Sementara, hasil studi Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Barat pada Mei 2008 menunjukkan, siswa SD yang ada di pusat kota lebih rentan tercemar timbal daripada yang di pinggiran.

Sebanyak 46 persen siswa dari total 60 responden tercemar timbal di atas ambang batas. Sedangkan, hanya 26 persen siswa SD di pinggir kota yang tercemar timbal di atas ambang batas. Adapun ambang batas kadar timbal di darah sebesar 10 mikrogram per desiliter. Dalam penelitian ini bahkan terungkap, ada siswa yang bahkan memiliki kadar timbal sangat ekstrim, yaitu hingga 31,7 mikrogram per desiliter.

Padahal, dampak timbal ini sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, khususnya anak-anak. Menurut Kepala BPLHD Jabar Setiawan Wangsaatmadja mengatakan, kadar timbal yang tinggi berdampak pada sistem saraf hingga organ reproduksi. Pada usia anak-anak, berdasarkan riset yang ada, akumulasi timbal yang tinggi pada anak mempen garuhi tingkat kecerdasan, perilaku, bahkan fungsi pendengaran.

Kandungan timbal di darah ini kan sifatnya akumulatif. Timbal ini bisa muncul dari udara atau juga makanan dan air. Kami masih melakukan riset mengapa kadar timbal ini masih tinggi, meskipun keberadaan bensin timbal sudah tidak ada lagi, ujarnya. Ia menambahkan, untuk mencegah polusi yang semakin berlebih, perlu ada integrasi antara kebijakan kependudukan dengan aspek lingkungan hidup.
Menurut Ririn Arminsih Wulandari, dalam disertasinya untuk memperoleh gelar doktor Ilmu Epidemiologi Universitas Indonesia, Senin (27/7), timah hitam atau Pb adalah logam berat toksik berwarna putih keabu-abuan, tidak mempunyai rasa dan bau yang spesifik. Di alam, Pb tersebar pada lapisan kerak bumi dalam jumlah kecil.

Meski Pb termasuk logam berat toksik, penggunaannya amat luas karena bersifat menguntungkan yaitu mudah ditempa, tidak bereaksi dengan air, tidak mudah terbakar, pengantar listrik yang baik, dan tidak tembus sinar radioaktif. Penggunaan Pb antara lain, sebagai bahan baku batu baterai dan aki, pelapis pada kabel listrik, kaleng makanan dan minuman, campuran cat, campuran bahan bakar bensin, campuran pestisida, campuran permen, dan pelapis kotak makanan.

Sumber pencemaran timbal di lingkungan dapat ditemukan di udara, air, tanah, makanan, dan tumbuhan. Kontribusi timbal di udara berkisar 15 persen, air 10 persen, makanan 20 persen, dan dari debu serta tanah sebesar 55 persen. Masuknya Pb ke dalam tubuh manusia melalui kulit, sistem, pernapasan, dan pencernaan. Timah hitam terakumulasi pada jaringan lunak, seperti otak, ginjal, dan hati, sedangkan pada jaringan keras yaitu pada tulang dan gigi.

Ekskresi Pb melalui feses, urin, keringat, dan air susu ibu. Kelompok komunitas yang berisiko terpajan Pb adalah mereka yang berada di jalanan seperti polisi lalu lintas, pedagang kaki lima, pejalan kaki, pengendara sepeda, tempat usaha atau anak yang bersekolah di daerah padat lalu lintas, maupun kelompok pekerja pada industri seperti batu baterai dan aki.

Keterpajanan Pb pada ibu yang sedang hamil akan didistribusikan ke janin melalui plasenta sehingga memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin, kata Ririn. Untuk memantau kadar Pb dalam tubuh bisa dilakukan pada jaringan keras, seperti rambut, tulang dan gigi. Kadar Pb juga bisa dipantau dalam darah, urin, feses, dan saliva. Kadar Pb dalam darah menunjukkan keterpajanan dalam waktu singkat dengan waktu paruh 28-36 hari, konsentrasinya akan berangsur turun bila keterpajanan Pb dihilangkan.

Gejala klinis yang timbul akibat terpajan Pb yaitu pusing, mual, rasa logam di dalam mulut, dan muntah. Dampak jangka panjang berupa penurunan kemampuan belajar, penurunan fungsi pendengaran, rusaknya fungsi organ tubuh seperti ginjal, sistem saraf, sistem reproduksi dan otak, terjadinya peningkatan tekanan darah, gangguan perkembangan, kematian janin, anemia, dan penumpukan Pb pada gigi serta tulang.

Selain bisa merusak fungsi organ dalam tubuh, ternyata paparan Pb juga bisa meningkatkan risiko terjadi karies gigi atau gigi berlubang sebagaimana ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan Ririn. Dalam studi yang melibatkan 265 siswa SD kelas 2 usia 6-8 tahun di Kota Bandung, kelompok siswa dengan kadar Pb pada gigi sulung 1,55 mikrogram per gram atau lebih berisiko 2,78 kali kejadian karies gigi sulung daripada kelompok dengan kadar Pb kurang dari 1,55 mikrogram per gram.

Karies merupakan salah satu penyakit jaringan keras gigi, yaitu kerusakan pada permukaan gigi baik pada lapisan email maupun dentin di mana prosesnya membutuhkan waktu tertentu. Kerusakan mulai dari lapisan terluar yaitu email, berupa reaksi demineralisasi oleh asam yang terbentuk dari hasil fermentasi glukosa dalam plak kemudian menjalar ke lapisan di bawahnya yaitu dentin.
Selain pada manusia dampaknya juga bisa terjadi pada tanaman dan hewan.
Tikus

Pemberian senyawa plumbum asetat netral 0,5 g/kg BB/oral/hari/tikus selama 16 minggu tidak menyebabkan gejala saraf, namun mengakibatkan anemia disertai penurunan berat badan. Absorpsi plumbum via traktus gastrointestinal mencapai sekitar 16% dan diekskresikan via ginjal sekitar 0,006%. Anemia disertai peningkatan sel-sel stipel dan retikulosit nampak sejak minggu ke-10, juga disertai peningkatan aktivitas enzim δ-ALAD yang belum diketahui mekanismenya. Level kreatinin, BUN dan ALT tidak mengalami perubahan.
Akumulasi plumbum tertinggi dalam jaringan lunak terjadi berturut-turut pada ginjal disusul hati, otak, paru, jantung otot dan testis. Kadar plumbum tertinggi dalam jaringan keras ditemukan di tulang rusuk, kepala, paha dan gigi, serta paling rendah di bulu. Gambaran histopatologik terlihat degenerasi, hiperplasi dan kariomegali sel-sel tubulus ginjal, pelebaran lumen tubulus dan ruang Bowman serta adanya benda-benda inklusi dalam inti sel. Degenerasi dan udem korteks serebrum, serebelum, medula spinalis dan sel-sel saraf, perubahan struktur tubulus semeniferi disertai penurunan produksi dan cidera pada spermatosit. Pemeriksaan elektron mikroskopik sangat dominan adanya pembengkakan lisosom dan mitokondria disertai pemendekan krista-kristanya atau hilang pada berbagai jaringan yang diperiksa. Pembengkakan dan gangguan selaput myelin terlihat pada serebrum, serebelum dan medula spinalis. Komposisi benda-benda inklusi nampak struktur mikrofibriler.
Jadi pemberian senyawa timbal anorganik pada tikus secara kronis akan menyebabkan hambatan pertumbuhan, perubahan hematologik dan enzimatik, mikroskopik dan ultramikroskopik, serta akumulasi logam dalam jaringan lunak maupun keras.

Menurut Buck (1970), Pb merupakan salah satu penyebab keracunan yang sering terjadi di peternakan dan kumpulan ternak di Amerika Serikat. Selama 2 tahun, kurang lebih 24 kejadian keracunan Pb pada sapi tercatat di laboratorium negara ini. Sapi cenderung menderita keracunan Pb karena kebiasaan menjilat dan memakan benda asing terutama yang berasal dari bahan bakar minyak dan gemuk mesin, dimana keduanya mengandung jumlah Pb yang tinggi dan cepat diabsorbsi oleh saluran pencernaan. Perjalanan penyakit bisa beberapa jam bila Pb berasal dari bahan bakar minyak dan dapat terjadi sampai beberapa hari atau minggu bila memamah baterai atau potongan papan bercat. Morbiditas pada keracunan Pb dapat mencapai: 10-15 %, sedang mortalitasnya mencapai: 75-100 % (Buck,1970).

Pengaruh Pb pada sapi

Sapi dapat menderita keracunan Pb karena memakan makanan yang terkontaminasi atau melalui inhalasi di lingkungan yang tercemar. Menurut Aroson (1972), dari beberapa pengamatan dapat disimpulkan, bila Pb diketemukan dalam tumbuhan, hal ini merupakan akibat dari udara sekitar yang mengandung Pb atau perpindahan Pb dari tanah ke tumbuhan yang tumbuh di atas tanah yang mengandung Pb. Hasil penelitiannya menunjukkan rumput yang ditanam di tepi jalan besar dan ramai dapat mengandung 225 mg Pb/kg rumput kering dan 165 mg/kg pada jarak 7,6 meter; 99 mg/kg pada jarak 22,8 meter; 67 mg/kg pada jarak 38,1 meter; 55 mg/kg pada jarak 53,3 meter atau 46 mg/kg pada jarak 68,8 meter dari jalan besar. Sehingga semakin dekat jarak antara tanaman rumput dan jalan besar yang ramai, semakin besar kemungkinan untuk mengalami kontaminasi.

Logam Pb dan senyawa Pb sebagai penyebab keracunan pada sapi, terdapat pada timbunan sampah di sekitar kandang. Umumnya berasal dari pecahan pipa, baterai bekas, potongan papan bercat atau benda-benda lain. Sedang senyawa Pb yang dijumpai sebagi produk dari industri, yang dapat menyebabkan keracunan Pb pada sapi adalah :

- Plumbum merah (Tri Plumbic Tetraoxide / Pb3O4) pada cat.

- Plumbum putih (Plumbum Carbonat / Pb2CO3Pb(OH)2) pada cat dan linoleum.

- Plumbum Carbonat (PbCrO4) pada cat.

- PbO2 dan PbS dari motor, merupakan bentuk yang dilepas dari bahan bakar.

- Plumbum sulfat (PbSO4) pada cat.

Pb dapat masuk tubuh melalui pernafasan, sampai di alveoli paru-paru menembus dinding alveoli dan masuk dalam sirkulasi darah. Pb yang masuk tubuh melalui saluran pencernaan akan dicerna bersama makanan dan diabsorbsi dalam usus halus, kemudian masuk kedalam sirkulasi darah dan didistribsikan ke berbagai organ tubuh dan membentuk depo dalam tubuh, terutama pada tulang. Pb setelah melalui hati dan ginjal dapat diekskresikan melalui feses dan urin. Dengan demikian walau sangat sedikit jumlah Pb yang masuk ke dalam tubuh, suatu saat pada kondisi tertentu Pb dapat secara tiba-tiba memperlihatkan gejala klinis dan membahayakan tubuh.

Umumnya keracunan pada anak sapi memperlihatkan gejala: dungu, tidak nafsu makan, dyspnoe, kolik dan diare yang kadang-kadang diikuti konstipasi. Menurut Christian dan Tryphonas (1971) gejala klinis yang muncul pada anak sapi yang keracunan Pb adalah depresi susunan syaraf pusat, kebutaan, menguak dan berlari seperti bingung, menekankan kepala dan anorexia.

Gejala klinis keracunan Pb pada sapi dewasa antara lain akibat gangguan pada syaraf: dungu, buta, jalan berputar (Buck, 1970; Christian dan Tryphonas, 1971), terdapat gerakan kepala dan leher yang terus menerus, gerakan telinga dan pengejapan katup mata (Henderson, 1979). Gejala yang timbul akibat gangguan pada gastrointestinal adalah : statis rumen dan anorexia (Christian dan Tryphonas, 1971).

Pencegahan keracunan Pb pada sapi pada dasarnya menghindarkan sapi dari sumber yang mengandung Pb, yang memungkinkan sapi kontak dengan Pb. Sapi dijaga dari usaha mendekati dan memakan buangan sampah, gemuk mesin, bahan bakar minyak, baterai bekas dan tanah yang mungkin mengandung Pb. Bangunan peternakan dan penggembalaan tidak didirikan di dekat lokasi pabrik yang menggunakan Pb sehingga tanah dan udara tidak tercemari oleh asap, debu atau bahan buangan yang mengandung Pb. Makanan hijauan untuk ternak tidak ditanam di dekat jalan besar yang ramai, karena dapat terkontaminasi Pb yang berasal dari pembakaran bensin motor atau mobil yang lewat jalan tersebut. Bila kandang, palung dan ember minumnya dicat, dihindarkan dari penggunaan cat yang mengandung Pb.

Pada pengobatan keracunan Pb sering digunakan chelating agent sebagai antagonis dari logam Pb, yang mengikat Pb dan membentuk ikatan kompleks. Chelating agent yang khas bagi keracunan Pb adalah: Ethylenediamin Tetraacetic Acid (EDTA) atau CA-Versenat. EDTA, tidak mempunyai selektifitas yang tinggi terhadap Pb, karena itu bisa juga mengikat Ca, Mg sama baik seperti terhadap Fe, Zn dan Cu. Untuk menghindari terjadinya tetani hypocalcemia akibat pengikatan NA2EDTA terhadap kalsium dalam darah, maka diberikan dalam bentuk Calsium Dinatrium Edta atau Ca-Varsenat yang tidak mengikat kalsium darah.

Beberapa pengamatan keberadaan logam berat ini juga dapat melalui pendekatan pada tanah yang tercemar Pb dengan bantuan lysimeter

Interpretasinya pada lysimeter

Sementara pada tanamannya



enamribuduapuluh

2 komentar: