Jenis-jenis minyak
Dilihat dari asalnya terdapat dua golongan besar minyak:
• minyak yang dihasilkan tumbuh-tumbuhan (minyak nabati) dan hewan (minyak hewani), dan
• minyak yang diperoleh dari kegiatan penambangan (minyak bumi).
Minyak tumbuhan dan hewan
Minyak tumbuhan dan hewan semuanya merupakan lipid. Dari sudut pandang kimia, minyak kelompok ini sama saja dengan lemak. Minyak dibedakan dari lemak berdasarkan sifat fisiknya pada suhu ruang: minyak berwujud cair sedangkan lemak berwujud padat. Penyusunnya bermacam-macam, tetapi yang banyak dimanfaatkan orang hanya yang tersusun dari dua golongan saja:
o Gliserida dan atau asam lemak, yang mencakup minyak makanan (minyak masak atau minyak sayur serta minyak ikan), bahan baku industri sabun, bahan campuran minyak pelumas, dan bahan baku biodiesel. Golongan ini biasanya berwujud padat atau cair pada suhu ruang tetapi tidak mudah menguap.
o Terpena dan terpenoid, yang dikenal sebagai minyak atsiri, atau minyak eteris, atau minyak esensial (BUKAN asam lemak esensial!) dan merupakan bahan dasar wangi-wangian (parfum) dan minyak gosok. Golongan ini praktis semuanya berasal dari tumbuhan, dan dianggap memiliki khasiat penyembuhan ("aromaterapi"). Kelompok minyak ini memiliki aroma yang kuat karena sifatnya yang mudah menguap pada suhu ruang (sehingga disebut juga minyak "aromatik").
Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk menggoreng makanan. Minyak goreng dari tumbuhan biasanya dihasilkan dari tanaman seperti kelapa, biji-bijian, kacang-kacangan, jagung, kedelai, dan kanola.
Minyak goreng biasanya bisa digunakan hingga 3 - 4 kali penggorengan. Jika digunakan berulang kali, minyak akan berubah warna.
Dalam proses menggoreng, minyak berfungsi sebagai medium pengantar panas, penambah rasa gurih, nilai gizi dan kalori bagi makanan yang digoreng. Pintar memilih jenis minyak goreng yang dipakai untuk mengolah makanan merupakan salah satu hal yang menentukan bagi kesehatan. Agar tak salah pilih, mari berkenalan dengan berbagai jenis minyak goreng.
Berdasarkan ada atau tidaknya ikatan ganda dalam struktur molekulnya, minyak dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni:
(1) Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids)
Asam lemak jenuh antara lain terdapat pada air susu ibu (asam laurat) dan minyak kelapa. Sifatnya stabil dan tidak mudah bereaksi/berubah menjadi asam lemak jenis lain.
(2) Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty acids/MUFA) maupun majemuk (poly-unsaturated fatty acids).
Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan atom karbon rangkap yang mudah terurai dan bereaksi dengan senyawa lain, sampai mendapatkan komposisi yang stabil berupa asam lemak jenuh. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap itu (poly-unsaturated), semakin mudah bereaksi/berubah minyak tersebut.
(3) minyak dengan asam lemak trans (trans fatty acid)
Asam lemak trans banyak terdapat pada lemak hewan, margarin, mentega, minyak terhidrogenasi, dan terbentuk dari proses penggorengan. Selain karsinogenik, lemak trans meningkatkan kadar kolesterol jahat, menurunkan kadar kolesterol baik, dan menyebabkan bayi-bayi lahir prematur.
Asam lemak tak jenuh (omega 3, omega 6, omega 9) sering dipromosikan memiliki banyak manfaat, antara lain menurunkan “kolesterol jahat” (LDL = low density lipoprotein) dan mencegah serangan jantung. Banyak terdapat pada minyak sayur seperti minyak kedelai, minyak canola, minyak bunga matahari, minyak kelapa sawit, dan lain-lain.
Namun, dengan sistem menggoreng deep frying, yang umumnya digunakan masyarakat Indonesia, dan juga pemakaian berulang minyak goreng, akan mengubah asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak trans, yang dapat meningkatkan kolesterol jahat dan menurunkan kolesterol baik.
Selain itu, pemanasan berlebihan akan mengubah asam lemak tidak jenuh menjadi gugus peroksida dan senyawa radikal bebas yang bisa menimbulkan kanker. Karena itu, biasakan menggoreng dengan suhu tidak terlalu tinggi.
Jenis minyak yang juga sebaiknya dihindari adalah jelantah atau minyak yang telah dipakai berulang kali. Minyak ini bersifat lebih kental, mempunyai asam lemak bebas yang tinggi, serta berwarna coklat kehitaman. Beberapa penelitian pada hewan percobaan menunjukkan pemakaian minyak secara berulang dapat menyebabkan gejala karsinogenik dan berbagai penyakit.
Selain itu, ada tiga jenis asam lemak berdasarkan panjang- pendeknya rantai asam lemak, yaitu yang rantainya panjang (long chain trigliseride/LCT), rantai sedang (medium chain trigliseride/MCT), dan rantai pendek (short chain trigliseride/SCT).
Minyak dengan rantai karbon pendek dan sedang dapat langsung diserap oleh tubuh tanpa melalui proses cerna yang berbelit-belit. Langsung dibawa ke hati untuk diubah menjadi energi untuk meningkatkan fungsi kelenjar endokrin, organ, serta jaringan-jaringan tubuh.
Minyak sayur pada umumnya tergolong asam lemak rantai panjang (long chain fatty acids = LCFA), yang terdiri atas 18 atom karbon atau lebih. Ukuran molekulnya besar-besar, sehingga perlu diproses dulu menjadi asam lemak berukuran kecil dan berbentuk asam lemak bebas agar dapat diserap melalui dinding usus.
Setelah lolos dari dinding usus, asam lemak bebas ini disusun kembali menjadi lipoprotein kemudian dibawa ke hati. Di sana diubah menjadi energi, kolesterol, dan sisanya ditimbun menjadi jaringan lemak. Nah, kolesterol dan lemak inilah yang menjadi penyebab berbagai penyakit kronis, degeneratif, maupun kanker.
Menurut penelitian, yang paling banyak kandungan LCFA-nya adalah minyak safflower (78%), disusul minyak bunga matahari (69%), dan minyak canola (31%). Kandungan LCFA minyak zaitun berkisar 9%, sedang yang paling rendah adalah minyak kelapa (2%).
Minyak yang baik bagi kesehatan adalah yang mengandung MUFA dan MCT. Minyak zaitun akan lebih baik dan dapat melindungi jantung (karena menurunkan total kolesterol, trigliserida dan kolesterol "jahat" atau LDL) jika digunakan sebagai minyak sayur, bukan digoreng.
Sedang minyak goreng nabati yang tergolong PUFA dan LCT akan lebih baik jika dipakai untuk menumis, bukan menggoreng dengan suhu tinggi. Kalau tetap ingin menggoreng dengan suhu tinggi, yang terbaik adalah menggunakan minyak kelapa atau minyak kernel kelapa sawit.
Dalam budaya masyarakat kita, makanan yang digoreng termasuk jenis makanan yang digemari. Rasanya yang gurih, renyah, ditambah harga yang murah membuat gorengan banyak disukai. Namun, kebiasaan makan makanan gorengan bisa berbahaya bagi kesehatan.
Makanan gorengan yang digoreng dengan minyak yang mengandung asam lemak jenuh apabila dikonsumsi akan dimetabolisme, akhirnya akan meningkatkan profil lipid dalam darah. Makin tinggi asupan asam lemak jenuh, makin tinggi kolesterol. Hal ini pada akhirnya akan memicu penyakit degeneratif, seperti jantung koroner atau stroke.
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan akibat konsumsi makanan yang digoreng, Prof.Dr.Ir.Made Astawan, ahli teknologi pangan Institut Pertanian Bogor, membagi kiatnya.
1. Bila membeli minyak goreng pilihlah yang sesuai dengan kebutuhan, caranya dengan membaca label kemasannya dengan baik dan teliti. Pilih minyak goreng yang mencantumkan informasi lengkap pada labelnya.
2. Untuk yang mempunyai kadar kolesterol tinggi, pilihlah minyak yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh (seperti minyak kacang dan minyak jagung).
3. Jangan memilih minyak goreng hanya berdasarkan warna dan penampilan. Minyak yang jernih tidak selalu berarti lebih baik daripada minyak yang berwarna kuning pekat. Warna dipengaruhi oleh kandungan karotenoid dan komponen lain dalam minyak. Dalam beberapa hal adanya karotenoid justru menguntungkan bagi kesehatan.
4. Sedapat mungkin gorenglah bahan makanan dengan sistem gangsa (sedikit minyak) agar tidak terjadi penyerapan minyak yang berlebihan ke dalam makanan yang digoreng serta pemakaian minyak berulang.
5. Agar minyak goreng tidak mudah rusak, sebaiknya tidak memakai panas yang terlalu tinggi. Kendalikan besar kecilnya nyala api.
6. Simpan minyak goreng di wadah yang tertutup rapat, dingin, dan terhindar dari sinar matahari agar tidak terjadi oksidasi dan tidak mudah tengik.
7. Bersihkan wajan atau kuali penggorengan dengan deterjen hingga bebas dari kerak atau kotoran lainnya.
8. Jangan biasakan menggunakan minyak bekas yang telah dipakai menggoreng berulang kali.
9. Tiriskan minyak pada makanan gorengan sebelum dimakan. Bila perlu gunakan tisu atau kertas minyak untuk mengurangi lapisan minyak pada permukaan makanan.
Setelah mengetahui seluk-beluk minyak apakah ada lagi yang perlu diketahui jika dihubungkan dengan makanan akhir-akhir ini? Jawabannya yah kita harus kenal juga AKRILAMID.
Akrilamid adalah senyawa kimia berbahaya yang belakangan ini terbukti terkandung dalam berbagai makanan. Apakah Anda termasuk penggemar berat kentang goreng, keripik kentang, roti panggang, produk sereal, dan produk-produk tinggi karbohidrat lainnya yang diolah dengan digoreng, dibakar, atau dipanggang? Atau Anda tidak dapat melewatkan waktu santai pada sore hari ditemani kopi dan makanan kecil?
Jika jawabannya adalah ya, mulai sekarang Anda sebaiknya mengakrabkan diri dengan istilah akrilamida. Umumnya, akrilamida digunakan di industri untuk membersihkan air minum, bahan baku perekat, tinta cetak, zat warna sintetik, zat penstabil emulsi, kertas, dan kosmetik. Selain itu, akrilamida sering digunakan sebagai kopolimer pada pembuatan lensa kontak. Sebenarnya, akrilamida tidak berbahaya dalam penggunaannya di industri, tetapi akan berbeda halnya apabila zat ini terkandung dalam makanan yang biasa dikonsumsi sehari-hari.
Pada tahun 2002 The Swedish National Food Authority mengumumkan hasil penelitian dari Stockholm University, yaitu ditemukannya peningkatan kadar akrilamida dalam beberapa jenis pangan, terutama yang mengandung banyak karbohidrat (zat tepung), seperti kentang dan produk sereal yang diproses dengan pemanasan tinggi (misalnya, dibakar, dipanggang, atau digoreng) pada temperatur di atas 1.200° celsius.
Peneliti Swedia menemukan bahwa terdapat konsentrasi akrilamida yang sangat besar pada makanan yang digoreng (keripik kentang 1.200 mg/kg dan kentang goreng 450 mg/kg) serta makanan yang dipanggang (sereal dan roti 100-200 mg/kg).
Lantas, apa bahaya dari akrilamid? Pada tahun 2005 Joint FAO/WHO Expert Committe on Food Additivies (JECFA) mengumumkan bahwa paparan akrilamid dalam jangka waktu lama pada hewan coba tikus menunjukkan gejala genotoksik (memengaruhi gen) dan karsinogenik (dapat memicu kanker).
Akrilamida pada dosis tinggi terbukti dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan saraf dan mengganggu reproduksi. Namun, pengaruh karsinogenik pada manusia belum teruji kebenarannya. Meskipun demikian, penelitian lanjutan tentang bahaya akrilamida pada manusia masih terus dilakukan.
Lalu, bagaimana bisa sampai terbentuk akrilamida pada makanan? Mekanisme pembentukan utama akrilamid dalam makanan terjadi pada reaksi Maillard, yaitu reaksi ketika gula dalam makanan (contohnya glukosa, fruktosa, dan laktosa) bereaksi dengan asparagin bebas (sejenis asam amino dalam makanan yang terbentuk karena reaksi pencoklatan). Gula, asparagin, dan beberapa asam amino lainnya adalah senyawa yang secara alami terdapat dalam pangan nabati. Asparagin bereaksi dengan gula pada temperatur tinggi (di atas 1.200° celsius).
Biasanya peristiwa ini terjadi pada saat penggorengan, pemanggangan atau pembakaran. Ketiga proses inilah yang bertanggung jawab terhadap tinggi-rendahnya akrilamid dalam pangan. Semakin gelap warna produk akibat pemasakan, makin banyak kandungan akrilamida di dalamnya.
Jadi, apa yang harus dilakukan agar dapat terhindar dari bahaya akrilamid? Tentu saja, yang paling utama adalah mengurangi paparan akrilamid dalam makanan sehari-hari. Mulailah dengan mengurangi konsumsi makanan yang digoreng, dibakar, dan dipanggang (akrilamid tidak ditemukan pada makanan yang dikukus atau direbus karena suhu pengolahannya berkisar 1.000° celsius dan tidak menyebabkan pencoklatan.
Dirangkum dari berbagai sumber
goalter_zoko@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar