Selasa, 18 Januari 2011

TINJAUAN EKOLOGIS TAMAN GAUL

SUKSESI TAMAN GAUL
Goalter Zoko
NIM. CFA 210 017

Taman Gaul merupakan salah satu obyek wisata yang ada di Palangka Raya, selain itu dikenal juga dengan nama lain “Fantasy Beach” karena kesannya seperti pantai dengan pasir putih walaupun sebenarnya bukanlah pantai, jadi kita hanya seakan berfantasi dengan suasana pantai. Lokasi Taman Gaul berada 21 kilometer dari Kota Palangka Raya, berada di ketinggian 80 meter dari permukaan laut. 
Munculnya Taman Gaul merupakan salah satu contoh perubahan lingkungan khususnya sumber daya hutan. Berubahnya lingkungan diawali oleh adanya penebangan hutan. Dampaknya adalah terjadinya degradasi lahan, menurunnya suplai air, erosi, pemadatan tanah dan pencucian hara, serta kerusakan vegetasi. Ironisnya sumber daya hutan adalah sebuah ekosistem yang mempunyai fungsi perlindungan dan konservasi  terhadap tanah, tata air, kestabilan iklim, keanekaragaman hayati dan sebagai sumber produk-produk kehutanan baik kayu maupun hasil hutan bukan kayu. Perubahan yang terjadi pada ekosistem ini karena campur tangan manusia yang mengatasnamakan kesejahteraan telah ikut mengubah struktur dan komposisi ekosistemnya. Melihat hamparan pasir putihnya dan vegetasi yang ada, diantaranya pohon tumih, garunggang (Cratoxylon arborescens), jenis pakis, karamunting (Rhodomyrtus tomentosa), akasia (Acacia mangium dan Acacia auriculiformis), dan masisin), kemungkinan dahulu lokasi ini merupakan ekosistem hutan kerangas, yaitu tipe hutan tropis yang sangat peka terhadap gangguan/ perubahan lingkungan, tipe hutan ini  terdapat pada tanah-tanah podsol dari pasir kuarsa yang miskin hara dan sangat masam (pH 3-4), serta keadaan iklim yang sama dengan hutan hujan dataran rendah. Akan tetapi, struktur kenampakan luar vegetasinya (fisiognomi)  berbeda dari hutan hujan dataran rendah. Tekstur tanahnya kasar, miskin unsur hara dan sifatnya yang asam membuat hutan kerangas tidak dapat ditanami lagi setelah dibakar (terjadi kebakaran) dan ditebang.
ini juga umumnya terdapat di daerah dataran rendah, beriklim selalu basah. Jika dibandingkan dengan hutan lain, hutan kerangas memiliki ragam vegetasi yang lebih sedikit, dan kerapatan pohonnya pun jarang (jarak antara satu pohon dengan pohon lainnya lebar). Kerapatan pohon ini terus berkurang dengan bertambahnya tinggi pohon. Atau dengan kata lain, semakin banyak pohon yang pendek pada area tertentu di dalam hutan maka kerapatannya semakin tinggi, dan semakin banyak pohon yang tinggi di dalam hutan maka kerapatannya semakin kecil. Hal ini menandakan bahwa pohon-pohon yang hidup di tempat tersebut saling berebut unsur hara. Tidak hanya itu, pepohonan yang hidup di hutan ini memiliki diameter lebih kecil dibanding pohon-pohon di hutan lain. Hal ini juga mungkin disebabkan oleh rendahnya unsur hara tanah yang ada di hutan tersebut. Jenis pohon yang tumbuh di hutan kerangas Kalimantan ada 14 jenis dengan jumlah pohon yang tidak banyak.


Perubahan yang terjadi pada ekosistem hutan kerangas ini dimulai dengan adanya Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Kayon tahun 1977 sampai dengan 1997 yang jelas melakukan eksploitasi dengan penebangan terhadap pepohonan di sana. Sementara dari pola sebaran umur tumbuhan yang ada, maka areal ini juga pernah mengalami kebakaran. Hal ini juga dikuatkan dengan informasi bahwa sekitar tahun 1997 telah terjadi kebakaran pada kawasan ini walaupun hanya sebagian. Setelah HPH ini tidak beroperasi, lokasi ini menjadi terlantar yang kemudian dijadikan tempat untuk penambangan bahan galian C, dimana pasir menjadi bahan yang dieksploitasi. Maraknya penambangan pasir ini sebenarnya juga turut andil dalam menghilangkan lapisan subur tanah (top soil) pada ekosistem ini. Akhirnya muncullah lubang-lubang bekas galian pasir di mana-mana. Lubang-lubang bekas galian pasir inilah yang akhirnya memunculkan kubangan-kubangan baru seperti danau-danau mini. Keberadaan kubangan inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pemiliknya untuk dijadikan obyek wisata yang sekarang kita kenal dengan Taman Gaul. Usikan yang terjadi pada ekosistem ini baik dengan penghilangan vegetasi oleh HPH PT. Kayon, kebakaran dan eksploitasi bahan galian C menyebabkan ekosistemnya terdegradasi, padahal ekosistem hutan kerangas merupakan salah satu ekosistem yang sangat peka terhadap gangguan dan membutuhkan pemulihan dalam jangka waktu yang sangat lama. 
Ekosistem Taman Gaul merupakan ekosistem hutan yang terdegradasi yaitu hutan yang telah mengalami kerusakan sampai pada suatu point/titik dimana penebangan kayu maupun non kayu pada periode yang akan datang menjadi tertunda atau terhambat semuanya. Melihat keberadaan vegetasi akasia yang dominan di daerah ini, menunjukkan telah terjadi invasi atau masukknya tanaman yang bukan tanaman asli ekosistem ini. Kemiskinan hara dan kemasaman tanah juga membuat suksesi pada ekosistem ini menjadi lambat. Proses suksesi adalah perubahan secara bertahap dan berangsur-angsur melalui beberapa tahap invasi oleh tumbuh-tumbuhan, adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasaan, reaksi terhadap tempat tumbuh dan stabilisasi. Pada ekosistem ini sebenarnya mulai terjadi suksesi sekunder hal itu dikuatkan dengan masih adanya beberapa tanaman asli, tetapi juga keberadaan tanaman invasi seperti akasia. Hanya tanaman yang toleran terhadap  kemasaman tanah dan minimnya unsur hara saja yang dapat tumbuh pada lokasi ini. Begitu besarnya cekaman lingkungan (abiotic stress) pada ekosistem ini menjadi gambaran bagi kita bahwa kepekaannya terhadap usikan pada ekosistem ini memberikan konsekuensi yang besar juga untuk memulihkannya. 
Berkembangnya Taman Gaul sebagai salah satu obyek wisata memang menjadikan kemungkinan pemulihan ke arah ekosistem alaminya menjadi sulit, belum lagi dengan perencanaan akan dibangunnya berbagai fasilitas hiburan semakin menambah usikan bagi ekosistem ini. Kalaupun ada upaya untuk memulihkan ekosistemnya kemungkinan hanya sebagian saja. Beberapa rekomendasi yang bisa  diberikan kepada pengelola Taman Gaul adalah dengan beberapa pendekatan untuk mengatasi degradasi dan mempercepat proses pemulihan ekosistem (recovery).  Pendekatan pertama adalah restorasi (restoration) yang didefinisikan sebagai upaya untuk memulihkan kembali (recreate) ekosistem hutan aslinya melalui penanaman dengan jenis tanaman asli yang ada pada kawasan atau lahan tersebut sebelumnya.  Pendekatan kedua melalui rehabilitasi yang diartikan sebagai penanaman hutan dengan jenis asli dan jenis eksotik.  Dalam hal ini tidak ada upaya untuk merecreate ekosistem asli.  Tujuannya hanya untuk mengembalikan hutan pada kondisi stabil dan produktif.  Oleh karena itu ekosistem hutan yang terbentuk adalah campuran termasuk jenis asli.  Alternatif terakhir adalah reklamasi yang berarti penggunaan jenis-jenis eksotik untuk menstabilkan dan meningkatkan produktivitas ekosistem hutan.  Dalam hal ini tidak ada sama sekali upaya perbaikan biodiversitas asli dari suatu areal yang terdegradasi. Untuk kondisi Taman Gaul alternatifnya adalah dengan rehabilitasi. Penanaman yang dilakukan jelas harus mempertimbangkan jenis tanaman yang toleran terhadap kondisi tanah dan iklim setempat, salah satunya adalah akasia yang merupakan tanaman yang toleran terhadap kondisi lahan marginal.
Selain upaya tersebut, hendaknya pengelola juga dituntut mulai memikirkan jika harus mengusik lagi ekosistem dalam menunjang penambahan fasilitas hiburan seperti penggalian lahan lagi, dengan tidak membuang top soilnya tapi mengembalikan sebagai bahan penutup pada penanaman ganti lokasi yang diusik. Penambahan fasilitas hiburan juga hendaknya diarahkan untuk pembelajaran bagi pengunjung untuk memelihara alam, misalnya dengan memberi kesempatan kepada pengunjung untuk melakukan penanaman pada arela yang disedialan dengan membeli bibit yang disediakan oleh pengelola sehingga kunjungan ke obyek wisata juga merupakan kesempatan untuk peduli lingkungan. 
Pembangunan yang selalu berdampak dalam eksploitasi sumberdaya alam memang tidak dapat dihindari, tetapi kebijaksanaan dalam mengelola eksploitasi tersebut merupakan responsibility kita juga. Ketika kita membiarkan alam rusak, sebenarnya kita juga sedang membiarkan kehidupan kita dan generasi mendatang juga rusak. Tetapi ketika kita memiliki keramahan terhadap alam, maka alam akan terus ramah terhadap kita dan memberikan daya dukungnya untuk keberlangsungan makhluk hidup di sekitarnya termasuk manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar